Ilustrasi AI | WAW
Ilustrasi AI | WAW

Dilema di Era Pemerintahan Jokowi: Jadi Seperti Padi atau Beras?

Oleh: WA Wicaksono, Storyteller
“Jadilah seperti padi, semakin berisi semakin merunduk”. Pepatah yang filosofis ini sudah tak asing lagi di telinga kita karena sering diucapkan untuk mengingatkan agar kita rendah hati saat memiliki banyak ilmu dan pengetahuan.
Namun, di bawah kepemimpinan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di tengah kondisi Indonesia saat ini, ada pertanyaan yang muncul: masih pantaskah kita meniru padi?
Yang ada justru muncul pepatah dengan filosofi baru, “jadilah seperti beras, semakin hari semakin naik”. Pepatah ini memang muncul terkait dengan harga beras di Indonesia yang terus-terusan melambung. Mari kita merenung sejenak tentang makna dari kedua filosofi ini dan apa yang seharusnya kita lakukan dalam kondisi yang semakin sulit ini.
Tentu saja, di satu sisi, filosofi padi tetap relevan. Saat ini, banyak orang dengan mudahnya menunjukkan kesombongan di media sosial, memamerkan kekayaan dan pencapaian mereka. Dus, sikap rendah hati seperti padi akan menjadi oase yang langka namun diharapkan di tengah kesombongan tersebut.
Namun, di sisi lain, jika dimaknai secara verbal, bicara mengenai sang penanam padi, kondisi petani Indonesia ironisnya justru mencerminkan arti negatif dari filosofi padi tersebut. Para petani, yang bekerja keras menanam padi, justru semakin menunduk terpuruk. Harga beras yang terus naik, tak sebanding dengan penghasilan mereka. Lebih ironis lagi banyak petani yang tak lagi mampu membeli beras hasil panen mereka sendiri.”Semakin berisi, semakin menjerit”. Plesetan ini seperti ejekan pahit, menunjukkan kekecewaan terhadap kenyataan pahit yang dihadapi para petani.
Filosofi beras terasa tepat dalam menggambarkan kenaikan harga beras di Indonesia mencerminkan realitas yang benar-benar pahit. Meski Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah petani yang besar, banyak petani yang mengalami kesulitan hidup. Kenaikan harga beras yang terus menerus tidak sebanding dengan kenaikan penghasilan para petani. Ironisnya, banyak petani yang kini sulit membeli beras sendiri karena harga beras yang melambung tinggi
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Pertama, pemerintah perlu memberikan perhatian serius pada kesejahteraan petani. Harga beras yang stabil dan terjangkau, serta subsidi pupuk dan alat pertanian, adalah langkah awal yang penting.
Kedua, perlu ada edukasi kepada masyarakat untuk menghargai hasil panen petani. Membeli beras dengan harga yang wajar adalah bentuk penghargaan terhadap jerih payah mereka.
Ketiga, para petani perlu didorong untuk meningkatkan kualitas panen dan diversifikasi usaha tani. Hal ini dapat membantu meningkatkan penghasilan mereka.
Menjadi seperti padi adalah pepatah dengan makna filosofi yang indah. Namun, dalam situasi yang tidak adil seperti ini, kita perlu melihat kenyataan dan mencari solusi yang tepat.
Kita tidak bisa terus menerus menunduk seperti padi, sementara harga beras terus melambung tinggi. Kita perlu bangkit dan bersatu untuk memperjuangkan kesejahteraan para petani, agar mereka dapat hidup dengan layak.
Kondisi seperti ini mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap nasib para petani dan mempertanyakan kebijakan yang ada. Perlukah kita terus mengandalkan impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri? Atau seharusnya kita lebih mendukung produksi beras lokal dengan memberikan insentif kepada para petani?
Sudah semestinya pemerintah Jokowi berupaya memberikan solusi yang tepat. Bukan sekedar memberikan retorika dangkal seperti seperti yang diucapkan Jokowi, “Kalau beras turun dimarahi petani, kalau naik dimarahi ibu-ibu.”
Mari bergandengan tangan, ibarat padi yang tumbuh berumpun, untuk membantu para petani. Jangan sampai padi yang menunduk karena berisi, justru menjadi simbol kesusahan dan keputusasaan. Tabik.