Pemilu bikin panik bagi ya ng berkuasa, kenapa tak juga bergeming, dengan gerak cawe-cawe gagal, kini makin menentang mau dukung salah satu calon pilpres yang dimana anaknya maju.

Genderang pun mulai di tabuh dikalangan inteletual yang gelisah. Karena mungkin sudah bebal maka merekapun turun bergerak. Dari UGM, UII, UNPAD, UIN, UNAND, IPB dll. Jangan dianggap enteng ini gelisah makin kuat. Intelektual sudah sadar. Tapi sayang suara istana tak mau teriima bahwa itu ada tujuan lain. Tuduhan pun ditantang UI, seorang Professor dan mintak buktinya.

Ini fenomena Civitas Akademika muncul, yang biasanya mahasiswa kini yang turun adalah para guru besar (GB). Bukan satu kampun  sejumlah kampus yang berani  dan menohor langsung ke jantung kekuasaan yaitu  presiden Jokowi. Kritiknya Jokow  dinilai  keluar jalur etika dan demokrasi yang dijalankan.

Suara yang tulus tanpa pamrin bergerak malam di intimidasi. Memanag absurd, menuju nilai yan baik malah disalah artikan. Sikap ini harusnya jadi koreksi bukan malah anti pati. Negara ini menag tidak sedang baik-baiknya, karena ini sedang aneh dan tak bernalar.

Syarat yang harus dimiliki oleh para pemimpin itu adalah  berwibawa dan logika, bukan hanya ingin terkenal, disukai, dan mempunyai dana karena bisa dibeli semua. Kemungkinan rindu kuasa yang nyaman sedang terbayang tak mau dilepas.

Saat ini Indonesia sedang dalam tahun politik yang panas dan penuh persaingan ketat. Secara berurutan, ada yang akan harus pamit bahkan yang asalnya mau pamit mundur tak jadi pun datang. Ituloh dua menteri katanya. Indonesia memang diramaikan oleh pesta demokrasi yang penuh ke absurtan, ada menteri jadi kandidat dan walikota jadi kandidat tapi tak mau lepas jabatan. Inilah yang membuat semua bertanya-tanya selain sang yang saat ini kuasa seenaknya mendukung calon. Ini dimana Indonesia sedang absurd yang tak terkira. Dan bagusanya selamatkanlah….Kawan-kawa yang kuat dan pembela demokrasi. Dan ditu semua adalah akdemisilah yang wajar berteriak…. tabik…!!! (AM)