“GIBRAN RAKABUMING RAKA ASET ATAU BEBAN BAGI PRABOWO SUBIANTO”
(2)
By Eddy Junaidi / Nusantara Institute
Apakah masuk akal bahwa Prabowo Subianto mempertahankan Gibran Rakabuming Raka yang menjadi target diskualifikasi paslon 02?
Bak memegang bara panas, pasti akan dilepas akibat perlawanan Civil Society jika berubah menjadi people power. Apalagi orang di sekitar Prabowo akan memprovokasi dirinya untuk melepas Gibran jika people power terjadi. Dengan biaya berapa pun, dengan watak politik yang biasa khianat (terhadap mertua1998) dan umat Islam (Habib Rizieq Shihab) pada Pilpres 2019, serta jiwa Ken Arok (Machiavellisme), akan dengan tegas dan mudah dia langgar komitmen dengan Joko Widodo.
Sebaliknya, Joko Widodo dengan politik Makiavelisme akan berusaha mempertahankan Gibran sebagai Wakil Presiden terpilih untuk kelanjutan dinasti Iriana-Joko Widodo.
Sebenarnya carut-marut negara Republik Indonesia ini hanya disebabkan hasrat dua keluarga ini. Jadi Prabowo Subianto dan Joko Widodo akan bersekutu taktis, berkolaborasi untuk mencapai tujuan subjektif masing-masing sebagai tujuan strategis yang tentu berbeda “kebutuhannya”. Ke depannya, dengan ulah dua orang tersebut membuat “drakor” terbesar abad ini bagi bangsa dan negara Indonesia.
Strategi Joko Widodo, mendukung Prabowo Subianto asal Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden. Dukungan terbuka Joko Widodo dipastikan setelah Gibran lolos perihal umur berdasarkan persyaratan menjadi Presiden. Hal itu adalah dampak dari Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi yang saat itu adalah pamannya sendiri dengan membawa misi keluarga Iriana Joko Widodo. Dengan “cawe-cawe” kapasitas seorang Presiden yang dibungkus oleh Jokowi Effect (teknologi kecurangan), berhasil memenangkan paslon 02; Prabowo utang budi kepada Joko Widodo. Bagi orang Timur, utang budi dibawa mati.
Akankah Prabowo Subianto membalas budi Joko Widodo? Sabar, kita tunggu apa yang akan terjadi sampai Oktober 2024 saat pelantikan sah secara De jure. Keberhasilan Jokowi Effect menjadikan 1–0 untuk Joko Widodo dari segi obligasi moral. Kenyataan politik masih panjang setelah dilantik pada Oktober 2024 sampai dengan 2029, jika bisa bertahan melewati people power yang dikuatkan Hak Angket (duet Jusuf Kalla dan Megawati Soekarnoputri), apakah juga didukung oleh Surya Paloh?
Surya Paloh aslinya sangat pragmatis, tetap kita hargai jalan yang akan dia putuskan, persis ketika Nasdem sebagai partai pertama yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres. Joko Widodo berharap Prabowo memegang teguh komitmen, padahal seorang Prabowo Subianto akan menempuh jalan termasuk bersekutu taktis bersama Joko Widodo dengan mempermalukan diri dan berkhianat terhadap umat Islam (2019).
Joko Widodo tetap harus monitoring atas sikap dan perilaku Prabowo dengan operasi tertutup (ala intelijen) dengan soft power, agar tidak diketahui oleh yang bersangkutan. Selanjutnya, tentu selain Gibran, Joko Widodo harus menitipkan orang kunci pada Kabinet Prabowo-Gibran; bisa Pratikno yang saat ini sebagai Menteri Sekretaris Negara; bisa seseorang yang tegak lurus padanya sebagai mata dan telinga, untuk mengantisipasi jika Prabowo cenderung akan berkhianat.
Jangan menjebak Gibran untuk berbuat kesalahan yang dapat membuatnya berhalangan tetap, atau perbuatan tercela (pidana) yang bisa menjadi syarat untuk diganti di tengah jalan. Apalagi sekutu taktisnya (dengan lawan politiknya dari AKABRI angkatan 1973) yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai politisi reformasi yang “cerdas secara politik” dibandingkan dengan Prabowo Subianto yang naif. Dua orang ini juga akan berkolaborasi karena Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sudah diangkat menjadi menteri yang bisa menjadi modal baginya untuk menjadi calon presiden 2029. AHY lebih unggul daripada Gibran dari segi kapasitas, kapabilitas, integritas sebagai pemimpin muda masa depan.
Setelah menjadi Presiden, Prabowo lebih memerlukan SBY daripada Joko Widodo yang akan menjadi beban setelah lengser. Ini adalah pragmatisme realitas politik karena hanya sekutu taktis untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.
Jika Joko Widodo menjadi Ketua Umum Partai Golkar (sesuai rencana terselubung berikutnya), apakah bargaining position dengan Prabowo di parlemen akan diperhitungkan, dan minimal Golkar mempunyai kemampuan untuk bermain di Senayan? Setelah Joko Widodo tidak menjadi Presiden lagi, akan kehilangan kendali dari TNI/Polri; pasti sepenuhnya akan dikendalikan oleh Prabowo. Apalagi didukung oleh Wiranto, Agum Gumelar, dan Luhut Binsar Pandjaitan yang berbalik mendukung Prabowo dalam permainan drama politik pasca 2024. Semua orang itu untuk bertahan, karena telah menjadi pendukung Joko Widodo selama 10 tahun ini.
Tentu saja Prabowo setelah menjadi Presiden akan sangat kuat jika dia bisa berdamai dan mengatasi people power dengan pendekatan soft power. Walau penulis tidak yakin. Alasannya, karena sahabat yang diseganinya, Suryo Prabowo sudah menjauh semenjak proyek Food Estate dan pembelian alutsista (alat utama sistem senjata) bekas dari Qatar.
Jenderal TNI (Purnawirawan) sekitar dirinya seperti Sjafrie Sjamsoeddin, dan Tim Mawar tentu sedang harap-harap cemas untuk dipilih oleh Prabowo menjadi anggota kabinetnya. Begitu juga dari Gerindra, seperti: Sufmi Dasco Ahmad, Fadli Zon, dan lainnya. Euforia mulai dari bonus Bintang 4 (HOR) dan tahta Presiden kedelapan tidak cukup bagi seorang Prabowo Subianto untuk tegak lurus kepada seorang Joko Widodo yang pensiunan Presiden dengan skema penitipan anak pada periode 2024–2029.
CATATAN Aendra MEDITA*)MEMBANGUN ruang kebudayaan yang bermartabat dan kuat membutuhkan komunikasi strategis yang mampu menjembatani berbagai pihak. Ada beberapa elemen yang dapat memperkuat ruang...
JAKARTASATU.COM- Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI Pusat) KH Cholil Nafis mengunggah Keputusan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Kepala...
Prabowo Usul Kepala Daerah Dipilih Oleh DPRD, Ini Reaksi Pengamat dan Partai
JAKARTASATU.COM-- Presiden Prabowo Subianto menyampaikan wacana Kepala Daerah kembali dipilih oleh DPRD dengan...
JAKARTASATU.COM- Ketum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Anas Urbaningrum ikut bersuara soal wacana pemilihan kepala daerah (kada) oleh DPRD. Menurutnya perlu pertimbangan matang. Jangan langsung...
JAKARTASATU.COM- Pemerhati sekaligus Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan semua pihak bahwa perubahan sistem pemilihan kepala daerah dan wakil kepala...