Orang-orang yang diselamatkan dari Mediterania tengah menunggu di kapal pencarian dan penyelamatan Doctors Without Borders, Geo Barents, menuju pelabuhan yang aman untuk turun dari kapal. Laut Mediterania, Maret 2022. © MSF
Orang-orang yang diselamatkan dari Mediterania tengah menunggu di kapal pencarian dan penyelamatan Doctors Without Borders, Geo Barents, menuju pelabuhan yang aman untuk turun dari kapal. Laut Mediterania, Maret 2022. © MSF

Memilih Jalan Kekerasan: Kebijakan Uni Eropa Abaikan Keselamatan dan Perlindungan Bagi Para Pengungsi Serta Kaum Migran, Serta Mendorong Kebrutalan Sistematis

JAKARTASATU.COM –– Médecins Sans Frontières (MSF)/Dokter Lintas Batas merilis laporan yang merinci konsekuensi mengerikan dari krisis akibat kebijakan Eropa di kawasan perbatasan dan sekitarnya. Laporan ini diambil langsung dari catatan staf medis dan pasien, 20.000 konsultasi medis, kesehatan mental dan darurat di perbatasan UE, dan lebih dari 8.400 orang yang diselamatkan di laut pada tahun 2023 dengan judul Death, Despair and Destitution: the Human Costs of the EU’s Migration Policies. Isinya menggambarkan penerapan taktik kekerasan yang mengejutkan yang didukung oleh kebijakan Uni Eropa dan negara-negara anggota Uni Eropa, serta diperkuat oleh retorika politik yang semakin tidak manusiawi dari para pemimpin di Eropa.
Sejak peristiwa yang disebut sebagai ‘krisis’ migrasi pada tahun 2015, MSF secara konsisten meminta Uni Eropa dan negara-negara anggotanya untuk mengambil tanggung jawab dalam menangani kebutuhan mendesak akan bantuan dan perlindungan bagi kaum migran dan para pengungsi. Namun, bukan kemajuan yang dicapai, malah normalisasi kekerasan terhadap pengungsi dan migran makin mengakar dengan adanya investasi yang signifikan dari lembaga-lembaga Uni Eropa pada negara-negara pihak ketiga, seperti Niger dan Libya, di mana pengungsi sering kali dihalangi atau dipulangkan secara paksa, dan dihadapkan pada perlakuan tidak manusiawi.
Salah satu contoh investasi ini yaitu pada para penjaga pantai di Libya yang secara rutin menghadang orang-orang dari laut dan membawa mereka ke pusat-pusat penahanan. Tim MSF bekerja di beberapa pusat penahanan ini sejak 2016 hingga 2023, di mana mereka menyaksikan dan mendokumentasikan kondisi kehidupan yang menyedihkan, yang memungkinkan untuk terjadi penyebaran penyakit menular dengan mudah. Pada bulan Desember 2023, MSF menerbitkan laporan peringatan tentang pasien yang melaporkan adanya pemukulan, perdagangan manusia, kekerasan seksual, dan penyiksaan. Antara bulan Januari 2022 hingga Juli 2023, tim medis MSF di pusat-pusat penahanan tersebut mendiagnosis dan mengobati 58 kasus tuberkulosis (TB). Dalam satu kasus, MSF mengadvokasi pembebasan seorang pasien TBC dewasa yang berat badannya kurang dari 40 kg dan menderita gizi buruk, serta tidak dapat menerima perawatan yang benar selama berada di pusat penahanan tersebut.
Pola kekerasan yang bersumber dari Uni Eropa, tidak diberikannya akses terhadap layanan kesehatan dasar, serta keselamatan bagi migran serta pengungsi, juga terjadi di Niger, Serbia, dan Tunisia. Namun, kekerasan ini juga nyata dan terdokumentasi dengan baik di wilayah Uni Eropa.
“Saya berkata pada dokter, ‘Saya ingin tinggal di sini, saya mencari suaka,’ tetapi dia berkata kepada saya, ‘Sejujurnya, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada Anda.’ Lalu, penjaga perbatasan datang ke rumah sakit dan mereka memenjarakan saya selama tiga jam. Setelah itu, saya kembali ke perbatasan,” jelas seorang pasien MSF di Belarus.
Praktik penolakan berulang kali dari negara-negara seperti Polandia, Yunani, Bulgaria dan Hongaria telah didokumentasikan oleh tim MSF. Ada lebih dari 2.000 kilometer tembok perbatasan dan pagar yang dirancang untuk mencegah orang dari luar Uni Eropa, yang sering kali dipasangi dengan kawat berduri, serta diawasi oleh kamera pengintai dan drone, rancangan fisik kebijakan pencegahan dari Uni Eropa tersebut menyebabkan cedera pada mereka yang kemudian dirawat oleh tim medis MSF. Contohnya ditemukan di perbatasan Polandia–Belarusia dan Serbo–Hongaria. Arsitektur tembok ini dilengkapi dengan berbagai otoritas penegakan hukum, yang memberikan perlawanan keras terhadap mereka yang mencari keselamatan, termasuk perlakuan yang merendahkan martabat itu, telah mengakibatkan cedera fisik dan gangguan stres pasca-trauma. Sering kali, mereka yang mencari perlindungan di negara-negara Eropa telah mengalami kekerasan sebelum tiba di Eropa. Di Palermo, Italia, di antara 57 pasien yang dibantu MSF antara bulan Januari dan Agustus 2023, 61 persen melaporkan pernah disiksa di Libya, sementara 58 persen melaporkan menjadi sasaran penyiksaan di dalam fasilitas penahanan. Gangguan stres pasca-trauma sangat umum terjadi pada pasien-pasien ini.
Selain memblokir akses masuk ke Uni Eropa melalui jalur darat, negara-negara anggota Uni Eropa juga telah menarik diri dari kewajiban mereka untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang berada dalam bahaya di laut. Pengalihdayaan tanggung jawab penyelamatan kepada penjaga pantai non-Uni Eropa dan penghentian kapasitas pencarian dan penyelamatan dari pihak Eropa di Mediterania, telah membuat kapal-kapal karam serta kematian yang dapat dihindari, hampir menjadi tragedi sehari-hari di Laut Tengah Mediterania.
Pada 16 November 2021, 99 orang yang selamat diselamatkan oleh Geo Barents sekitar 30 mil dari pantai Libya. Di dasar perahu kayu yang penuh sesak itu, 10 orang ditemukan tewas. Laut Mediterania, November 2021. © Virginie Nguyen Hoang/Collectif HUMA
Pada 16 November 2021, 99 orang yang selamat diselamatkan oleh Geo Barents sekitar 30 mil dari pantai Libya. Di dasar perahu kayu yang penuh sesak itu, 10 orang ditemukan tewas. Laut Mediterania, November 2021. © Virginie Nguyen Hoang/Collectif HUMA
“Keputusan untuk mengaktifkan dan mempromosikan kebijakan kekerasan serta perampasan hak terhadap para pengungsi dan kaum migran, bukanlah  bentuk pencarian solusi politik manusiawi. Hal ini telah mengguncang hati nurani kita secara kolektif. Sebaliknya, kita melihat para pemimpin Uni Eropa melipatgandakan dan bahkan merayakan kebijakan-kebijakan yang tidak manusiawi dalam seruan politik mereka. Hal ini secara langsung bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang dijunjung Uni Eropa.” ujar Ketua Tim Operasional MSF Julien Buha Collette
Uni Eropa dan negara-negara anggotanya harus segera mengubah arah, menerapkan solusi yang berarti terhadap situasi ini, dan bukan memandang migran serta pengungsi hanya dari sudut pandang keamanan, lalu berupaya melakukan dehumanisasi terhadap mereka. Hal ini memerlukan perubahan yang mendesak dan fundamental untuk mengatasi penyebab mendasar dari perpindahan penduduk, yang telah terlalu lama mengakibatkan kematian, cedera, dan trauma jangka panjang yang tidak berperikemanusiaan pada orang-orang yang mencari keselamatan dan perlindungan di perbatasan Uni Eropa. |WAW-JAKSAT