MEGA, SP, JK, SRI SULTAN & KAMPUS SUDAH MEMBERI SINYAL PRO RAKYAT, DPR – MPR RI DIMANA ?
MN LAPONG
(PRESEDIUM PRRI)
Situasi Politik menjelang penceblosan Pemilu 14 Februari 2024, semakin memanas.
Rasa tidak puas Rakyat terhadap situasi yang dialami setiap hari semakin mereka rasakan tidak menentu dan membingungkan, antara harapan akan perbaikan terhadap pemimpin pilihan hatinya yang bisa kelak merubah nasib mereka, itu diperhadapkan pada situasi pelaksanaan pemilu yang berat sebelah, diskriminatif, intimidatif, dan curang.
Semua itu nampak telanjang di mata Rakyat sejak Cawe Cawe politik Jokowidodo sampai meledaknya kasus Mahkamah Keluarga paman anwar Usman dan Gibran oleh tekanan Politik dinasti Jokowidodo.
Situasi Politik Pemilu demikian itupun kemudian memunculkan ekses perlawanan Rakyat yang sudah sejak lama tidak puas atas pemerintahan Jokowidodo (ini bukan versi sur-pay lho), kembali mendapatkan momentumnya dalam membangkitkan perlawanan terhadap rezim pro kapitalis-oligarkhi ala Rayuan BLT 02.
Setidaknya perlawanan yang signifikan dari rakyat dapat terlihat dari progres kampus kampus dan mahasiswanya dalam melawan politik dinasti dan Pemilu curang TSM yang intimidatif di era priode kedua pemerintahan Jokowidodo.
Ide Pemakzulan Jokowi dari PETISI 100 yang tadinya diam kembali bergelora, “rawe rawe rantas malang malang putung.” Sebenarnya ide Pemakzulan jokowi ini sudah disuarakan oleh para buruh Serikat PPMI sejak 2019 (melawa UU Omnibuslaw) dan Serikat serikat buruh yang umumnya beraliansi dalam AASB (Aliansi Aksi Sejuta Buruh), dengan tagline “Jokowi Mundur.”
Selanjutnya politik panas itupun berputar pada issue menteri menteri mundur dari kabinet Presiden Jokowidodo. Dalam hal ini mundurnya Mahfud MD sebagai Menkopolhukam pada hari kemaren, masih menyisakan misteri apakah ini bagian dari politik issue menteri menteri mundur bareng seperti kasus “GINANJAR” tahun 98 yang memberi efek domino mundurnya Presiden Suharto ?
Sebenarnya tak kalah pentingnya dari proses dialektika politik yang memanas itu, rakyat sedang menunggu siapa “bos pemimpin” turun gunung yang akan menjadi strigger tampil memberi sikap artikulasi politik yang lebih tegas dan jelas terhadap situasi politik yang semakin panas terasa seperti fenomena bara api dalam sekam. Rakyat dipastikan sedang menunggu kapan momentum dan pemimpin yang pas itu tiba untuk harapan mereka sepenuhnya yang akan mengambil situasi jika proses politik pemilu menjadi tidak terkendali alias chaos.
Tampilnya Mega beberapa waktu dalam sikap berhadapan terhadap Jokowidodo dalam kisruh penghianatan di internal PDIP, cukup memberi sinyal kepada pengurus PDIP seantero negeri untuk bersiaga, sekalipun sebenarnya publik menunggu kelanjutan pansus kasus MK yang awalnya diusung anggota DPR RI Fraksi PDIP saudara Masinton Pasaribu yang kemudian diam, termasuk rencana mundur menteri menteri dari PDI-P yang sudah tidak nyaman dalam Kabinet Jokowidodo.
Kritik Surya Paloh terhadap pemilu tidak jujur dan adil, dan kritik JK soal bagi bagi bansos di depan Istana menyebut Jokowidodo panik, dan kritiknya dalam proses pemilu yang memihak.
Yang menarik adalah respon Sri Sultan yang menanggapi aksi civitas akademika UGM dan UII, “Sekarang hanya bagaimana pemerintah menanggapi saja. Seperti itu saja, enggak usah takut,” kata Sultan. Pernyataan Sri Sultan yang di nilai pro rakyat ini, masih dianggap kurang tegas oleh beberapa aktivis yang kecewa terhadap situasi Pemilu yang bakal memenangkan politik Dinasti Jokowidodo.
Sinyal Mega, SP, JK, dan Sri Sultan atas situasi politik hari ini apakah akan di ikuti tokoh tokoh Politik lainnya di tanah air? Apakah sejarah akan berulang akan ada model Pertemuan/Deklarasi Cigangjur jilid dua ? Wait and see!
Namun patut di sayangkan di tengah riuh gelombang kampus kampus dan Mahasiswa protes terhadap politik dinasti Jokowidodo dan pelaksanaan pemilu di duga kuat akan berlangsung tidak jujur dan adil, justru lembaga DPR MPR di nilai diam dalam merespon tuntutan tuntutan publik ata situasi politik hari ini, yang oleh banyak pengamat bakal chaos.
DPR dan MPR RI diam sangat disayangkan. Apakah karena para legislator sibuk kampanye dan mengamankan suara di dapilnya masing masing? Agak berbeda ketika reformasi 1998 Harmoko dkk yang baru terpilih justru lebih aktif merespon tuntutan rakyat dan mahasiswa saat itu yang mengarah kepada tuntutan Suharto Mundur.
Proses kearah klaim seperti itu apakah sedang berlangsung di Senayan oleh para legislator? Rakyat dan publik belum tahu sepenuhnya alias Wallahu alam.
Publik hanya melihat dilayar kaca legislator PDI-P, Ketua DPRD Gunungkidul Endah Subekti, turun langsung membela Rakyatnya yang mendapat intimidasi aparat karena membentangkan spanduk Ganjar Pranowo dalam kunjungan kerja Jokowidodo di Gunungkidul.
Rorotan village, 2 Feb’ 2024