ilustrasi/ist
ADA ungkapan kenapa orang risi jika di kritik? Nah inilah yang saat terjadi. Ungkapan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal pengkritik pemerintah disoroti dan dinilai jika kritik jelek yang terus diberikan kepada pemerintah untuk angkat kaki dari Indonesia.
Wow segitunya…..
Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie meresponnya  dan mengatakan bahwa itu  tidak sejalan dengan marwah demokrasi.
“Pejabat publik tidak boleh antikritik dalam menjalankan roda pemerintahannya,” katanya, Senin, 18 Maret 2024 di kutip media Indonesia.
Hal tersebut diduga berkaitan dengan Prof Koentjoro setidaknya ikut dalam dua aksi civitas akademika. Pertama adalah ‘Petisi Bulaksumur’ pada Januari 2024 lalu. Kedua adalah ‘Kampus Menggugat’ pada Selasa pekan lalu (12/3/2024).
Di dalam tayangan video INews yang diunggah akun Maudy Asmara, Prof Kuntjoro menuturkan, intimidasi itu ada yang berupa kiriman pesan berisi hinaan serta caci maki. Terakhir dia mengalaminya pada Sabtu (16/3).
“Kemarin pagi via WA jam 06.45 WIB. Intinya ‘orang tua nggak tahu diri, curang, curang, curang’. Saya dianggap Pro 03. (Dibilang) Mau cari jabatan, ‘ingat janggutmu sudah tua’,” kata Koentjoro
Guru besar kelahiran 27 Februari 1955 tersebut mengatakan, si pengirim pesan bukanlah pendengung (buzzer). Saat ditelusuri, diketahui lokasinya terlacak di Batam.
“Hanya satu dan loneolf bukan buzzer, soalnya saya ancam balik dia diam. Yang bersangkutan mem-bully saya di atas nomer HP nya ada logo KPK, karena jelas nggak ada kaitannya (dengan instansi tersebut), maka saya ancam balik saya laporkan dia diam. Saya dibantu teman dari Polda, terlacak dari Batam,” ungkapnya.
Intimidasi lain yang dialami Prof Koentjoro adalah, dirinya pernah didatangi orang yang mengaku dari Kalimantan hingga dua kali. Gangguan tersebut dia dapatkan usai ikut dalam aksi ‘Petisi Bulaksumur’.
“Itu lebih banyak. Pelakunya buzzer kalau itu, bicaranya juga nggak sopan. Bahkan kata Satpam Fakultas Psikologi, saya di kantor ada yang mendatangi 2 kali, ngakunya dari Kalimantan,” ucap dia.
Dengan segala intimidasi yang ia terima, Prof Koentjoro menegaskan dirinya tidak takut dengan segala gangguan tersebut.
Kuntjoro mengatakan aksi moral yang dilakukan di kampus UGM bukanlah didorong dengan kebencian terhadap Presiden Joko Widodo tapi untuk masa depan demokrasi di Indonesia.
 Diketahui, sebelumnya civitas akademika UGM membuat gerakan ‘Petisi Bulaksumur’, kemudian dilanjut dengan gerakan ‘Kampus Menggugat’. Mereka mengkritik kondisi demokrasi saat ini dan mengajak untuk mengembalikan etika dan konstitusi yang terkoyak selama lima tahun terakhir.
Pernyataan sikap ‘Kampus Menggugat’ di Balairung UGM pada Selasa (12/3) itu dihadiri sejumlah guru besar UGM seperti Prof Koentjoro, Prof Wahyudi Kumorotomo, Prof Budi Setiadi Daryono, Prof Sigit Riyanto. Ada juga dosen yakni Zaenal Arifin Mochtar, lalu hadir Wakil Rektor UGM Arie Sujito.
Kenapa begitu ya…saat ini bangsa ini kenapa juga? Apa yang membuat bangsa itu antiu kritik dan bikin panas saja bahkan bagus kritik itu diterima sebagai satu koreksi…
Jika kita ingat wartawan tiga zaman sekaligus pelaku sejarah, Mochtar Lubis pernah menyampaikan pandangannya mengenai sifat-sifat yang khas melekat di dalam diri masyarakat Indonesia. Sederet ucapan itu ia sampaikan di atas podium Taman Ismail Marzuki, Jakarta hingga dituangkan dalam sebuah buku berjudul Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungan Jawab).
Kala itu, tepatnya 6 April 1977, apa yang keluar dari mulut pendiri Kantor Berita Antara ini membuat gusar hati pendengarnya. Lebih-lebih setelah publikasi bukunya meluas, pro dan kontra berseliweran di mana-mana.
Hampir semua sifat orang Indonesia di mata seorang Mochtar tak ada baiknya, dipandang sebagai bentuk olok-olok, dan bernada merendahkan.
Barangkali, sinisme yang dilontarkan Mochtar itu merupakan otokritik populer terhadap rasa bangga terhadap diri sendiri atas keunggulan yang kerap dicitrakan memiliki sifat ramah dan mudah senyum, tenggang rasa, dan gemar bergotong royong.
Setelah lebih dari 40 tahun berlalu, bagi sejumlah pihak, pandangan Mochtar yang begitu tajam itu dianggap masih relevan dan mendarah daging di diri masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Kita bisa melihat dengan mata kepala sendiri, berita mengenai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dari tahun ke tahun tak pernah padam. Perhatikan saja, sudah berapa ratus orang yang ditangkap tapi tak juga kapok. (asianpost.id)
Media asianpost.id menulis juga, di masa menjelang Pilkada dan Pilpres 2024 ini setiap bulannya ada saja pejabat yang terjerat kasus korupsi. Bahkan belum habis setahun, sudah ada dua menteri yang melakukan korupsi.
Jika dibandingkan dengan kehidupan masyarakat yang ada saat ini, apakah keenam sifat masyarakat Indonesia menurut Mochtar Lubis masih bisa dikatakan sama dengan sudut pandangnya yang dulu dikemukakan.
Berikut adalah keenam sifat manusia Indonesia menurut pandangna Mochtar;
  1. Hipokritis dan Munafik
Sifat yang satu ini cukup menonjol di tengah kehidupan kita. Sistem feodal di masa lalu yang menekan rakyat Indonesia menjadi sumber dari hiprokisi yang dahsyat, baik datang dari urusan keagamaan, sosial, hingga masalah korupsi.
Agama datang untuk memperkaya kehidupan jiwa manusia Indonesia, namun tak sepenuhnya mampu dirasakan karena dihantarkan dengan kekerasan, paksaan, hingga persekutuan dengan kekuasaan lain. Begitu pula orang-orang yang menentang korupsi namun turut juga melakukan korupsi.
Banyak dari manusia Indonesia yang mengatakan bahwa hukum yang diterapkan dalam negeri ini telah bersikap adil, namun pada kenyataannya pencuri kecil masuk penjara, namun koruptor bebas keluar masuk penjara.
Kondisi tersebut tak berubah ketika kita mengingat kasus pencurian bambu yang dilakukan oleh sepasang nenek dan kakek di Gorontalo yang memaksa mereka disidangkan di Pengadilan Negeri Limboto. Kontras dengan pelaku korupsi besar yang beberapa kali lolos dari sidang.
  1. Enggan Bertanggungjawab atas Perbuatannya
Menurut Mochtar Lubis, kata “Bukan saya” adalah kalimat paling populer di mulut manusia Indonesia. Kesalahan yang dilakukan oleh atasan digeser ke bawahannya, dan terus dilakukan sampai pemegang jabatan paling bawah.
Sejumlah kasus korupsi yang terjadi di Indonesia hingga kini dilakukan tak hanya oleh pimpinan, namuna juga merambah ke pekerja bawahan mereka. Dari kasus tersebut, diduga ada sistem bagi hasil dari keuntungan yang didapat dari aksi korupsi mereka.
Salah satu kalimat familiar yang ada di tengah masyarakat perkotaan seperti Jakarta, terutama kalangan menengah ke bawah adalah “Saya hanya melaksakan perintah dari atasan.” Pernyataan tersebut hingga kini masih melekat pada banyak oknum keamanan untuk sekedar menutupi hati nurani mereka.
  1. Jiwa Feodal
Salah satu tujuan dari revolusi kemerdekaan Indonesia adalah membebaskan manusianya dari feodalisme. Namun pada kenyataannya, bentuk-bentuk feodalisme baru terus bermunculan hingga kini.
Sikap-sikap feodalisme dapat kita lihat dari bagaimana pemerintah kita dalam urusan jabatan, banyak yang masih mengutamakan hubungan atau kedekatan ketimbang kecakapan, pengalaman, maupun pengetahuannya. Jiwa feodal ini tumbuh subur tak hanya di kalangan atas, namun juga bawah.
Masalah feodalisme ini tidak lepas dalam kenyataan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia kini. Politik ‘bagi kursi’ atau bagi-bagi jabatan yang terjadi dalam kancah politik Indonesia adalah salah satunya.
  1. Percaya Takhayul
Hal yang satu ini tak lepas dari kebudayaan dan tradisi bangsa Indonesia. Mereka masih percaya benda-benda disembah untuk memperoleh berkah. Tak jarang nyawa pun dipertaruhkan sebagai bagian dari persembahan.
Sampai saat ini pun, kita masih melihat secara nyata bagaimana banyak program televisi yang menayangkan hal-hal berbau magis dan gaib. Nyatanya, hal tersebut masih saja menghibur manusia Indonesia saat ini.
Tak hanya tayangan berbau takhayul, pengobatan yang mengandalkan dukun dan sihir pun masih terus dilakukan oleh masyarakat daerah di Indonesia. Kepercayaan itu terus dilakukan meski tak ada penelitian yang mampu membuktikan keabsahannya.
Pendidikan menjadi salah satu benteng yang kuat untuk menghalau pemikirian-pemikiran tersebut. Dengan pengetahuan yang memadai, hal tersebut akan mampu lebih dikaji ulang agar mampu diterima secara logika.
  1. Artistik
Kepercayaan yang menjadi bagian dari budaya manusia Indonesia rupanya membawa mereka tumbuh menjadi manusia yang dekat dengan alam. Hasilnya, manusia Indonesia memiliki daya artistik yang cukup tinggi.
Banyak hasil kerajinan masyarakat Indonesia yang diakui dunia. Sebut saja tembaga, batik, tenun, patung kayu dan batu, hingga ukirannya. Mereka adalah bagian dari daya imaginasi yang tumbuh subur di tengah masyarakat Indonesia.
Bagi Mochtar Lubis, ciri ini merupakan salah satu yang paling menarik dan memiliki pesonannya sendiri. Ciri ini mampu menjadi tumpuan hari depan manusia Indonesia.
  1. Watak yang Lemah
Berwatak lemah adalah alasan mengapa orang-orang Indonesia cenderung tidak berpikir jernih sehingga mudah terbawa arus dan terprovokasi.
Kelemahan inilah yang dahulu membuat orang-orang Eropa mudah mengelabui orang-orang Indonesia di masa penjajahan.
Sayangnya, bahkan sampai sekarang pun teknik adu domba masih begitu ampuh, khususnya di tahun politik.
Demikian 6 sifat khas masyarakat Indonesia menurut sudut pandang Mochtar Lubis.
Ungkaoan Mocthar Lubis  ada benarnya dan masih relevan saat ini bahkan pada  tahun-tahun ini, di mana persaingan politik semakin kental, korupsi dianggap hal yang lumrah akan menjadi pembuktian benar atau tidaknya pandangan Mochtar.
Nah saat ini bagaimana soal Demokrasi Indonesia?
Apakah Demokrasi Konstitusional, Demokrasi Parlementer, sampai Demokrasi Liberal. Indonesia menganut Demokrasi yang mana? Indonesia sendiri menganut Demokrasi Pancasila, terlepas cukup banyaknya pandangan dan pendapat mengenai Demokrasi mana dan Demokrasi jenis apa yang sebenarnya saat ini sedang dijalankan dan diterapkan di Indonesia.
Gagasan ini yang menjadi ciri dari salah satu jenis Demokrasi, yakni Demokrasi Konstitusional. Yang mana, macam-macam pembatasan atas kekuasaan yang dimiliki pemerintah tercantum dalam konstitusi. Ahli sejarah dari Inggris, John Dalberg-Acton, atau karib dikenal dengan nama Lord Acton, berpendapat kekuasaan pemerintah perlu dibatasi, mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan manusia itu sendiri tak luput dari kelemahan yang melekat pada dirinya.
Pendapat Acton ini lantas menjadi terkenal: “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya secara tak terbatas pula (Power tends corrupt, but absolute power corrupts absolutely).”
Secara singkat, sejarah munculnya Demokrasi berawal dari era Yunani kuno. Kala itu, Demokrasi yang terdapat di negara-kota Yunani kuno — abad ke-6 sampai abad ke-3 SM — berbentuk Demokrasi Langsung (Direct Democracy). Demokrasi Langsung ini berupa sistem pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas (yang terbanyak).
Demokrasi Langsung ini berjalan secara efektif karena ada dua faktor penting: wilayah yang terbatas (negara terdiri dari kota dengan daerah kecil sekitar kota) dan jumlah penduduk yang relatif sedikit.
Nah baiknya apa yang diucapkan harusnya dipikirkan, karena kritik itu bagus dan perlu atau sebaliknya bukan yang kritik yang harusnya tidak disini tapi yang banyak kerjaan proyek asing dan pribumi dilupakan, karena kalau banyak intervensi asing bangsa ini mana dan identitas malah jadi punah….Jadi masa kritik tak boleh…bukannya aneh ya….!?!  Tabik..!