Guru-Guru Terjerat Pinjol, Siap Menuju Indonesia Emas atau Mencemaskan?
JAKARTASATU.COM— BIDUK (Bincang Edukasi) gelar diskusi publik bahas topik yang menghebohkan dengan mengangkat tema : ” Guru-Guru Terjerat Pinjol : Siapkah Menuju Indonesia Emas?”. Berdasarkan data Otorita Jasa Keuangan (OJK) guru-guru menempati prosentase terbesar yaitu 42% sebagai korban pinjaman online (pinjol) ilegal. Diskusi menghadirkan narsum : Alwi Qusai (iMovist), Cippy ( Financial Planner), dua pemandu acara Indra Charismiadji (Pemerhati Sosial Politik dan Kebijakan Publik) dan Tantri Moerdopo. Jakarta, 19/5/2024.
Dalam pembukaan diskusi Tantri Moerdopo mengutarakan diskusi ini bukan hanya terkait edukasi tetapi keprihatinannya keadaan guru-guru, para pendidik yang kehidupan dan kesejahteraannya betul-betul harus dicermati yang keadaannya terjerat Pinjaman Online (Pinjol).
Tantri sampaikan informasi yang didapat bahwa selain para guru juga orang tua murid terkena pinjol untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Yang terjadi pada mahasiswa USU dikarenakan biaya Uang Gedung dan IP nya mahal sehingga melakukan pinjaman online.
“Tantri kalau 20 pinjol per harinya 0,3 % . Jadi 0,3% X banyaknya 20 pinjol,” ujar Tantri.
Pemerhati Sosial Politik dan Kebijakan Publik yang juga merupakan Pemerhati Pendidikan, Indra Charismiadji sampaikan data media sudah mengeluarkan informasi guru-guru 42% korban pinjol ilegal merupakan bagian terbesar dari kelompok masyarakat.
“Jadi, miris sekali jadi guru di negara ini ya,” ujar Indra.
“Generasi emas itu dicetak dari guru-guru . Apa mungkin generasi emas dari guru-guru yang lemas,” tambahnya saat memasuki tema guru-guru terjerat Pinjaman Online.
Sebenarnya bunga pinjaman online berapa jumlahnya? Apakah suka-suka mereka? Apakah ada regulasi oleh OJK? Kok ngeri-ngeri banget, itu baru bunganya, belum lagi Dept collectornya, lebih kacau lagi.
Ia mengemukakan banyak sekali masyarakat yang ngga tahu kalau sekolah kita bahwa guru-guru punya problem yang namanya cash flow. Swoerti sekolah negeri hidupnya dari dana BOS yang diberikan pemerintah.
Misalnya kata Indra, tahun ajaran 2024 bukan berarti tanggal 1 Januari 2024 uang BOS langsung luar. Uang BOS keluar paling cepat pada bukan April 2024. Sementara kehidupan berjalan bukan hanya untuk urusan perut tapi tagihan listrik dll juga tagihan listrik sekolahan. Masa selama 4 bukan disuruh puasa juga kan tidak mungkin ditagih kemudian bilang bayarnya nanti april.
“Itulah akhirnya banyak kepala sekolah minjam uang. Jujur aja ini kesalahan tata kelola pendidikan yang cash flownya itu mengikuti pemerintah. Masa selama 3 bulan guru honorer disuruh puasa,” terangnya.
Indra mengungkapkan apalagi sekarang UKT naik dan IP nya mahal sekali. Ia sebutka ada berita mahasiwa USU Universitas Sumatera Utara untuk membayar uang Gedung, dia pinjam dengan 20 pijol karena kan jumlahnya puluhan juta.
“Pertanyaannya Apakah tidak diregulasi oleh OJK? kata Indra,” tanya Indra.
Alwi Qusai yang merupakan seorang trainer motivator, investment & Financial Planner dari iMovist mengatakan secara data tahun 2023 yang melakukan pinjaman online sebesar 59%% ke atas. Dari total itu kenaikan 16% dari tahun sebelumnya. Jadi kalau melihat dari total yang turun menjadi 42% .
“Jadi hampir setengah guru-guru memakai dana pinjaman online. Tapi pertanyaannya kenapa guru harus memakai pinjaman seperti itu,” kata Alwi.
Alwi menilai di era digital, orang dipaksa untuk berfikir bagaimana bergerak secara digital.
“Nah sekarang ini bergeraknya dalam bentuk digital dalam pembelajaran. Nah ada ekstra yang mereka harus bayar,” terangnya.
Ia sebutkan gaji honorer guru pegawai negeri 500 ribuan sampai 1 juta. Bayangin kalau mereka harus beli laptop, beli paket data dll.
“Jadi kan antara kebutuhan yang harus mereka keluarkan dengan pendapatan yang mereka dapatkan itu tidak seimbang. Jadi diperlukan perubahan apa yang mereka harus lakukan sehingga terpenuhi kebutuhannya,” jelas Alwi.
Kalau kita melihat secara data terlalu besar 42%, itu akan membuat para guru di Indonesia akan sangat terbebani.
Jadi banyak solusi yang dilakukan oleh para guru sehingga ke depannya mereka tidak harus melakukan pinjaman online seperti itu.
“Kalau kita lihat salah satu kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Saya pernah melihat orangnya du berita dia meminjam 3 juta dengan batas waktu 90 hari, namun sebelum 90 hari ternyata dia harus membayar hampir lebih dari 200 juta karena ada bunganya,” tuturnya.
Nah yang terjadi saat ini kata Alwi, orang tidak tahu apa yang mereka lakukan, jadi ketika orang membuka handphone, mereka merasa kebutuhan yang mereka harus terpenuhi timbullah iklan di dalam handphone tersebut.
“Nah yang terpikirkan adalah ini solusi yang mereka harus ambil tapi mereka tidak membaca clausulnya, term and conditionnya jadi perlu yang di Indonesia, para guru maupun di tempat lain mereka dibuat tahu apa yang mereka apa yang mereka dapatkan dari pinjaman online,” jelasnya.
Alwi menyebutkan kegiatan lembaganya iMovist Finacial Indonesia, Indonesia Motivation Invesment melakukan coaching , pelatihan, mentoring.
“Kita membantu mereka, mentoring mereka, memberikan concling juga membantu problemnya mereka. Selain itu memberikan consulting kepada mereka,” ujarnya.
“Nah rata-rata diantara mereka itu begitu mereka melakukan pinjaman online lain, mereka tidak tahu harus melakukan apa,” kata Alwi.
Sementara Cippy (Financial Planner) mengemukakan pro dan kontra Pinjaman Online. Yang pertama adalah kemudahan akses melalui handpohone.
“Ada pro dan kontra pinjaman online. Untuk yang pro itu akses yang mudah. Orang tinggal buka handphone, guru tinggal lihat handphonenya. Untuk memenuhi kebutuhannya guru tinggal pinjam. Sekali klik.
Kedua lanjutnya, fleksibilitas yang banyak di dalam handphone menawarkan pinjaman , menawarkan fleksibilitas dalam hal jumlah pinjaman dan tenornya juga.
Yang ke tiga, tidak perlu jaminan seperti jaminan kendaraan, tidak ada survey. Jadi suatu fasilitas bagi yang tidak mempunyai akases kepada lembaga keuangan konventional, atau mungkin skor kreditnya jelek di perbankan.
“Terkait kontra-nya yaitu soal bunganya. Bunganya tinggi 0,3% kalau ngga salah. Itu yang resminya,” ujar Cippy.
“Nah 0,3 % itu per hari kah, per bulan kah ?. Kemudian misalnya mengajukan pinjaman 5 juta rupiah, benarkah yang diterima 5 juta? Atau ada potongan-potongan yang lain, ” imbuhnya.
Cippy menyebutkan adanya kemudahan dalam pinjaman online karena adanya fleksibilitas, orang jadi gampang. Awalnya dari kebutuhan akhirnya untuk yang lainnya dia jadi terbiasa untuk melakukan pinjaman.
Selain itu, Cippy menilai kadang untuk konsumtif, untuk kebutuhan jangka pendek yang tidak diperlukan. Ingin lagi, ingin lagi tinggal klik lagi itulah karena dirasa ada kemudahan mengakses. Alhirnya menjadi siklus. Kita sebut karena setan ya. Pinjam apa, gali lubang pinjam lubang.
“Dalam teknologi AI itu mengkolect data makanya akan muncul lagi dan muncul lagi ketika melakukan klik atau browsing sesuatu meskipun hanya sekedar ingin tahu saja. Nah muncul lagi dan muncul lagi itulah karena sudah colect data. Jadi tergoda pada akhirnya untuk melanjutkan. Colect data yang otomatis muncul tayangan iklan karena sudah ada keyword nya di data,” urai Cippy.
Contoh kasus kata Cippy, terjadi pada seorang remaja melakukan klik muncul simulasi data, dia isi dan langsung tertransfer. Nah akibatnya orangtuanya jadi korban karena si remaja itu belum bisa membayar.
Bagi remaja, bagi itu karena sudah melekat dengan handphone jadi banyak yang terpapar.
Cippy menjelaskan pertanyaannIndra Charismiadji terkatit apakah ada regulasi OJK
Menurut Cippy, ada yang diregulasi makanya pinjol yang legal. Tetapi banyak pinjol ilegal. Di beberapa negara memang industri ini kurang diregulasi dengan baik swhingga akhirnya timbul perilaku kurang etis sari pihak pinjol ini. Akhirnya terjadi penagihan ekstrim yang merugikan guru dan para peminjam ini. (Yoss)