Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji : Konsep Pendidikan Dikelola Dengan Mekanisme Pasar
JAKARTASATU.COM– Apa yang terjadi di Indonesia saat ini dimana UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang makin mahal dan yang tidak mampu membayar diminta mencari pinjol, itulah yang dinamakan *NEOLIBERALISME Pendidikan*. Apakah ini memang pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945?
Indra Charismiadji mengungkapkan rasa prihatin pendidikan di Indonesia yang dikelola secara pasar. Ia menilai bentuk neoliberalisme pendidikan, hal ini bertentangan dengan dasar negara Pancasila, konstitusi Undang-undang Dasar 1945. Bahkan negara kapitalis seperti Amerika mengelola pendidikannya tidak dengan mekanisme pasar. Tapi negara itu terjun turun untuk memastikan bagaimana anak-anak bangsa warga negaranya terdidik untuk membangun negaranya.
“Kalau ini kan dilempar ke pasar, jadi bagaiman siapa yang mempu itu dia yang bisa kuliah dan itu sendiri bertentangan dengan hak asasi manusia,” kata Indra saat dihubungi, Selasa (6/5/2024)
“Kalau kita melihat artikel no 26 deklarasi hak asasi manusia, dikatakan bahwa pendidikan tinggi itu harus terbuka aksesnya berdasarkan meritokrasi,” imbuhnya.
“Ketika jaman saya dulu, anak yang pintar-pintar yang bisa diterima di perguruan tinggi negeri. Kalau sekarang kan anak yang punya uang. Ya pinternya nomor sekian,” cerita Indra.
Jadi kata Indra, kita sebetulnya bertanya-tanya bagaimana konsep dari pembangunan manusia Indonesia menghadapi Indonesia Emas mau menyiapkan sumberdaya manusia seperti apa? Dan yang mengherankan sendiri para pejabatnya ngga berani muncul. Diundang untuk berbicara saja ngga mau hadir dan tidak ada penjelasan ke Masyarakat yang harusnya ini adalah pertanggungjawaban mereka.
“Mereka ini sebetulnya punya konsep apa. Kok dilempar ke pinjol?. Bayangin aja UKT dari 9Juta naik ke 52 juta di UNSUD,” ujar Indra.
“Jadi siapa yang mampu kuliah di Indonesia bayarnya 400juta,” tandasnya.
Menurut Indra, dalam ia melihat hal ini betul-betul konsepnya ngga jelas dan tidak pernah ada penjelasan yang akademis, yang betul-betul komprehensif terhadap masyarakat.
Ia menilai wajar kalau masyarakat, mahasiswa melalukan berunjuk rasa karena kondisi ekonomi kita juga semakin sulit, cari kerja sulit.
“Anak mantu Presiden aja harus dicarikan kerjaan oleh bapaknya,” tandas Indra.
Indra menjelaskan seharusnya seperti apa pendidikan di Indonesia
Indra mengatakan pertama, untuk urusan mencerdaskan kehidupan bangsa itu berada dipundak pemerintah, jelas bukan urusa swasta, bukan urusan rakyat, bukan urusa LSM, ormas. Tapi urusan pemerintah yang harus memastikan bangsa ini cerdas.
Kedua, pasal 31 ayat 5 pemerintah harus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Nah kalau di negara lain bentuknya adalah universitas itu dijadikan tempat riset. Jadi anggaran yang masuk itulah. 70% datangnya dari riset, anggaran riset. Sedangkan yang datangnya dari mahasiswa, dari masyarakat itu maksinalnya 30%,” papar Indra.
Ia mengatakan itulah mengapa di luar negeri biaya kuliah murah kalau dibandingkan dengan penghasilan masyarakatnya.
Menurut pengakuan Indra, berdasarkan percakapan dengan beberapa guru besar di Indonesia, itu tidak punya satupun perguruan tinggi yang pusatnya riset. Semua university adalah ngajar. Nah ini wajar biaya naik terus karena gaji dosen naik terus. Tapi ngga ada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan amanat konstitusi.
Indra tegaskan, seharusnya kembalikan sesuai konstitusi, jadikan Perguruan Tinggi itu pusat riset. Anggarannya dari dana-dana riset baik itu dari pemerintah sendiri, maupun dari NGO dari luar negeri, dari perusahaan. Baru dari masyarakat, mahasiswa 30%. Itu kan mengurangi biaya-biaya dari masyarakat, mahasiswa dan jelas teknologinya akan berkembang.
“Sekarang yang terjadi ngga pernah punya riset yang bagus, biaya kuliah mahal. Akhirnya hanya anak-anak orang kaya yang bisa kuliah dan hasilnya pun ngga jelas seperti apa karena tidak ada ilmu-ilmu baru yang dikembangkan,” pungkasnya. (Yoss)