Ribuan Mahasiswa Diduga Menjadi Korban TPPO Bukti Neoliberalisme Pendidikan Indonesia

JAKARTASATU.COM— Pemerhati Pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji menanggapi kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok magang di Jerman yang menimpa ribuan mahasiwa Indonesia, hal tersebut disampaikan dalam siaran pers, Jakarta, Senin 25/3/2024.

“Inilah dampak dari Neoliberalisme Pendidikan Indonesia. Kasus-kasus semacam ini akan bermunculan saat pendidikan dikelola dengan mekanisme pasar. Pemerintah sekedar membuat kebijakan, stakeholder pendidikan disuruh cari jalan sendiri mulai dari anggarannya sampai implementasinya. Amerika yang negara liberal saja pendidikannya tidak dikelola dengan cara seperti ini. Kondisi ini sangat memprihatinkan.” urai Indra dihadapan wartawan.

Menurutnya, semua ini diawali dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang tidak dibuat berdasarkan kajian akademis, terbukti sampai hari ini tidak ada Naskah Akademik dari program tersebut.

Ia mengungkapkan konversi 20 sks dalam MBKM melalui program magang mahasiswa sepertinya menjadi pemicu baik bagi kampus maupun mahasiswa untuk mengikuti program magang di Jerman ini.

“Sepertinya impian kita untuk mendapatkan Bonus Demografi akan tergantikan dengan Bencana Demografi. Kelompok terpelajar kita ternyata bisa dijual dengan mudahnya seperti budak. Dan yang diduga menjual mereka adalah institusi pendidikan yang harusnya memberikan bimbingan dan pendidikan bagi mahasiswanya. Ini ironis saat lembaga pendidikan justru menjerumuskan anak didiknya,’ ujar Indra dengan nada sedih.

Indra menyampaikan bahwa ada dua jenis tenaga kerja yang dicari di luar negeri, yang *pertama* adalah tenaga-tenaga ahli yang sangat spesifik dimana orang lokal tidak mampu memenuhi kuota kebutuhan tenaga kerja bidang tersebut, yang *kedua* adalah tenaga kerja kasar. Tenaga kerja kasar ini biasanya diisi oleh warga negara asing dan banyak yang ilegal karena izin kerjanya sulit didapat untuk pekerjaan yang memang tidak membutuhkan keterampilan khusus.

Lanjut Indra, jika dibandingkan dengan penghasilan dengan bekerja di Indonesia memang terlihat jauh sekali perbedaannya. Dan hanya di Indonesia, orang mau bekerja harus membayar dulu termasuk untuk urusan magang ini. Di negara lain orang bekerja untuk dibayar, disini orang terbiasa membayar pada pihak-pihak tertentu untuk diterima kerja.

“Seorang pengantar pizza di Amerika Serikat bisa mendapatkan penghasilan US $5,000 per bulan atau sekitar Rp 75 juta. Ini pengalaman saya waktu tinggal disana. Tapi tidak ada manfaatnya bagi mahaiswa untuk magang sebagai pengantar pizza. Sepertinya agensi yang diduga melakukan TPPO ini mencari model-model kerja kasar atau unskilled workers yang memang sangat dibutuhkan disana,’ imbuh pria berkaca mata ini.

Seyogyanya, pihak kampus paham situasi dan kondisi ini. Jika kampus benar terlibat, sepertinya secara fundamental ada yang keliru dalam tata kelola pendidikan kita. Pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 akan menempatkan pemerintah untuk melindungi segenap bangsa, akan mencerdaskan, mewujudkan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Pemerintah harus turut bertanggung jawsab dalam kasus ini.

“Saya rasa kita harus duduk bersama dan menata ulang sistem pendidikan Indonesia yang sesuai dengan dasar negara dan konstitusi. Kita butuh cetak biru pendidikan Indonesia yang benar-benar mencerdaskan bangsa. Semoga dengan kasus ini, fenomena ordal (orang dalam) bisa terhapuskan. Sistem pendidikan Indonesia tidak bisa dikelola dengan mekanisme pasar,’ pungkas Indra. (Yoss)