Mantan Gubernur Jawa Barat, Letjen TNI (Purn) Solihin Gautama Purwanegara./ist

In Memoriam Mang Ihin: Tampar Pemain Persib yang Kalah Tanding Final

SOSOK melegenda itu terbaring untuk selamanya. Solihin Gautama Purwanegara yang dikenal nama Solihin GP dan populer dengan sapaan Mang Ihin, menghembuskan nafas terakhir. Wafat dalam usia 97 tahun, Selasa dinihari tadi.

Melegenda, setidaknya dalam tiga rangkai jabatan publik. Gubernur Jawa Barat, Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang), dan Ketum Persib.

Sebutan atau sapaan Mang Ihin yang tiada duanya masa itu. Menunjukkan identitas yang disematkan warga. Asli atau pituin Sunda, berkarakter Jawa Barat. Masa digjaya Mang Ihin berlangsung semasa menjabat Sesdalopbang (1977-1992).

Tak tanggung-tanggung, selama 15 tahun. Terbilang sosok mumpuni “kepercayaan” presiden Soeharto masa itu. Tak tertandingi figur dari Jawa Barat. Jabatan Sesdalopbang identik dengan helikopter yang kerap ditumpangi dalam setiap kunjungan kerja ke daerah. Tak kecuali mendaratkan helikopter di Stadion Siliwangi, Bandung — untuk menyela dukungan pada Persib.

Penulis mencatat dua moment kenangan tak terlupakan, mungkin saja bersejarah — bersama Letjen TNI Purn. Solihin Gautama Purwanegara.

Dikenang sebagai Gubernur Jawa Barat (1970-1975). Saat Kantor Gubernur masih menempati Gedung Kertamukti di Jl. Braga, OSIS Kota Bandung yang baru dua tahun berdiri — menyampaikan aspirasi pada 1974. Saya terlibat, saat berusia 17 tahun.

Moment berikutnya di Stadion GBK Senayan, Jakarta, usai final Kompetisi Divisi Utama PSSI 1984. Kali ini, penulis menjadi jurnalis yang meliput. Sebagai Sesdalopbang yang juga Ketum Persib. Tentu, Mang Ihin memberikan dukungan langsung skuad Persib yang siap melawan PSMS. Tak kecuali, Mang Ihin turun dengan helikopter — sebelum pertandingan dimulai.

Dua tim “musuh bebuyutan”, kembali bentrok di pemuncak kompetisi. Bahkan menjadi kali ketiga. Mirip el clasico Indonesia masa itu. Dua laga final sebelumnya, Persib kalah. Kali ini, Persib bertekad “balas dendam”. Bentuk dukungan lainnya yang tak biasa, Mang Ihin memboyong Sate Hodori dari Stasiun Hall Bandung ke Hotel Century, Jl. Pintu I Senayan, tempat tim Persib menginap. Tentu, bakal menjadi menu perayaan kemenangan.

Harapan tak selalu sama dengan kenyataan. Persiapan dan tekad menyertai semangat Persib. Menang dan juara. Bahkan seolah sudah di depan mata. Persib yang sempat unggul 2-0. Penonton berjubel melebihi kapasitas stadion, hingga luber ke sisi lapangan. Siap merayakan gelar juara. Tak dinyana, tim “musuh bebuyutan” PSMS berhasil menyamakan skor hingga adu penalti. Apa hendak dikata, Persib dipaksa menerima kekalahan pahit itu.

Adegan berikutnya, sudah bisa diduga. Para pemain tertunduk lesu meninggalkan arena. Spasi inilah moment bersejarah itu berlangsung. Mang Ihin yang berlatar tentara bagai tabu melihat pemandangan buram itu. Dengan sigap berdiri, beliau meminta para pemain (tetap) berjalan tegap. Tampak adegan beliau mendongakkan kepala pemain dari sebelumnya tertunduk. Di antaranya bahkan ditempeleng (ditampar).

Sebuah peristiwa yang bermakna pembelajaran atas konsekuensi dari kompetisi. Senantiasa menjunjung tinggi sportivitas. Selamat jalan, Mang Ihin.***

– imam wahyudi (iW)
jurnalis senior di bandung