UKT Mahal: Mahasiswa Merenung, Orangtua Merengek, Untung Dibatalkan
By Rusdianto Samawa
“Akademisi bersyukur, mahasiswa merenung, orangtua merengek, dan keluarga timbang – timbang hentikan anaknya kuliah. Tapi hari ini (Selasa, 28 Mei 2024 sudah dibatalkan sendiri oleh Nadiem Makarim. Pembatalan itu setelah dipanggil Presiden. Ternyata khawatir dengan move politik PDIP dirakernas kemaren sebagai hasil keputusan bersama PDIP.”
Dulu kampus Muhammadiyah paling enak dan nyaman dalam proses kuliah. Pengalaman penulis, Kampus Muhammadiyah saling menopang antara kemampuan mahasiswa membayar kewajiban semester, Sumbangan pembangunan (SPP), hingga kampus m nsunsidi mahasiswa dengan beasiswa mandiri atau beasiswa zakat.
Merasakan kuliah di kampus Muhammadiyah, penuh tanda tanya. Sekaligus murah dan gampang. Tanda tanya (?) itu, sering kampus negeri anggap tak berkualitas orang kuliah di Muhammadiyah. Itu dulu. Karena para akademisi Muhammadiyah jarang tampil dimedia sebagai pengamat dan/atau analis kebijakan atau gabung dalam jejaring kepemerintahan.
Sementara, murah dan gampang itu dari aspek pembiayaan dan pembayaran kuliah, mulai SPP, Semester, hingga dana infaq lainnya. Prosesnya bisa cicilan yang disetor ke Bank Muamalat. Dulu, kira – kira tahun 2000 – 2003 dana SPP sekitar 300-an Ribu. Karena perSKS sekitar 25ribu. Pembayaran semester bisa dicicil tanpa bebani proses kuliah. Begitu juga, kisaran tahun 2003 – 2008 proses semakin mudah. Bahkan, mahasiswa bisa berhutang lebih dahulu hingga batas waktu.yang ditentukan oleh pihak kampus. Tentu tidak melebihi 5 tahun terhitung.
Hal itu dulu di kampus Muhammadiyah, namun sekarang tidak lagi bisa dapatkan kemudahan tersebut. Karena kampus Muhammadiyah lebih mengejar kuantitas daripada kualitas, misalnya pendaftaran mahasiswa baru mencapai ribuan. Karena akan banyak pemasukan pendapatan dana pembangunan dan pengelolaan gedung maupun pegawai yang bekerja. Kampus negeri justru lebih parah, pembagunan fasilitas dari APBN. Seluruh pegawai dan dosen bersumber dari APBN. Tetapi, kualitas juga tak linier dengan besarnya biaya APBN yang digelontorkan.
Kebijakan baru – baru ini, membuat banyak kalangan akademisi bersyukur, mahasiswa merenung, orangtua merengek dan keluarga timbang – timbang hentikan anaknya kuliah. Hal itu terjadi, karena fenomena UKT Mahasiswa yang dinaikkan oleh Mendikbud itu sangat mahal. Sementara proses belajar, kuliah hingga sarjana belum tentu menjamin bisa bekerja lebih professional.
Dari problem UKT ini, apakah ada solusi?. Mestinya harus ada solusi, ketika kebijakan itu diterbitkan oleh negara. Ada beberapa solusi yang bisa diajukan sebagai hipotesanya (pertanyaan atas jawaban sementara) sebagai bentuk uji publik dari kebijakan tersebut, adalah; pertama, negara harus gratiskan seluruh proses perkuliahan; kedua, win-win solution atas pembiayaan yakni lima puluh persen negara yang menanggungnya dan lima puluh persen lagi kewajiban mahasiswa.
Ketiga, pengunaan fasilitas pembayaran berbasis online seperti GoPay, Tokopedia, Shopee, Alibaba, QRIS, bank – bank, akulaku, linkAja, dan lainnya. Kegunaan teknologi keuangan ini untuk mencicil pembayaran. Namun, tidak mudah memakai fasilitas ini. Karena banyak kasus calon mahasiswa yang sudah membayar puluhan juta, kemudian gagal kuliah. Maka kampus tak mau mengembalikannya. Ada ribuan kasus seperti itu terjadi di Indonesia.
UKT memang sangat mahal, diantara banyak bahan pokok yang serba menjulang naik. Beras dipakai dalam pemilu. UKT dipakai untuk penambahan bayar utang negara atas tagihan yang mencapai ratusan miliar pertahun. Sementara mahasiswa dari berbagai pelosok yang kuliah di kota – kota besar maupun di wilayah provinsi mengalami kanker (kantong kering). Duit ibu bapaknya tak ada lagi sumber tetapnya.
Kiriman sembako (ikan, beras, uang, sayur mayur) berkurang, karena panen petani minim. Disatu sisi beras impor dominasi pasar lokal. Pilihan beli beras di Alfamart. Sementara mahal minta ampun. Pendapatan perhari sungguh miris hanya 5000 rupiah.
Ekonomi Indonesia kian terpuruk, rupiah melemah atas dollars. Hasil panen petani, petambak, nelayan, sopir angkot, pembudidaya, pekerja industri,.umkm dan buruh angkut yang 99% anaknya kuliah diberbagai kampus, mengeluh akibat UKT naik.
Kemana hati dan perasaan negara maupun pemerintah?. Katanya anggaran pendidikan 20%. Untuk apa ?.[]