Aendra MEDITA/ist

Oleh Aendra MEDITA*)

INI menarik kasus Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena ada kesalahan input data tentan perolehan suara capres  2024-2029. KPU memang sudah ngaku dan cuma minta maaf. Lucu nggak sih cuma demikian? Tak ada sanksikah…? Sebelumnya juga KPU (Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari) disebutkan banyak  melanggar etik berulang kali. 

Pertama, kasus Pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim terkait dengan proses pendaftaran calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat batas usia capres-cawapres. Kedua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari, karena terbukti melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres. Sanksi peringatan keras terakhir juha yang ini masuk hampir semua anggota KPU, dengan sanksi peringatan keras terakhir dari DKPP terhadap Hasyim terkait pelanggaran etik itu juga memicu keraguan masyarakat terhadap independensi lembaga penyelenggara Pemilu. 

DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari, karena terbukti melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres. “Hasyim Asy’ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Hasyim terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, masing-masing dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023. DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU yakni August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holid dalam perkara yang sama. 

“Democracy and Electoral Empowerment Partnerhsip (DEEP)  Indonesia meminta agar Ketua KPU menyadari pelanggaran etiknya dan dapat mundur dari jabatannya. Sebab sudah sepatutnya tidak perlu dilanjutkan lagi karena terbukti ada pelanggaran etik,” kata Direktur Neni Nur Hayati, dalam keterangan pada Selasa (6/2/2024). Pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim terkait dengan proses pendaftaran calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat batas usia capres-cawapres. Menurut Neni, dengan sanksi peringatan keras terakhir dari DKPP terhadap Hasyim terkait pelanggaran etik itu juga memicu keraguan masyarakat terhadap independensi lembaga penyelenggara Pemilu. 

“Ketua KPU semestinya juga memiliki rasa malu ketika akademisi sudah menyerukan etika politik harusnya hal ini dapat tercermin dan dimulai dari penyelenggara Pemilu,” ujar Neni. “Jika penyelenggara pemilu sudah seperti ini terhadap integritas Pemilu, kita bisa berharap terhadap siapa lagi?” sambung Neni. Sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari, karena terbukti melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.

“Hasyim Asy’ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2/2024). 

Inilah Catatan Hitam dalam Sejarah Pemilu Kita “Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu 1,” sambung Heddy. 

Ketiga, DKPP juga pernah menjatuhkan pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim. dimana  dia dinyatakan melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) karena bertemu calon peserta pemilu, Hasnaeni Moein, dikenal “wanita emas” yang berasal dari Partai Republik Satu. Pelanggaran Hasyim tidak mengakomodir keterwakilan calon anggota legislatif perempuan dan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang diajukan masyarakat sipil. Menurut pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU melakukan pelanggaran kode etik karena tidak segera berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah buat mengubah Peraturan KPU (PKPU) usai putusan MK diberlakukan. “Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan,” kata Wiarsa dalam sidang.

Ketua KPU Terbukti Langgar Etik, Apa Dampaknya bagi Pemilu 2024?  Ya inilah hasilnya. Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyatakan sikap para komisioner KPU dengan terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik usai putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari PKPU. “Para teradu dalam menaati putusan Mahkamah Konstitusi a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU,” ucap Wiarsa.

Redaksi CNN Indonesia minta maaf terkait kesalahan input data suara Anies 57%.

Redaksi CNN Minta Maaf telah terjadi "Salah Input" sehingga menampilkan real count KPU Anies-Muhaimin menang 57,34% | PORTAL ISLAM
Keterangan tidak tersedia.Apa itu Kebenaran Baru dan Teori Machiavelli?
Jika dilihat KPU ada banyak kasusnya kenapa jadi tak ada sanksi yang berat dan terus saja menjalankan tugasnya. Apakah Ketua KPU masih layak?
Yang makin panas adalah akui ada salah input data suara TPS ke Sirekap adalah fatal, teledor bahkan lalai dan sembrono. Ini soal calon pemimpin bangsa kedepan, bukan untuk kelas RT Bung…!
Sampai kini soal salah hitung atau salah input ini mengkhawatirkan. Inilah kenyataan, bahkan kelas media CNN menulis permohonan maaf khusus salah input. Lanjut lagi esok harinya sebuah media besar nasional juga salah input. Ngeri kali ya….
Sebuah video viral tokoh media dan juga pernah jadi menteri di negeri ini. Artinya dia ini tokoh bangsa mengatakan dalam video disebuah forum kuliah umum disebuah kampus bahwa, di dalam zaman medsos ada yang gila-gilaan, ada yang disebut kebenaran baru, kata Dahlan Iskan yang Prof. DR. (HC)  ini pada 20 Mei 2023 nampaknya jadi konteks dengan saat ini.Keterangan tidak tersedia.
Dikatakannya, jadi kebenaran saja tidak cukup. Kebenaran saja sudah kuno. Jadi siapa yang mengejar kebenaran itu sudah ketinggalan.
Kenapa? Karena ada “kebenaran baru”. Dan kebenaran baru ini berbeda dengan sungguh berbeda dengan kebenaran. Dan kebenaran baru itu nanti dasarnya bukan bukan fakta.

Hah inilah yang membuat kaget. Ini beda dengan hati nurani… Ini jauh dengan elemen jurnalisme Bill Kovach dimana entah media konvensional atau sosial media, harusnya  ruang kegiatan jurnalisme lebih bebas harus  terlebih dahulu ada 10 elemen yang perlu dikenali, 1) Kebenaran karena dalam melakukan jurnalisme adalah kebenaran utamanya. Kebenaran di sini adalah kebenaran fungsional yang ada di dalam masyarakat. Kebenaran yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, di luar kebenaran agama, filsafat, dan lainnya. Tentunya kebenaran di sini bisa direvisi layaknya sejarah dan ilmu pengetahuan. 2) Publik adalah Loyalitas yaitu seseorang yang melakukan kegiatan jurnalisme, fokus yang harus diutamakan adalah masyarakat.  Seorang jurnalis harus menempatkan masyarakat sebagai tanggung jawab mereka, sudah sepatutnya jurnalis untuk mengedepankan urusan dan kepentingan masyarakat dibanding lainnya. 3) Esensi Jurnalistik itu Verifikasi  dari jurnalisme adalah data yang valid dan terverifikasi.  Bukanlah khayalan atau fiksi, namun adalah data yang sebenar-benarnya dari narasumber dan fakta di lapangan. dan seorang jurnalis harus bersikap transparan dan jujur dalam melakukan metode penggalian data maupun dalam mengeluarkan tulisan liputan.4) Jurnalis  Independen,  seorang wartawan harus bersikap independen terhadap sosok-sosok yang ia tulis. Baik dan buruknya selama ada data yang sah dan temuan di lapangan tetap harus ditulis. Ketika seorang wartawan mempunyai opini sendiri mengenai sesuatu atau sosok, wartawan masih bisa menuliskan selama ia masih mempunyai fakta. 5) Jurnalisme Jadi penjaga Kekuasaan dipastikan sepatutnya jurnalisme memantau kekuasaan dan berfungsi untuk menyambung suara yang tertindas. Ada tiga macam liputan investigasi: investigasi orisinal, investigation on investigation, interpretative investigation. Sangat tidak disarankan untuk jurnalis atau wartawan ‘kerdil’. 6) Jurnalisme ruang Publik dimana jurnalisme bukanlah sebuah ruangan privat. Jurnalis harus bisa bisa bertanggung jawab atas semua liputan maupun tulisan yang telah ia buat.  Saat ini media dan teknologi sudah menjadi bagian yang melekat dalam jurnalisme karena mudah dan cepatnya partisipasi publik dalam menanggapi tulisan atau forum. 7) Jurnalisme punya daya pikat dan jurnalis kini tidak hanya harus memiliki keterampilan dalam menulis. Jurnalis juga harus mampu mengemas tulisannya menjadi menarik. Maka dari itu jurnalis memiliki PR besar untuk dapat membuat masyarakat memiliki ruang besar agar tulisan jadi pembelajar. 8) Berita Proporsional berita yang dibuat jangan subyektif. Karena menyajikan suatu berita tidak proporsional kalau subjektif. 9) Hati Nurani dalam berita, harus ada yang seseorang di puncak organisasi berita yang mengambil keputusan redaksional. Harus ada demokrasi dalam ruang redaksi. Editor akan turut bertanggung jawab dalam produk berita. Ada ruang demokrasi, perlu diperhatikan juga Undang-Undang yang berlaku. 10) Hak dan Kewajiban Berita Benar dengan melihat yang terjadi saat ini kita ada di dalam ruang revolusi komunikasi digital. Jurnalisme tida sekadar informasi biasa. Inilah mungkin saripati  Bill Kovach dalam “The Elements of Journalism”.

Jadi kembali lagi soal DI yang mengatakan jadi fakta tidak mencerminkan kebenaran. dan kalau oleh betul-betul kebenaran baru adalah yang absurd.

DI malah mengatakan jadi kalau kita berbantah di media sosial dengan cara menyampaikan fakta-fakta. Tidak ada gunanya. Tidak ada gunanya lagi karena fakta tidak lagi menjadi bagian kenenaran. Kenenaran baru itu datang dari yang disebut persepsi.

Kata Dahlan Jadi kebenaran lama “base on fact”, kebenaran lama bertumpu pada fakta, kebenaran baru ini bertumpu kepada persepsi. Jadi persepsi menjadi dasar kenenaran. Dan persepsi dibentuk bukan oleh fakta fakta, persepsi dibentuk oleh frame yang disebut “framing”. Nah inilah. Jadi apa gunanya Perguruan tinggi kalau orang bisa mencari kebenaran lewat “framing”?. Ini persoalan besar bagi para sarjana ilmu sosial untuk menyelesaikan itu.

“Dan di masa, di zaman gila-gilaan sepeti ini maka fakta tidak dianggap menjadi penting. Yang dianggap penting adalah ” Frame” dan langkah berikutnya ‘actionnya’ adalah yang disebut buzzer,” lanjut Dahlan

Yang menarik DI menyampaikan jadi para pendakwah akan kalah dengan buzzer. Jadi fakultas dakwah harus diganti dengan fakultas buzzer. Ini yang disebut “kebenaran baru”. Apakah ini tak ngeri. Dan ini bagi saya jadi kuatir sekali bahwa jika kesalahan input akan jadi dan menjadi benar dong… Saya kuatir lagi apabila teori Machiavelli saat ini ada dimana para pemimpin tidak boleh bergantung pada keberuntungan, karena namun harus membentuk nasib mereka sendiri, melalui karisma, kecerdikan, dan kekuatan. Menurut Machiavelli, ada dua variabel utama dalam hidup: keberuntungan dan kebajikan.

Dan semoga saja teori Machiavelli bahwa “Siapa pun yang percaya bahwa kemajuan besar dan manfaat baru membuat manusia melupakan luka lama adalah kesalahan.”

Dan saya juga kutip bahwa “Benteng terbaik terletak pada kecintaan masyarakat, karena walaupun kamu mempunyai benteng, benteng itu tidak akan menyelamatkanmu jika kamu dibenci oleh masyarakat.” atau ada juga bahwa “Semua orang melihat penampilanmu, hanya sedikit yang benar-benar mengetahui siapa dirimu,” Jadi menurut Machiavelli, yang filsut dan ahli  dalam realitas teori politik, tujuan selalu menghalalkan cara yang dilakukan—tidak peduli seberapa kejam, penuh perhitungan, atau tidak bermoral cara tersebut. 

Nah loh apakah soal salah input dan “Kebenaran” Baru itu sedang terjadi di negeri ini?

Hayo nagku saja….Tabik!!!!!

*) Jurnalis, dan aktif sebagai data analisa di Citra Survei Indonesia (CSI) dan Pusat Kajian Komunikasi Politik Indoneisa (PKKPI)