Tangkapan layar kompastv live
Tangkapan layar kompastv live

Pencalonan Gibran Tidak Sah, Kemenangan Bisa Didiskualifikasi

JAKARTASATU.COM– Prof. Dr. Ridwan, SH., M.Hum Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta Hadir sebagai saksil ahli Sidang Mahkamah Konstitusi, Perselisihan Hasil Pilpres 2024, Senin, 1 April 2024.
Prof. Dr. Ridwan, SH., M.Hum, Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta mengungkapkan analisisnya terhadap beberapa isu hukum seperti: Apakah Penyelenggara Negara dan Pemerintahan dapat terlibat dalam kegiatan pemilu/kampanye? Apakah Pencalonan Cawapres Gibran Rakabuming Raka dapat dibenarkan berdasarkan hukum administrasi? dan Apakah Surat KPU Nomor 1145/PL.01.4−SD/05/2023 tentang Tindak Lanjut Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat dikualifikasi sebagai instrumen yuridis yang sah?
Prof Ridwan mengungkapkan bahwa hukum administrasi adalah aturan aturan main (sprelregel) dalam penyelenggaran negara dan pemerintahan. Karenanya Penyelenggaraan Pemilu merupakan aktivitas penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang diatur dan tunduk pada norma-norma hukum, terutama Hukum Tata Negara (Staatsrecht) dan Hukum Administrasi (Bestuursrecht). Ukuran atau indikasi negara hukum adalah berfungsinya Hukum Administrasi, sebaliknya suatu negara bukanlah negara hukum in realita apabila Hukum Administrasi tidak berfungsi, disamping Hukum Tata Negara atau Hukum Konstitusi.
Menurut Prof Ridwan, tiga kriteria pejabat negara dalam perspektif hukum administrasi itu memiliki hubungan dinas publik (de openbare diensbetrekking), mendapatkan gaji dan tunjangan dari negara, diangkat atau ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Ia kemukakan pejabat negara tidak boleh terlibat dengan kegiatan politik/kampanye tanpa melepas atributnya sebagai pejabat pemerintahan, karena pejabat negara adalah abdi negara dan abdi masyarakat yang menjalankan tugas dan pekerjaannya untuk: kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, suku, dan bukan pula untuk kepentingan partai politik tertentu, berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa, dan bekerja dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
Prof Ridwan menjelaska syarat Pejabat Negara boleh melakukan kampanye berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 adalah tidak menggunakan fasilitas negara dan cuti di luar tanggungan negara. Apabila tidak memiliki bukti adanya dua syarat tersebut = PMH (onrechtmatig besturen)/melanggar hukum atau aturan dalam menjalankan tugasnya.
Terkait isu apakah pencalonan cawapres Gibran Rakabuming Raka dapat dibenarkan berdasarkan hukum administrasi?
Pencalonan Gibran tidak sah
Pencalonan Gibran tidak sah
Prof Ridwan menegaskan bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka tidak sah. Indikatornya, Pendaftaran 19 Oktober-25 Oktober 2023. Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
Kemudian Terkait Peraturan KPU, Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023 belum diubah, karenanya pendaftaran GRR tidak memenuhi syarat. Baru pada 3 November 2023, Peraturan KPU baru diubah dan diundangkan tanggal 3 November 2023; Peraturan KPU No. 23 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023. Kemudian 13 November 2023, KPU menerbitkan Keputusan KPU No. 1632 Tahun 2023 tentang pasangan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. Konsiderans menimbang huruf a; “… untuk melaksanakan ketentuan Pasal 52 ayat (1) Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden…”, padahal tanggal 13 November itu Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023 sudah diubah dengan Peraturan KPU No. 23 Tahun 2023. Karena itu dari perspektif Hukum Administrasi, Keputusan KPU No. 1632 Tahun 2023 cacat konsiderans dan cacat isi karena mencantumkan GRR yang tidak sah pendaftarannya. Pada tanggal 20 Maret 2024, ada suatu keputusan dikualifikasi tidak sah jika memuat kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang), cacat isi (inhoudsgebreken), dan cacat kehendak (wilsgebreken). Keputusan KPU No. 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu 2024 juga cacat isi karena memuat GRR yang tidak sah pendaftarannya.
“Terkait isu ketiga mengenai apakah Surat KPU Nomor 1145/PL.01.4−SD/05/2023 dapat dikualifikasi sebagai instrumen yuridis yang sah?,” tukasnya. 
Prof Ridwan mengungkapkan bahwa Mengubah Peraturan KPU No.19 Tahun 2023 adalah syarat mutlak sebelum proses pendaftaran Capres-Cawapres. Surat KPU dikeluarkan pada 17 Oktober 2023, dua hari sebelum pendaftaran bakal pasangan capres dan cawapres dibuka. Surat ini dimaknai sebagai instrumen hukum untuk memberlakukan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 karena putusan MK tersebut dianggap final dan mengikat.
Kemudian lanjutnya, keutusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu final dan mengikat terhadap KPU, agar mengubah peraturan KPU yang semula membatasi usia Capres dan Cawapres menjadi juga memperhitungkan pengalaman menduduki jabatan terpilih sebelumnya. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bisa dijadikan aturan tentang tahapan pencalonan. Putusan MK itu bukan peraturan perundang-undangan (regeling), tetapi putusan (vonnis) atas pengujian UU atau perselisihan hukum tertentu. Ketentuan pencalonan peserta Pilpres diatur dalam Peraturan KPU No, 19 Tahun 2023, bukan diatur putusan MK. Dikeluarkannya Surat KPU tidak mengubah norma yang terdapat dalam Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023. Karenanya, mengubah Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023 menjadi syarat mutlak sebelum proses pendaftaran Capres-Cawapres.
Surat KPU No. 1145/PL.01.4−SD/05/2023 menurut Prof Ridwan tidak memenuhi syarat dan tujuan Diskresi sesuai ketentuan undang undang. Pasalnya, Surat KPU diklaim sebagai diskresi yang dituangkan dalam bentuk tertulis atau peraturan kebijakan (beleidsregel), hanya saja surat KPU ini tergolong sebagai peraturan kebijakan yang tidak tepat. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014, syarat dan tujuan Diskresi harus terpenuhi secara kumulatif. Tujuan Diskresi: Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; mengisi kekosongan hukum; memberikan kepastian hukum; dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Syarat Diskresi (Pasal 22 ayat (2)); Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan; sesuai dengan AUPB; berdasarkan alasan-alasan yang objektif; tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan dilakukan dengan itikad baik.
“Jadi disimpulkan Surat KPU tidak memenuhi tujuan dan syarat Diskresi. Pasalnya, dengan syarat-syarat dan tujuan Diskresi yang sifatnya kumulatif tersebut, surat KPU tidak memenuhi syarat-syarat dan tujuan itu. Di samping itu, sulit menemukan dasar atau alasan diterbitkannya karena putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu bukan peraturan perundang-undangan yang mengandung norma samar (vage norm) atau norma terbuka (open texture), dan adanya pilihan (choice),” ungkapnya. 
Sebagai kesimpulan, Prof Ridwan menandaskan, penyelenggara negara dan pemerintahan serta ASN tidak diperkenankan terlibat dalam kegiatan pemilu atau kampanye, kecuali ada izin cuti di luar tanggungan negara dan tidak menggunakan fasilitas negara. Pencalonan cawapres Gibran tidak dapat dibenarkan berdasarkan Hukum Administrasi, dan menyebabkan keputusan KPU 1632 Tahun 2023 dan keputusan KPU No. 360 Tahun 2024 terkualifikasi tidak sah karena mengandung cacat kehendak dan cacat isi Surat KPU Nomor 1145/PL.01.4−SD/05/2023 ditinjau dari perspektif Hukum Administrasi 3 tidak dapat dikualifikasi sebagai peraturan kebijakan yang sah. (Yoss)