Apakah Putusan MK Bisa Memenuhi Rasa Keadilan & Melawan Tekanan Cawe Cawe Politik Joko Widodo ?

“Putusan Hakim MK dan Skenario 3 (M)”

MN LAPONG
(Presedium PRRI)

Saat ini Publik Indonesia sedang menunggu Putusan MK yang akan menentukan kemudian nasib perjalanan Demokrasi Indonesia Kedepan dari cengkeraman dirty vote

Kita semua tidak tahu pasti apa yang akan di putuskan oleh 8 Hakim MK (minus Paman Usman yang kena kartu merah). Apa yang berkecamuk di pikiran dan di hati mereka, tekanan psikis baik dari internal/luar diri mereka, semua menjadi satu menguji kapasitas dan integritas mereka sebagai bapak hakim yang mulia, para wakil Tuhan penegak keadilan.

Saya dan kawan kawan aktivis, para penulis dan pengamat hanya bisa memberi analisa kemungkinan atas putusan tersebut, termasuk memberi propaganda dari sisi perspektif yang berbeda beda. Bahkan baru baru ini kita mengapresiasi Presiden ke 5 Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri tidak tinggal diam, turut memberi semacam Amicus Curiae (Sahabat pengadilan – adalah praktik hukum oleh pihak 3 di luar pihak berperkara untuk terlibat dalam peradilan) atas jalannya proses persidangan di Mahkamah Konstitusi.

Karena setelah Amicus Curiae Ibu Megawati Soekarnoputri, orang kemudian berbondong bondong menjadi Amicus Curiae karena khawatir Mahkamah Konstitusi tidak berani melawan intervensi pemerintah alias cawe cawe Jokowidodo.

Ada Amicus Curiae dari kampus kampus, PETISI 100, bahkan orang dari luar negeri pun ikutan, yakni Perkumpulan Advocat – Indonesian-American Lawyer’s Association (IALA), mereka pada dasarnya semua berharap agar Mahkamah Konstitusi memperbaiki marwahnya, serta menjalankan menjalankan proses politik berbangsa dan bernegara yang kredibel sesuai konstitusi. Ini kesempatan bagi Mahkamah Konstitusi untuk merehabilitasi MK yang sudah tercoreng menjadi Mahkamah Keluarga.

Semua ini dimaksudkan sebagai wujud bela negara dan bela suara rakyat terhadap rancunya pelaksanaan pemilu di era akhir jabatan Presiden Joko Widodo. Hal ini terjadi tidak lain karena ambisi sang Presiden dengan cawe cawe politiknya bin dinasti politik keluarga Jokowi, yang justru terkuak diakhir masa jabatannya.

Sebagai Presedium PRRI (Posko Relawan Rakyat Indonesia), sedari awal saya sudah curiga dan turut mengkritisi cawe-cawe Politik Dinasti Joko Widodo, yang kita lihat sudah mulai mengemuka sejak Gibran RR dan Boby Nasution diusung menjadi walikota Solo dan Medan.

Bahkan kritik ForJIS – PRRI semakin bertalu-talu ketika Joko Widodo berminat memperpanjang masa jabatan kepresidenannya yang berakhir 2024, syukur digagalkan oleh PDI-P.

Namun kegagalan Jokowi tersebut berbuntut kemudian kepada kegigihan pencapresan puteranya sebagai cawapres yang berakibat fatal karena karpet merah Gibran RR dibayar mahal dengan dipecatnya ipar Jokowi – Paman Usman sebagai Ketua MK.

PRRI sebagai forum yang didirikan kawan kawan aktivis ForJIS untuk mengawal dan mengkritisi proses Politik Pemilu 2024 khusunya melawan cawe cawe Politik Dinasti Jokowi dari ancaman KKN Pemilu Curang, baik sejak proses gugatan di MK tentang batas usia Capres Cawapres yang di usung PSI Kaesang dan para penggugat lainnya. PRRI telah aktif melakukan advokasi baik dalam bentuk diskusi, tulisan, dan protes turun ke jalan, karena kawan kawan PRRI sudah mencium gelagat dirty vote akan berlangsung massif dan terang terangan oleh cawe cawe Politik Dinasti Jokowi.

Pada akhirnya Publik Indonesia sedang menunggu akhir dari semua Drama diatas. Apakah drama Politik Pemilu 2024 akan berakhir klimaks atau anti klimaks bagi ambisi cawe cawe Politik Dinasti Jokowi? Mari kita tunggu putusan Hakim MK, hari Senen 22 April 2024.

Saya pikir Para Hakim MK tentu sudah lebih baik dan berenergi positif setelah para Hakim MK dijewer oleh Ketua MKMK dalam sidang kode etik sebelumnya, sekalipun ada tekanan namun mereka sudah lebih percaya diri menghadapi tekanan Jokowi cs. Mereka pun sudah menyerap berbagai kritikan dan informasi yang dibutuhkan. Sehingga keberanian moral/integritas dan keberanian meletakkan kapasitas intelektual pada kewarasan akal sehat dan nurani pun mereka sudah siap.

Jika memang demikian tentu kita bisa lebih mudah melihat rekaan sinyal sinyal keputusan MK tersebut atas sengketa PHPU oleh Paslon Nomor Urut 1 dan Paslon Nomor Urut 3 melawan KPU yang berujung kepada putusan (ditolak) atau (dikabulkan – seluruh/sebahagian).

Menurut rekaan analisis saya ada 3 (M) kemungkinan menjadi alas pikir atau titik tekan pada subjektivitas dan objektivitas dari para Hakim MK dalam mengambil putusan Hukum adalah sebagai berikut :

1. (M)enyelamatkan Demokrasi dan Marwah MK yang sudah tercoreng akibat putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Kasus Mahkamah Keluarga Paman Usman), yang dinilai sebagai sumber segala masalah.
2. (M)enyelamatkan kondisi sosial dari kemungkinan chaos politik dalam kalkulasi paling minimum.
3. (M)enyelamatkan marwah dan kepentingan para kontestan yang kira kira irisannya paling bisa diterima semua pihak.

Wait n see

PN, 18 April Mop 2024