Presiden Jokowi, KPU dan BAWASLU Buta Konstitusi

JAKARTASATU.COM— Standarkiaa Latief Anggota Majelis Nasional KIPP Indonesia) menanggapi sidang gugatan terkait kecurangan pemilu yang dipandang sangat brutal sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Dimana KPU melalui kuasa hukumnya meminta MK agar menolak seluruh gugatan paslon no.03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam sengketa pilpres. Menurut KPU gugatan itu seharusnya dilayangkan ke Bawaslu bukan MK.

Demikian disampaikan saat wawancara dengan wartawan Jakartasatu.com, Jakarta, 29/3/2024.

“Permintaan KPU ini justeru sangat keliru, tidak memahami substansi UU jika mengarahkan gugatan sengketa dimaksud ke Bawaslu. Mengingat fungsi Bawaslu yang mencakup Tugas, Wewenang dan Kewajiban, khususnya dalam pasal 93 huruf (b) UU No.7 Tahun 2017, yang menegaskan soal tugas Bawaslu, yaitu melakukan pencegahan dan penindakan terhadap : 1.pelanggaran Pemilu; dan 2.sengketa proses Pemilu.” papar Standarkiaa yang juga merupakan salah satu pendiri KontraS pada 1997 dan aktif dalam Badan Pekerja s/d 1999 ini.

Menurut Standarkiaa konteks ini harus dilihat apakah benar atau sejauh mana tugas Bawaslu berjalan sesuai perintah UU dalam soal pencegahan. Bagaimana sikap Bawaslu terkait batasan usia calon wakil presiden yang jelas-jelas menabrak UU. Bagaimana sikap Bawaslu terhadap KPU yang sembarangan membuat Surat Tindak Lanjut (STL) kepada semua jajarannya untuk merespon mentah-mentah tentang putusan MK No.90 soal batasan usia calon wakil presiden.

“Bagaimana mungkin KPU begitu berani melangkah demikian, sedangkan KPU paham bahwa dalam PKPU No.19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu yang masih menegaskan batasan usia 40 tahun untuk kepentingan tersebut,” tukas Kiaa panggilan akrabnya.

Ia menilai dalam soal ini KPU telah sangat ceroboh dan melakukan perbuatan melanggar aturan hukum yang dibuatnya sendiri. Pada posisi ini Bawaslu hanya diam seribu bahasa bersikap membiarkan terjadinya kejahatan politik sebagai modus pelanggaran dan atau kecurangan pemilu.

“Maka sudah tepat MK harus memproses secara objektif seluruh gugatan yang diajukan oleh paslon Ganjar dan Mahfud MD,” tegas Aktivis Gerakan 80-an ini.

“Begitupun soal dalil kecurangan oleh presiden Jokowi yang menurut pihak KPU bahwa Jokowi bukan peserta pemilu,” jelas Kiaa.

Standarkiaa yang juga merupakan senator ProDEM (Jaringan Aktivis Pro Demokrasi) mengemukakan terkait soal ini lagi-lagi KPU sepertinya tidak memahami apa makna pemilu yang jujur dan adil sebagaimana tercantum dalam pasal 22 ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan enam azas pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pertanyaan besarnya adalah apakah presiden Jokowi berlaku jujur dan adil dalam hal pemilu 2024. Presiden Jokowi memang bukan peserta pemilu tapi memikul tanggung jawab besar sebagai presiden sebagai kepala pemerintahan harus menjaga bagaimana pemilu berlangsung sesuai aturan UU/hukum/regulasi yang berlaku, bukan sebaliknya seenaknya melanggar aturan hukum yang berlaku.

Ia menuturkan dalam pasal 306 ayat 1 dan 2 UU No.7/2017 sudah menegaskan peran dimaksud. Khususnya di ayat 2 berbunyi bahwa, Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa. TNI, Polri dilarang melaksanakan tindakan yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu, pelaksana kampanye atau tim kampanye.

“Perlu dipahami bahwa pemilu yang berintegritas akan berjalan manakala semua subyek hukum mentaati peraturan UU yang berlaku. Pemilu berintegritas mutlak menerapkan tiga hal ini ;” beber Kiaa

Pertama, semua Aktor Pemilu yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik dalam koalisi, dan setiap calon legislatif (caleg) harus taat aturan hukum yang berlaku.

Kedua, penyelenggara pemilu yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP harus menjaga kepatuhan terhadap UU/hukum/ regulasi yang berlaku.

Ketiga, Pemerintah  sebagai pelaksana semua produk aturan hukum dan UU bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga  ketaatan terhadap semua aturan yang berlaku.

Standarkiaa menegaskan tiga hal di atas sebagai parameter dalam melaksanakan pemilu yang berintegritas dan demokratis. Jima ketiga faktor tersebut sungguh-sungguh dijaga konsistensinya, niscaya pemilu akan berjalan dengan jujur dan adil serta demokratis.

“Dengan begitu presiden Jokowi, KPU dan Bawaslu akan terlihat jelas kadar kepatutannya dalam proses politik pemilu 2024, yang telah tercatat sebagai pemilu terburuk dalam catatan sejarah kepemiluan Indonesia,” pungkasnya.

Diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam sengketa Pilpres 2024.

KPU menilai gugatan Ganjar-Mahfud salah kamar. Menurut mereka, gugatan itu seharusnya dilayangkan ke Bawaslu, bukan MK.

“Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon seluruhnya,” kata kuasa hukum KPU Hifdzil Alim di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3).

KPU menyebut posita permohonan Ganjar-Mahfud mendalilkan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam proses Pemilu 2024. Seharusnya, kata KPU, hal itu diselesaikan di Bawaslu.

Ganjar-Mahfud juga mendalilkan kecurangan oleh Presiden Jokowi dan jajarannya. KPU berpendapat seharusnya tuduhan itu tak diadili di MK karena Jokowi bukan peserta pemilu.

Dengan alasan itu, KPU meminta MK menyatakan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan pemilu benar dan tetap berlaku.

Mereka juga berharap MK menetapkan perolehan suara Pilpres 2024 yang telah ditetapkan KPU.

KPU menyebut Anies-Muhaimin memperoleh 40.971.906 suara, Prabowo-Gibran 96.214.691 suara, dan Ganjar-Mahfud memperoleh 27.040.878 suara. (Yoss)