Mantan Menteri ESDM : Ini Sebab Investasi China Mengancam Kedaulatan Negara

JAKARTASATU.COM— Mentri ESDM 2009-2011 Dr Darwin Zahedy Saleh mengatakan Indonesia dikaruniai sumber alam yang sangat berlebih dan ragamnya banyak. Kadang bisa nomor 1 nomor 2 nomor 3 di dunia tetapi dilain pihak kita punya nilai populasi nomor 4 di dunia. Yang disebut gawat itu kalau bagian tersebar rakyat yang direpresentasikan oleh mereka yang bekerja makin besar yang kerja di sekitar informal dalam artian kurang memiliki kepastian, rentan menjadi miskin, rentan mendapat kesulitan. Hal itu disampaikan dalam podcast di akun YouTube Abraham Samad Speak up, Sabtu (11/5) 2024).

Darwin Zahedy Saleh mengemukakan kalau hal itu makin besar jumlahnya dan sekarang itu hampir mencapai 85 juta dari 140 juta yang bekerja kenapa mereka itu tidak berhasil mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Mereka tidak terserap oleh pembangunan ekonomi khususnya di jaman Pak Jokowi dalam 10 tahun terakhir. Padahal sumber alam dan sumber pajaknya nilai tambahnya masuk APBN. Mestinya bisa melatih mereka agar mereka lebih terampil sehingga terserap ke sektor modern, ke sektor formal lebih layak.

“Jadi ini menurut saya ini kegawatan kalau dilihat dari jumlah banyak yang terlempar ke sektor informal,” ujar Darwin.

“Dalam 10 tahun terakhir pembangunan ekonomi kita kurang partisipatif dalam arti kurang bisa diikuti oleh orang banyak, urun rembuk orang banyak,” imbuhnya.

“Jadi tema dan strategi pembangunan itu seperti datang di kalangan elit tertentu saja sehingga bergantung pada negara sahabat dalam hal ini kepada RRC  secara berlebihan.” sebutnya.

Menurutnya bukan kerjasama negara sahabat dan yang asingnya yang menjadi soal tetapi tidak terbukanya ruang partisipasi untuk saling meluruskan  saling mengkoreksi, itu menunjukkan ciri-ciri yang berarti sudah terlalu bergantung.  Jangan-jangan ini gambar besarnya. Di gambar kecilnya pembangunan – pembangunan infrastruktur kita, aset strategis kita yang dibiayai misalnya oleh kontraktor – kontraktor asing khususnya China.

“Kalau kita tidak hati-hati aset strategis ini bisa lepas. Lepas baik hak pengelolaannya atau lepas hak kepemilikannya,” tandasnya.

“Kita lebih bagus menyebutnya gawat untuk menjadi titik tolak untuk membenahi,” kata Darwin.

Ia mencotohkan negara yang sudah dikuasai China.

China mempunyai strategi global seperti jalur Sutra , jalur Sutra termasuk jalur laut sampai ke benua Asia Selatan, Pakistan, Sri Langka. China bersama negara-negara tersebut bekerjasama. China membantu negara-negara tersebut dalam pembangunan infrastruktur. Kemudian dengan Burma, Malaysia, Laos.

Di Sri Langka kata dia, ini sudah menjadi rahasia umum. Mereka punya pelabuhan  Hambantota itu lepas ke China. Begitu juga Pelabuhan Guadar di Pakistan itu juga dilepas ke China. Dan yang terakhir yang saya dengar Jan Trans hak pengelolaannya lebih lepas baru kemudian hak kepemilikannya.

“Buat kita yang punya background corporate finance, kerjasama dengan asing itu masuknya beragam. Misalnya masuk dalam bentuk memberikan pinjaman Debt financing , masuk sebagai pemegang saham mendirikan joint vanture namanya Equality Financing untuk satu kegiatan di dalam negeri kita,” tutur jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) ini.

Ia sebutkan cara masuk dari pinggir sebagai kontraktor yang membangun

“Nah saya cermati di Indonesia banyak perusahaan – perusahaan termasuk BUMN-nya masuk sebagai kontraktor yang membangun. Kemudian pihak dalam negerinya seperti misalnya katakanlah BUMN kita masing-masing mempunyai kewajiban partisipasif untuk mendanai proyek yang sifatnya strategis dan besar ini. Sebagai contoh seperti Kereta Cepat, Jalur-jalur penggalan jalur tol di Sumatra,” urai Darwin.

Sebagaimana tadi diatas disebutkan lanjut Darwin, kita mempunyai kewajiban . Bayangkan misalnya ada keterlambatan di dalam pembangunan projek , keterlambatan entah karena pembebasan lahan dan lain sebagainya. Itu menyebabkan biaya bengkak. Ketika biaya bengkak, bagi perusahaan kita negara yang dananya relatif terbatas. Saya sebut dana relatif terbatas itu dia tidak bisa memenuhi kewajibannya. Waktu dia tidak bisa memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian antara BUMN kita dengan BUMN China maka berlangsunglah klausul-klausul yang sifatnya sudah otomatis akan terlaksana.

“Kalau anda tidak bisa memenuhi, kami beri pinjaman. Jadi si Kontraktor China ini yang tadinya dia sebagai kontraktor yang membangun menjadi kontraktor yang membangun dan pemberi pinjaman,” terangnya.

Jadi kata dia, artinya dia mulai jadi kreditur ,  juga dia di situ kalau pada waktunya misalnya kita ngga bisa mengembalikan pinjaman, tidak bisa memenuhi kewajiban kita maka saham kita itu dengan terpaksa kita lepas.

“Jadi kredit yang diberikan ke kita ketika kita tidak bisa memenuhi pembayaran, di sini terjadi penjualan saham,” jelasnya.

Ia menilai kalau kerjasama dengan Asing itu  tidak dicermati, ke depannya bisa berujung lepasnya hak pengelolaan dan hak kepemilikan.

Tidak ada yang mau kita membangun infrastruktur berhasil sukses tapi kalau itu berujung lepasnya hak ke pemilihan atas aset-aset nasional kita.

“Nah tinggal kita cermati. Mungkin ini sudah terjadi ntah BUMN yang mana ntah Wijaya Karya ntah yang mana. Ini ada terjadi kasus seperti ini. Dimana kita mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya atau jadwal pelaksanaannya. Untung masih bisa dibantu oleh sistem company BUMN yang lain. Kalau tidak bisa, terpaksa pemerintah turun tangan menyuntikkan dana. Kalau pemerintah ngga bisa ngga bisa menyuntikkan dana terpaksa pemerintah melepas kepemilikannya di BUMN sebagian. Berarti BUMN kita sudah dimasuki oleh kepemilikan asing,” tuturnya.

“Ini yang disebut ancaman kedaulatan ekonomi kita. Pertama-tama ancaman ketahanan ekonomi kita bergantung. Tapi kalau ketahanan kita makin melemah, tidak berhasil memperkuatnya kembali maka kita tidak bisa menentukan sendiri di pengelolaan penggunaan aset. Tidak berdaulat dalam arti bebas menentukan sendiri,” tandas Darwin.

Ia mendasarkan kepada pasal 33 UUD 45, bahwa perekonomian kita disusun secara usaha bersama. Berarti perusahaan besar atau elit harus memperhatikan bagian rakyat lain yang belum maju yang skala usahanya masih kecil masih micro. Ini yang menjadi tanggung jawab kita, pemerintah.

“Saya sebutkan tadi wajahnya itu banyak bekerja di sektor informal sekitar 60% , kemudian hampir 90-95 % mereka berskala UMKM. Ini bagian usaha bersama yang harus diperhatikan.
Dari mana cara memajukan usaha mereka untuk mengangkat mereka secara bersama-sama,” jelasnya.

“Begitu juga kita harus melatih mereka modalnya dari sumber daya alam, dari bumi dan air yang terkandung di dalamnya. Itu yang dikuasai negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk untuk kemakmuran rakyat,” tutup Darwin. (Yoss)