Presiden Nusantara Foundation sekaligus imam Islamic Cultural Center New York, Amerika Serikat asal Indonesia, Shamsi Ali dalam sebuah acara |IST
Presiden Nusantara Foundation sekaligus imam Islamic Cultural Center New York, Amerika Serikat asal Indonesia, Shamsi Ali dalam sebuah acara |IST
JAKARTASATU.COM – NEW YORK, Presiden Nusantara Foundation sekaligus imam Islamic Cultural Center New York, Amerika Serikat, Shamsi Ali menilai resolusi yang dikeluarkan Kongres AS mengenai sikap kritis terhadap Israel sebagai bentuk yang sama terhadap agama Yahdi adalah sebuah upaya yang menyesatkan. Faktanya, hal ini mencerminkan wajah politik Amerika yang sebenarnya ketika menyangkut isu Israel di mana negara tersebut ditempatkan lebih tinggi dan terhormat dibanding Amerika sendiri
“Anda boleh mengkritik pemerintahan Amerika dan akan diberi tepuk tangan karena telah menyampaikan kebebasan berpendapat dan berekspresi, namun jangan pernah melakukan hal tersebut terhadap pemerintah Israel,” tuturnya saat dihubungi di New York, AS, Jumat (3/5).
Pendiri Pesantren Nusantara Madani di Moodus, Amerika Serikat tersebut mengatakan kritik atau ketidaksukaan terhadap Yahudi disebut sebagai Anti-Semit. Resolusi ini mengaburkan makna antara Israel dan pemerintahaannya dengan kebencian terhadap masyarakat Yahudi, padahal keduanya adalah dua entitas yang berbeda.
“Resolusi tersebut ingin menegaskan bahwa kritik terhadap negara Israel merupakan bentuk kebencian terhadap penganut agama Yahudi.”
Presiden Nusantara Foundation sekaligus imam Islamic Cultural Center New York, Amerika Serikat asal Indonesia, Shamsi Ali dalam sebuah acara |IST
Presiden Nusantara Foundation sekaligus imam Islamic Cultural Center New York, Amerika Serikat asal Indonesia, Shamsi Ali dalam sebuah acara |IST
Sebagai warga negara Amerika, tuturnya, pengaburan makna antara Israel dan Yahudi seperti tertera dalam resolusi tersebut tidak dapat diterima berdasarkan dua alasan mendasar.
“Pertama, Amerika sering diklaim sebagai negara besar dan bisa dibilang negara paling kuat di dunia. Namun mengapa para politisi Amerika, di hampir semua tingkatan, menempatkan Israel lebih tinggi dan lebih terhormat daripada Amerika sendiri? Apa sebenarnya alasan dibalik hal tersebut? Menurut saya, menempatkan negara lain di atas negara kita adalah suatu tindakan merugikan dan tidak menghormati Amerika.”
Kedua, katanya, yang lebih penting adalah bahwa negara atau bangsa mana pun, meskipun negara tersebut mengklaim secara resmi menganut agama tertentu sebagai agama resminya, tidak dapat dianggap mewakili agama tersebut secara keseluruhan.
“Israel meski mengaku sebagai negara Yahudi tidak bisa dilihat sebagai representasi agama Yahudi atau Yudaisme. Menjadikan Israel sebagai representasi suatu agama adalah penistaan terhadap agama tersebut. Seperti yang kita saksikan saat ini, Israel melakukan penindasan dan pembunuhan massal terhadap warga Palestina. Bagaimana mungkin dengan segala perbuatan jahat ini bisa disamakan dengan agama atau keyakinan?”
Oleh karena itu, tuturnya, resolusi Kongres AS yang menyamakan kritik terhadap Israel dengan kritik terhadap Yudaisme tidak dapat diterima.
“Agama dan negara adalah dua entitas yang berbeda. Negara adalah entitas buatan manusia. Sedangkan agama diyakini sebagai entitas yang diilhami ketuhanan.”
Demonstrasi yang terjadi di kampus-kampus Amerika akhir-akhir ini bukanlah demonstrasi anti agama (Yahudi dan Yudaisme). Faktanya, banyak dari mahasiswa dan dosen tersebut juga merupakan orang Yahudi dan mereka semua patut diapresiasi karena menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan. Yang lebih penting lagi, mereka secara konsisten menjunjung tinggi nilai-nilai Amerika yang menghormati hak semua orang untuk hidup adil, bebas dan bermartabat.
“Lalu mengapa dianggap sebagai gerakan anti Yahudi? Karena itu, resolusi Kongres yang menyamakan kritik terhadap Israel dengan kritik terhadap Yudaisme tidak dapat diterima,” tutupnya.
Seperti diketahui, akhir tahun lalu Kongres Amerika Serikat meloloskan resolusi yang menyamakan anti-Zionisme dengan anti-Semitisme dengan hasil suara 311 dibanding 14.  Dalam resolusi itu, Kongres menyebut para aktivis yang menggelar aksi pawai mendukung Palestina dan menuntut gencatan senjata sebagai “perusuh”. Mereka dianggap melontarkan bahasa yang penuh kebencian dan keji yang memperkuat tema-tema Anti Semit.
Berdasarkan data yang dirilis Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP), di hari ke-200 perang Gaza melawan Israel, setidaknya lebih dari 34.183 telah terbunuh oleh tentara Zionis, 77.143 luka-luka, termasuk di antaranya 485 tenaga medis, 140 jurnalis, 66 lebih pemadam kebakaran dan juga lebih dari 7000 orang yang hilang. Agresi Israel ke wilayah Gaza di hari ke-200 ini juga telah menjatuhkan lebih dari 75,000 ton bom yang menargetkan 380,000 rumah, 206 situs sejarah, 550 masjid, 3 gereja dan 32 rumah sakit.  Menghancurkan lebih dari 178 kantor pemerintahan, 412 sekolah dan universitas, 126 ambulan serta 159 lembaga kesehatan. |WAW-JAKSAT