Bergabungnya Indonesia Dalam BRICS Sejalan Dengan Politik Bebas Aktif

JAKARTASATU.COM— Hendrajit, pengkaji geopolitik Global Future Institute presentasi di depan Focus Group Discussion membahas tentang Bergabungnya Indonesia Dalam BRICS: “Peluang dan Tantangan”. Diselengarakan oleh Indonesia Consulting Group (ICG), di Jakarta, Jum’at, 23/2/2024.

BRIC merupakan blok kerja sama regional bidang ekonomi dan perdagangan yang dimotori Brazil, India, Rusia, Cina dan Afrika Utara. Dibentuk pada 2009. Sekarang anggota sudah bertambah lima yaitu Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Iran dan Etiopia

“Saya sepakat dengan para narasumber maupun panel para pakar dalam forum ini. Bahwa meski BRICS merupakan blok kerja sama ekonomi dan perdagangan, namun BRICS juga punya potensi menjadi aliansi politik dan militer juga. Mengingat fakta semakin memanasnya konflik global dua adikuasa AS vs Cina,” ungkap Hendrajit dalam membuka presentasinya.

Maka itu untuk menjadi dasar pertimbangan Indonesia gabung BRICS, para pengambil keputusan dan para pemangku kepentingan kebijakan  luar negeri perlu mensyaratkan dua hal :

1. Mengaktualisasikan dan Merevitalisasikan Politik Luar Negeri Bebas Aktif secara imajinatif merespons tantangan dan pergeseran tren global yang berlangsung saat ini.

2. Menjadikan Geopolitik sebagai input proses pengambilan keputusan strategis bidang kebijakan luar negeri. Sehingga kebijakan luar negeri RI benar benar bertumpu pada  pengenalan secara komprehensif dan mendalam atas kondisi dan kekuatan geografis negeri kita sendiri. Baik lokasi geografisnya, kondisi fisik lingkungannya mana yang daerah-daerah berbasis pertanian, mana yang daerah pesisir lepas pantai, dan pegunungan. Lalu mampu mengenali keunggulan sumberdaya alam apa saja di masing-masing daerah. Dan yang tak kurang penting, mampu mengenali peta kekuatan sumberdaya manusianya.

Lebih dalam Hendrajit mengemukakan karena setiap daerah berbeda-beda sesuai karakter kolektif masyarakatnya yang dibentuk oleh kondisi fisik lingkungannya itu. Selain mengenali kondisi dan kekuatan geografi kita, komponen lain dari geopolitik adalah mengetahui dan memahami secara strategis konstelasi geografi dunia internasional tidak saja dalam politik dan ekonomi global, melainkan juga tren perubahan perkembangan sosial budaya.

“Bahkan kerap tren inilah yang menyebabkan peristiwa tak terduga dan tak bisa diprediksi sebelumnya,” ujarnya

“Jadi menurut hemat saya, pentingnya telaah geopolitik sebagai input untuk memutuskan bergabungnya Indonesia dengan otomatis akan sejalan dengan Politik Luar Negeri Bebas Aktif. Yang berarti mengutamakan Kepentingan Nasional RI,” jelas Hendrajit

Hendrajit juga mengungkapkan Succes Story para founding fathers pencetus solidaritas Asia-Afrika yang menjelma menjadi Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 dan Gerakan Nonblok Beograd 1961 hendaknya menjadi sumber inspirasi sekaligus pedoman dalam merespons tantangan global dewasa ini.

“Sehingga bergabungnya Indonesia ke BRICS benar-benar akan menjadi momentum Indonesia kembali jadi pemain sentral di arena global maupun regional,” tandasnya

Hendrajit menegaskan dengan demikian bergabungnya Indonesia sebagai anggota baru BRICS  justru akan semakin meningkatkan pamornya di kalangan negara-negara ASEAN yang notabene merupakan negara-negara yang sekawasan dengan Indonesia, Asia Tenggara.

Bahkan tandas Hendrajit dengan bergabungnya Indonesia pada 2024 sebagai negara pertama di ASEAN, Indonesia  berpotensi memainkan kekuatan penyeimbang di tengah menajamnya konflik global di pelbagai kawasan antara AS dan Uni Eropa vs Cina dan Rusia.

“Bukankah India yang notabene merupakan anggota Common Wealth  negara-negara eks koloni Inggris dan bergabung dalam persekutuan militer empat negara/QUAD juga bergabung dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO) dan BRICS yang diprakarsai Cina dan Rusia?,” tukasnya

Menurut Hendrajit pada intinya, Politik Luar Negeri Bebas-Aktif itu bukan  neither nor. Bukan tidak ke sini atau ke sana. Bebas Aktif itu either or artinya bisa ke sini juga bisa ke sana namun atas dasar skema dan strategi nasional kita sendiri.

Dalam mengakhiri presentasinya, Hendrajit, “Maka itu politik luar negeri Bebas-Aktif itu sebagai gerakan ia pro aktif. Sebagai kebijakan ia konstruktif. Sebagai gerakan ia tahu apa kondisi dan konstelasi global yang dihadapi saat ini sehingga punya visi dan misi. Sebagai kebijakan strategis bidang luar negeri yang konstruktif berarti  akan dengan sendirinya mampu menggambarkan secara imajinatif seperti apa peran unik dan khas Indonesia di arena global maupun regiona sesuai kekuatan geografi kita baik kondisi geografis sosialnya maupun kondisi geografis alamiahnya. Tak terkecuali dalam menetapkan peran aktif kita dalam BRICS pada 2024 mendatang. (Yoss)