Sketsa Pemilu Serentak: (15)
Tempuh “Jalan Pintas”
Menuju DPRD Jabar?!
KRUSIAL dan gawat darurat. Mungkin ada istilah lain yang lebih pas untuk cara “jalan pintas” dari sementara caleg. Pemilu 2024 sudah berlangsung, Rabu kemarin. Utamanya pemilihan legislatif (caleg).
Ada suasana hati mengganjal. Ditengarai bagi caleg berkantung tebal, tapi tak cukup punya basis jaringan untuk mendulang suara . Tak yakin akan hasil akhir, yang tinggal menunggu penghitungan suara. Bahkan sejak awal sudah merasa bakal kalah. Tak sesuai ekspektasi dan ambisi.
Siapa-siapa di antara caleg yang bakal lolos, tak lagi peduli. Tak sabar, bahkan melakukan sliding tackle yang berpotensi mencederai lawan dan demokrasi itu sendiri. Temuan di lapangan, terindikasi menempuh jalan pintas. Cenderung “gawat darurat”.
Sejumlah jurnalis senior di Bandung mengendus cara tak patut. Caleg diduga dari salah satu partai biru, ditengarai membuka transaksi di kolong meja. Apalagi, kalau bukan — agar beroleh “kepastian” lolos. Transaksi dimaksud diduga melalui oknum, sebut saja “markus” yang mengaku bisa menghubungkan dengan pihak KPU. Kejarannya lolos terpilih menjadi DPRD Provinsi Jawa Barat hasil Pemilu 2024. Sekali lagi, jalan pintas atau “potong kompas”.
Lewat seri “Sketsa Pemilu Serentak 2024”, penulis pernah mengulas sinyalemen di atas. Peringatan hati-hati dan mewaspadai. Aksi money politic dalam bentuk apa pun hingga “serangan fajar”. Endusan tak sedap itu, kali ini berlangsung di seputar dapil Jabar-1. Terindikasi melibatkan caleg berinitial J, yang diduga bermain mata dengan “markus” bernama G.
Komunikasi dimungkinkan sudah berlangsung, sebelum hari pencoblosan 14 Februari lalu. Konon G menawarkan jasa kepada J untuk bisa lolos ke DPRD Provinsi Jabar. Gayung bersambung, J pun meyakinkan pimpinan partainya. Pertemuan tiga pihak pun dilakukan di suatu tempat.
Kesepakatan terjadi. Tawaran jasa sekira Rp 2 milyar, kabarnya pula sudah dipenuhi. Nilai rupiah per orang. Konon mencapai Rp 2,5 milyar. Sejumlah itu diperuntukkan bagi “orda” di KPU Jabar?! Tak jelas, apakah yang sebenarnya atau semata klaim si “markus” yang mengaku punya kedekatan dengan oknum pelaksana pemilu daerah itu?!
Sejumlah nilai transaksi itu di luar jasa “markus” yang berkisar Rp 500 – 800 juta. Tampaknya dengan cara DP (down payment). Terbayangkan hasil akhir lancarjaya dan sukses, si pimpinan partai pun tak cukup ingin meloloskan hanya J seorang. Ada caleg lainnya yang ingin didorong lolos lewat jalan pintas. Di antara dari dapil Sukabumi dan Tasikmalaya. Terindikasi caleg perempuan.
Penelusuran dalam sepekan terakhir, ditengarai spasi krusial ketiga caleg sudah berlaku. Penulis mencoba menelepon untuk klarifikasi, pada malam hari jelang pencoblosan. Tapi tidak direspon. Langkah konfirmasi lanjutan ke Bawaslu Jabar di Jl. Turangga Bandung.
Peristiwa hukum ini dikenal dengan “penggelembungan suara”. Termasuk dengan cara lainnya hingga fokus tujuan akhir. Terpenuhi jumlah suara untuk satu kursi dewan. Hal yang kerap menjadi rumor tak sedap itu dimungkinkan antara lain dari “perjalanan” suara. Dari penghitungan di TPS ke tahap PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan). Perselingkuhan suara dimulai, keterlibatan si markus pun dimulai. Berlanjut dengan skenario perubahan atau penggelembungan suara lewat rapat pleno KPU. Inilah penanganan intensif di ruang unit gawat darurat (UGD).
Skenario itu tak serta-merta mulus. Para pihak pasang mata dan telinga, mengamati setiap kondisi dan situasi. Mereka meyakini, kerap akan ada spasi untuk beraksi. Tak kecuali mengoptimalkan dan atau memanfaatkan kondisi keletihan keletihan para petugas atau bahkan sudah dikondisikan secara berjamaah. Berlaku modus TST (tahu sama tahu).
Penelusuran lain menyebutkan, si markus punya catatan sukses sebelumnya. Menggolkan caleg DPR RI di dapil tetangga. Berdomisili di sekitar Kabupaten Bandung memungkinkannya menggarap perangkat desa. Semata garapan pundi suara untuk caleg dewan pusat itu. Lantas mengolah bersama oknum KPU Jabar pada periode sebelum kini. Oknum KPU yang dipegang si markus, konon berasal dari kabupaten di Priangan Timur.
Pengalaman sukses si markus G itu yang tampaknya meyakinkan pihak caleg J dan pimpinan parpolnya. Karuan, tak ada hambatan untuk merealisasikan jalan pintas “kongkalikong”. Tak semata alasan krusial dan “gawat darurat”. Hanya satu kata: Memalukan!***
laporan : imam wahyudi (iW)
(jurnalis jakartasatu.com)