Aendra MEDITA KARTADIPURA/ist

ADA banyak kritik dilontarkan, ini datang bukan sebagian rakyat –jika memang masih banyak pendukung–, namun sudah berbalik dan diam atau berdalih. Kini juga datang kritik sebagai sebuah kegelisahan yang datang dari kalangan akademisi (kampus), makraksnya kaum intelektual. Dan datangnya masif lebih dari 50 kampus di tanah air. Luar biasa.

Munculnya bukan mereka biasa, tapi bersuara lantang. Dan ini sangat menohok, harusnya sadar yang dikritik. Tak bergeming juga. Eh tidak mau dikritik lantas banyak yang diintimidasi bahkan didatangi dengan gertak dan sebagainya.

Suara datang juga suara dari staf istana seorang Jenderal purnawirawan dan viral bahwa ini ada yang main dibelakangnya. Hal yang rada tak pantas dituduhkan. Jelas salah nuduh.

Kampus murni bersuara dengan seksama tanpa pretensi hanya demi bangsa. Mereka  datang dari UGM, UII, UNPAD, ITB dan kampus lain juga. Lebih anehnya lagi ada sejumlah kampus yang diwawancara polisi di Jawa Tengah dan jadi kontras, membantah dan dibuat kontras, Kenapa begitu?

Ada juga seorang yang kami tahu dia masih jurnalis katanya dan mengaku juga dosen di sebua kampus di Jakarta ia menuduh yang tak berdasar bahwa yang bikin pernyataan di kampus terlalu dipolitisir, ini absurd bagi Bung. Pintar tapi tak bermoral, maaf kami tak akan menyebut dia siapa silakan banyak videonya beredar.

Saat ini cita-cita reformasi banyak dikhianiti, KKN makin mengila dan banyak banget cukong-cukong bertengger dan seolah  paling tahu Indonesia atau mereka memang berniat “merampok” Indonesia yang kaya ini? Pengpeng (penguasa-pengusaha) bersatu ini aneh. Tapi nyata adanya.

Saat ini juga moral dan nilai luhur hukum mulai diabaikan, sebuah Mahkamah Konstitusi (MK) digerogoti oleh keluarga. KPU bermain bahkan DKPP sudah meyatakan bahwa KPU salah etika, karena  waktu lalu terima peserta yang tak sesuai sarat. Lebih aneh lagi  tak ada yang dibatalkan malah masuk melenggang dan kita berkampanye dan jadi peserta Pilpres. Absurditas makin tinggi.

Rakyat mengadu hanya akan jadi debu dan angin berlalu. DPR tak lagi berfungsi. Mereka terus berjalan dengan kerakusan. Kemerdekaan Indonesia kini hanya menjepit rakyat. Ini kejam penjajahan datang dari para pemain yang main dengan kekuatan yang disebut oligarky.

Suara rakyat sedang dimainkan, kini pilpres tinggal beberapa hari lagi. Suara rakyat dimainkan makin gila dengan bansos yang salah tempat. Rakyat teriak DPR diem alias mingkem dan menikmati kursi empuk bahkan lupa mereka adalah wakilnya, tapi kini yang ada dan jadi wakilnya partai.

Yang sedang kami cari saat ini di pilpres bagusanya cari pemimpin yang bijak santun dan untuk rakyat peduli. Bukan untuk golongan dan kelompoknya atau hopengnya.

Pemimpjn yang benar untuk rakyat saat ini dirindukan bukan  untuk keluarga dan kerabat dan yang memuluskan jadi pemimpin dengan bekal masa lalu yang aneh dan tak jelas.  Sehingga jika yang demikan ada terulang maka itulah pupuk korupsi makin megila dan membibuta berlangsung terus.

Kita tahun bahwa Korupsi banyak sekali dan mewarni negeri, bukan karena ada KPK memang ini sudah gaya kongkalikong yang dipelihara atau bagiamana?

Jadi keresahan tokoh akademis bagi saya adalah mewakili  rakyat yang peduli dan ini adalah gelisah yang utuh janganlah dituduh yang tidak-tidak mereka murni, karena inilah yang terjadi bangsa saat ini sedang tidak baik-baik saja. Selamatkan Indonesia. Tabik! (aendramedita, penulis adalah Ketum MPA)