JAKARTASATU.COM – Platform pengadaan bahan baku manufaktur, bababos baru ini mempertajam fokusnya untuk menjadi “Trusted Growth Partner” bagi pelaku Industri Kecil dan Menengah atau IKM. Fokus ini menjadi landasan komitmen bababos untuk tidak hanya
mendukung pemenuhan bahan baku, namun juga secara konsisten mendampingi IKM dalam mengoptimalkan potensi bisnis untuk meraih pertumbuhan berkelanjutan.
Co-Founder & CEO bababos, Fajar Adiwidodo mengatakan, “bababos lahir dari misi untuk menyediakan akses rantai pasok yang adil bagi industri manufaktur kecil dan menengah. Sebagai Trusted Growth Partner, bababos mencoba mengembangkan solusi dan layanan yang fokus memacu pertumbuhan bisnis IKM. Sehingga, harapannya IKM Indonesia bisa naik kelas.”
Secara bersamaan, dampak nyata yang dirasakan IKM menjadi bahan bakar bababos untuk terus bertumbuh. Salah satu ceritanya adalah Yayat, IKM segel plastik asal Tangerang yang menjadi salah satu sumber inspirasi bababos. Yayat merupakan salah satu IKM yang bergabung dengan bababos di akhir tahun 2022, dimana operasi pabriknya masih beroperasi dalam kapasitas yang rendah. Harga bahan baku yang didapatkan di pasaran saat itu bukanlah harga yang terbaik karena adanya kuantitas pesanan minimum untuk harga yang lebih baik. Yayat akhirnya memfokuskan perputaran dana yang dimiliki untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku alih-alih melakukan ekspansi usaha. Hal ini disebabkan oleh posisi pelaku IKM yang tidak menguntungkan dalam rantai pasokan manufaktur. Dengan skala usaha terkecil, pelaku IKM sering terjepit di antara pelaku usaha besar baik dari sisi hulu maupun hilir. Sehingga pelaku IKM tidak memiliki daya tawar ketika ingin membeli bahan baku.
Tanpa daya tawar, maka pelaku IKM akan menghadapi tantangan-tantangan seperti:
- Rela berkompromi dengan ketidakpastian harga dan kualitas bahan baku. Harga yang didapatkan tidak kompetitif karena adanya kuantitas pesanan minimum yang tinggi dari supplier.
- Modal kerja pelaku IKM kian tergerus akibat pembelian bahan baku dari supplier mengharuskan Cash Before Delivery sedangkan pelaku IKM baru mendapatkan
pembayaran dari pembelinya dalam tempo 30 hari atau lebih. - Kapasitas produksi yang terbatas akibat modal kerja yang tipis mengakibatkan pelaku IKM menolak order dari pembeli.
- Kualitas barang yang kadang tidak sesuai dengan permintaan. Sehingga. sangat sulit bagi pelaku IKM untuk mengembangkan bisnisnya secara maksimal.