Suasana Unpad saat ini (3/2) | IST
Suasana Unpad saat ini (3/2) | IST

“Ngadék sacékna, nilas saplasna”(Konsistensi ucapan dan perbuatan, menjunjung kejujuran dan kearifan)

 

JAKARTASATU.COM –– Peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi dan hukum yang terjadi belakangan ini dipandang sebagai  sebuah rangkaian dari menurunnya kualitas demokrasi selama masa pemerintahan  Presiden Joko Widodo. Indeks Persepsi Korupsi yang semakin memburuk,  pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui penempatan pimpinan-pimpinannya yang tidak amanah, penyusunan Omnibus Law pengaman investasi yang prosesnya jauh dari partisipasi publik, nepotisme dan penyalahgunaan  kekuasaan dalam syarat Capres-Cawapres dalam pemilu oleh Mahkamah Konstitusi serta berbagai indikasi dan potesi pelanggaran etika lainnya, adalah puncak  gunung es dari diabaikannya kualitas institusi dalam proses pembangunan  kontemporer di Indonesia.

Kualitas institusi adalah pilar dari peningkatan kesejahteraan. Pembangunan yang hanya berorientasi pada pembangunan infrastruktur fisik, tapi merusak tatanan  bernegara justru akan membuat mandeknya pertumbuhan ekonomi,  memperdalam kemiskinan dan meningkatkan ketimpangan sosial dan budaya.

Praktik kuasa untuk melegitimasi kepentingan segelintir elit akan berdampak pada kegagalan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yang menjadi tujuan bernegara, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, alinea kedua yaitu:

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah  kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan  rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia,  yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.

Dari sini jelas bahwa kemakmuran hanya satu saja dari empat hal yang dicitacitakan pendiri bangsa. Selain kemakmuran (yang justru disebut terakhir), ada kemerdekaan, kebersatuan, kedaulatan, dan keadilan. Peristiwa politik belakangan  ini mengganggu kelima cita-cita para pendiri bangsa tersebut. Terfokusnya  kekuasaan secara elitis membuat kemakmuran belum dirasakan kebanyakan rakyat  Indonesia.

Sementara itu hukum sebagai pengatur, pembatas dan rel yang seharusnya menjadi bintang pemandu justru digunakan untuk menjustifikasi dan melegitimasi proses-proses kebijakan politik, ekonomi, sosial dan kebijakan lainnya yang bermasalah. Hal tersebut tidak lain karena adanya krisis kepemimpinan yang tidak beretika dan bermartabat. Adalah kenyataan hari ini, hukum hanya ditempatkan sebagai slogan normatif tanpa jiwa dan moralitas.

Berdasarkan kenyataan dan pemikiran di atas, sebagai bentuk tanggung jawab kaum intelektual, maka Civitas Akademika Universitas Padjadjaran Yang Menjunjung Pola Ilmiah Pokok (PIP) “Bina Mulia Hukum dan Lingkungan Hidup dalam  Pembangunan Nasional” Menyerukan agar Presiden, Para Pejabat Publik, Kandidat Capres-Cawapres dan Para Elite Politik serta masyarakat untuk turut bersama dalam “Penyelamatan Negara Hukum Yang Demokratis, Beretika dan Bermartabat” dengan melaksanakan poin-poin sebagai berikut:

1. Pelaksanaan demokrasi harus menjunjung tinggi etika dan norma hukum yang  bersandar pada Pancasila dan UUD 1945. Hukum tidak hanya teks semata, melainkan juga nilai dan prinsip yang ada di dalamnya serta dijalankan secara konsisten.

2. Presiden dan elite politik harus menjadi contoh keteladanan kepatuhan terhadap hukum dan etika. Bukan justru menjadi contoh melanggar etika, apa yang diucap tidak sesuai dengan kenyataan.

3. Negara dan pemerintah beserta aparaturnya harus hadir sebagai pengayom, penjaga, dan fasilitator pelaksanaan demokrasi yang berintegritas dan bermartabat dengan menjaga jarak yang sama dengan para kontestan pemilu.

4. Mengajak kepada seluruh komponen masyarakat untuk turut serta berpartisipasi aktif dalam kontestasi Pemilu 2024 dengan memilih para calon berdasarkan kesadaran dan keyakinan yang sungguh, bukan atas dasar politik uang atau intimidasi.

5. Bersama-sama dengan seluruh masyarakat menjaga penyelenggaraan Pemilu 2024 agar kondusif, aman, dan bermartabat serta mengawal hasil penyelenggaraan Pemilu 2024 sampai terbentuknya pemerintahan baru sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.

6. Pemilu 2024 sebagai institusi demokrasi tidak boleh diolok-olok atau direduksi maknanya sekadar prosedur memilih pemimpin. Demokrasi harus dikembalikan pada jatidirinya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dengan menegakan aturan main yang adil dan transparan, membuka ruang partisipasi yang substantif bagi publik untuk memperoleh informasi yang dapat diandalkan dalam memberikan suara.

7. Mendesak penegakan hukum untuk kasus-kasus pelanggaran yang terjadi selama penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk segera ditindaklanjuti demi terciptanya pemilu yang berintegritas dan pulihnya kepercayaan publik kepada pemerintah.

Demikianlah seruan kebangsaan yang dilontarkan Civitas Akademika Universitas Padjadjaran (3/2) yang didukung ribuan civitas akademika biasa hingga guru besar diantaranya dari Ketua Senat Akademik Universitas Padjadjaran, Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran, Para Guru Besar dan Dosen Universitas Padjadjaran, Alumni Universitas Padjadjaran, BEM Kema Universitas Padjadjara, BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, BEM Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, BEM Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, BEM Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, BEM Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, BEM Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran dan lainnya.

Semoga Allah SWT senantiasa meridhai langkah-langkah kita semua untuk menjaga  Indonesia bangsa dan tanah air tercinta. |RLS

SERUAN PADJADJARAN_SELAMATKAN NEGARA HUKUM DEMORATIS_4 FEB 2024