Rahma Sarita Bukan Syiah
(Catatan untuk pemilih Caleg Nasdem Dapil Banten III: Tangsel, Tanggerang)
(Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle)
Tepat seminggu lalu saya bertemu Rahma Sarita dalam acara Realita TV, yang diberikan judul “Gibran Bakul Sampah Politik”. Perhari ini viewersnya hampir 200 ribu penonton. Acara podcast itu berlangsung siang hari, dan Rahma berjanji mentraktir saya dan Faisal Assegaf, pembicara lainnya. Faisal yang tadinya sebagai undangan meng kudeta Rahma, sehingga posisi Rahma mejadi narasumber, Faisal yang malah presenter.
Selesai acara kami sibuk memilih alternatif makan siang di mana. Ada banyak pilihan makanan di Kemang maupun restoran, pilihan terdekat. Rumah Rahma, sebagai studio Realita TV, persis di sebelah pintu masuk Kebun Binatang Ragunan sisi timur. Dulu saya sering di undang Rahma ketika studionya di rumah wartawan senior Ilham Bintang, di perumahan Taman Villa Meruya, Jakarta Barat. Saya mengusulkan pesan online saja untuk menghemat. Namun, Rahma ingin mentraktir kami berdua. Pilihannya makan di Abunawas, restoran Arab, Kemang.
Waktu sudah lebih dari pukul dua siang. Bagaimana soal Sholat Zuhur. Saya mengusulkan sholat di Abunawas saja. Faisal tidak memberi saran. Tapi, Rahma kemudian bersikeras harus Sholat dulu. Alasan Rahma dia bukan Syi’ah. Menurutnya hanya Syi’ah yang Sholatnya dengan waktu fleksibel. Rahma takut jika mengejar Zuhur di restoran, waktu Zuhur sudah habis.
Pembicaraan soal Syi’ah terjadi. Aku mengatakan pengagum Imam Khomenie sejak mahasiswa. Tapi, soal Sholat di Jakarta boleh di jamak, karena berbagai pertimbangan, aku dulu bertanya pada guru ngajiku, Dr. Mohammad Imaduddin Abdurrahim, pendiri Masjid Salman ITB. Selain itu berbagai ahli juga membolehkan Sholat di jamak, asal beda kota. Faisal yang sepertinya merasa diperkirakan Syi’ah oleh Rahma, tidak menjawab soal Syi’ah ini. Menurutnya, Syi’ah itu ada Syi’ah politik dan Syi’ah fiqih. Faisal menjelaskan bahwa pilihan Syi’ah politik sah-sah saja.
Namun, Rahma tetap memberi demarkasi yang tegas dan jelas. Dia mau sholat Zuhur dulu sebagai pertanda dia Sunni. Alhasil, akupun ikut pandangan Rahma, lalu kami berdua Sholat berjamaah diantara beberapa orang lainnya, Faisal dan kru TV, yang tidak Sholat. Di sini saya melihat Rahma sebagai manusia prinsipil.
Seandainya Rahma Jadi anggota DPR
Tulisan saya ini dibuat untuk mendukung Rahma menjadi anggota DPR RI. Seandainya Rahma pun seorang Syi’ah, saya pasti tetap mendukung dia. Sebab, sebagaimana keputusan yang dibuat Habib Rizieq, yakni sebagaian Syi’ah termasuk golongan yang bisa diterima Sunni. Pendapat Habib ini merupakan payung buat saya, karena saya hanya percaya Habib Rizieq ulama besar dan terbesar sepanjang Indonesia ada. Setidaknya yang saya lihat dari sisi saya sebagai “Muslim peripheral”, pinggiran.
Namun, pikiran saya untuk mendukung Rahma adalah kewajiban revolusioner saya sebagai aktifis, yang sudah 40 tahun berjuang untuk bangsa ini. Rahma, menurut saya adalah satu-satunya perempuan pemberani yang melakukan “class suicide” (Istilah Marxis), yang mengorbankan kesenangan dirinya sebagai kelas menengah, demi membantu rakyat. Saya pernah juga membuat tulisan tentang Ustazah Bunda Merry, perempuan Lampung, yang sangat berani menentang Menteri Agama soal “Azan dan Gonggongan Anjing”, sehingga masuk penjara. Namun, Rahma bergulat dalam skala nasional, Bunda Merry dalam skala regional.
Keberanian Rahma mencuat begitu tinggi ketika dia hampir di penjara pada akhir 2020 lalu. Rahma menyinggung kebobrokan Indonesia, baik dalam perspektif ketuhanan maupun ketidak adilan sosial, dalam “Pancasila Wakanda”. Di situ Rahma menyinggung kontrol segelintir oligarki menguasai Indonesia. Dengan pernyataan tersebut Rahma, selain ancaman delik pidana, ditendang dari staf ahli pimpinan MPR RI. Saat itu, saya yang masih dalam penjara rezim Jokowi, bersedih dan berdo’a agar Rahma bebas dari kriminalisasi hukum.
Pada tahun lalu, Rahma kembali mengkritik pemerintah dengan puisi “Negeri Para Bajingan”. Puisi ini mengkritik realita sosial dimana para pemimpin negara hanya menjadi koruptor, penindas rakyat dan pemuja berhala kekuasaan.
Pernyataan Rahma soal Bajingan bersamaan waktunya dengan pernyataan Rocky Gerung “Bajingan Tolol”. Kedua mereka ini mempunyai interaksi politik yang cukup tinggi. Salah satu nara sumber yang menjadi andalan Realita TV adalah Rocky Gerung. Sehingga bisa jadi perspektif mereka atas soal bangsa sehingga keluar istilah ” Bajingan” mungkin muncul karena interaksi mereka. Kalau dibanding Adhi Massardi, eks Jubir Gus Dur, misalnya, kata kecaman Adhi adalah “Bedebah” bukan bajingan.
Dua hal tentang Rahma, “Pancasila Wakanda” dan “Puisi Negeri Para Bajingan”, menunjukkan sikap politik Rahma yang keras dan tajam berhadapan dengan rezim Jokowi. Sebenarnya, jika kita melihat semua isi Realita TV, setidaknya sejak tahun 2020, sudah terlihat pilihan politik Rahma, sebagai oposisi.
Dengan kemampuan Rahma mengartikulasikan pikiran-pikiran politik perubahan, maka sesungguhnya perempuan yang paling cerdas, radikal dan Solehah, dalam arus politik oposisi adalah pada diri Rahma.
Ini mengapa saya berpikir, seandainya tidak semua pemimpin bangsa harus lelaki, maka rakyat perlu memikirkan Rahma lolos ke DPR RI. Kenapa, agar sisi feminisme progresif revolisoner bisa masuk mewarnai dunia legislatif kita. Sehingga DPR nantinya bisa menjadi DPR seperti di negara-negara maju.
Penutup
Tulisan ini saya buat untuk mendukung Rahma Sarita agar dipilih rakyat Tangsel dan Tanggerang dalam pileg nanti. Rahma adalah perempuan progresif revolisoner yang menjadi andalan utama kaum oposisi selama rezim Jokowi berkuasa. Dia telah mengorbankan kesenangan kelas menengah untuk bertarung membangun negeri ini, dengan resiko penjara.
Tulisan ini menjawab ketakutan Rahma bahwa dia tidak punya cukup uang untuk membeli suara. Dia tidak cukup uang untuk berkampanye yang mahal. Mungkin Allah memberi kesadaran bagi bangsa ini, kita bisa memilih perempuan yang hebat untuk bisa jadi DPR, karena dukungan rakyat bukan karena uang.
Selamat bertarung di Dapil 3 Banten, dinda Rahma Sarita.