Sketsa Pemilu Serentak: (17)

Ubah Desain dan Sistem Pemilu!

By Imam Wahyudi 

UBAH desain pemilu! Ubah pula sistemnya! Selama tidak diubah, selama itu pula berlaku sengkarut. Ragam masalah, praktis menyertai kepemiluan itu.

Berbagai kendala muncul, utamanya usai pencoblosan. Terkait hasil penghitungan suara (rekapitulasi). Berulang dan berulang. Dari pemilu ke pemilu. Terbukti tak lebih baik dari sebelumnya. Bahkan di antaranya, tampak amburadul dan cukup merata di banyak daerah.

Lontaran koreksi banyak pihak terhadap hasil pemilu, menunjukkan — bahwa paket demokrasi itu bermasalah. Meliputi semua (baca: lima) model pemilihan. Tak cuma pilpres, tapi juga pileg (tiga jenjang) hingga pemilihan DPD.

Desain pemilu yang bukan cuma membingungkan. Sekali gus membuat bias pemilih dalam memilah dan memilih. Lima model pilihan yang mengaburkan pilihan itu sendiri. Daya tarik pilpres, cenderung menomorduakan pemilihan legislatif (pileg). Pun “mengabaikan” pemilihan DPD (dewan perwakilan daerah -pen) yang kadung serupa formalitas. Sebuah konsekuensi pemilu serentak yang serentak pula bertabur masalah.

Desain pemilu, mungkin saja tak mudah diubah — selama dengan format “pemilu serentak”. Harapan utama, tentu pada sistem pemilunya. Pemungutan suara secara konvensional dan manual, tetap berpotensi memicu masalah. Utamanya dalam proses rekapitulasi penghitungan secara berjenjang.

Konon sudah menjadi “rahasia umum”. Pada proses berjenjang itu membuka ruang terjadinya pelanggaran. Pada posisi hasil penghitungan suara TPS, relatif tanpa pengawalan. Di sini pula, dugaan penggelembungan suara berlangsung. Pun sebaliknya, suara bisa tercecer — bahkan hilang. Di area blank spot ini pula dimungkinkan transaksi “jual-beli suara”. Antara oknum yang mengatasnamakan KPU dengan pihak berkepentingan. Dalam hal ini pihak caleg, baik langsung mau pun tak langsung.

Desain dan sistem pemilu yang berpotensi membuat “bulan-bulanan” para awak pelaksana. Beban kerja yang berat dan berlangsung maraton. Mengingatkan tragedi Pemilu 2019 yang menelan korban 894 orang petugas dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Kali ini, proses rekapitulasi suara tengah berlangsung. Terjadi kericuhan di banyak sidang pleno KPU daerah. Kian menguatkan perlunya evaluasi secara komprehensif. Terbukti gagal sistem. Di era teknologi informasi yang kian maju, sistem pemilu harus diubah. Sudah seharusnya ditinggalkan tata-cara konvensional dan manual.

Saatnya, pemilu menggunakan e-voting. Pemungutan suara secara elektronik. Tata-cara yang lebih transparan dan akuntabel. Meminimalisasi berbagai bentuk kecurangan. Dan yang terpenting, setiap pemilih bisa memonitor posisi suara pilihannya.***

– imam wahyudi (iW)