Peluncuran SAVE OUR SURROUNDINGS: Nyalakan Tanda Bahaya Hadapi Campur Tangan Industri Rokok
Peluncuran SAVE OUR SURROUNDINGS: Nyalakan Tanda Bahaya Hadapi Campur Tangan Industri Rokok
JAKARTASATU.COM – Merayakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, 31 Mei 2024 dengan tema dari World Health Organization “Protecting Children from Tobacco Industry Interference”, Indonesian Youth Council For Tactical Changes (IYCTC) bersama Komnas Pengendalian Tembakau, Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Forum Warga Kota (FAKTA), Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Generasi Anti Rokok, dan Yayasan Lentera Anak meluncurkan gerakan ‘SOS: Save Our Surroundings’ Lindungi Kini Nanti.
Gerakan Save Our Surroundings atau disingkat SOS terinspirasi dari bahasa sandi yang menyalakan alarm tanda bahaya. Konteks SOS ini adalah bahaya meningkatnya prevalensi anak muda yang teradiksi rokok, bahaya bagi perokok pasif, bahaya dampak buruk rokok terhadap kesehatan, ekonomi dan lingkungan.
Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Manik Marganamahendra, sebagai gerakan hasil inisiatif anak muda, SOS bertujuan mengingatkan masyarakat untuk saling jaga. SOS juga mendesak pemerintah untuk ikut menghentikan campur tangan industri rokok yang masuk ke semua lini, bahkan mengintervensi (memengaruhi) anak melalui iklan, promosi dan sponsornya.
“Terbukti dengan RPP kesehatan yang hingga hari ini belum disahkan, bahkan berkali-kali kita coba mengadvokasi belum juga masuk dan belum juga disahkan harapan dari masyarakat,” ujar Manik di Taman Dukuh Atas Creative Hub.
Gerakan Save Our Surroundings yang mengusung slogan Lindungi Kini Nanti menegaskan adanya masalah intergenerasional. Artinya, bukan hanya orang-orang yang sakit hari ini akibat konsumsi rokok, tetapi juga generasi masa depan sebagai sumber daya manusia Indonesia.
Ni Made Shellasih selaku Program Manager IYCTC menambahkan kebijakan yang sudah ada belum efektif karena iklan, promosi, dan sponsorship rokok masih sangat masif dan belum terkendali. Selain itu, belum semua daerah menerapkan kawasan tanpa rokok. Maka dari itu, dari gerakan Save Our Surroundings ini ingin mengajak masyarakat untuk menyalakan tanda bahaya dan sadar bahwa rokok ini berbahaya tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi lingkungan sekitar.
Manajer Program Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Nina Samidi, menyatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir masyarakat tidak mendapatkan perlindungan pemerintah dari intervensi industri rokok. Jaringan pengendalian tembakau mendesak pemerintah segera merevisi PP 109 dari tahun 2017, 2018, tetapi sampai sekarang tidak ada artinya bagi pemerintah. Sampai akhirnya ada RPP Kesehatan turunan dari UU Kesehatan No.17/2023 tetapi itu pun belum ditandatangani pemerintah.
“Kami mendesak Pemerintah untuk menjawab pertanyaan ke mana keberpihakan Pemerintah saat ini? Kami mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap perlindungan kesehatan masyarakat kita karena intervensi industri rokok begitu besar ke pemerintah. Sampai pemerintah sekarang mati kutu di bawah industri rokok,” ujar Nina.
Beladenta Amalia, Project Lead for Tobacco Control, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menambahkan, Save Our Surroundings menunjukkan suatu kedaruratan angka perokok pada anak-anak saat ini sudah sangat tinggi. Bukan hanya pada dewasa, tetapi anak-anak Indonesia mulai mencoba merokok sejak dini. Melalui gerakan SOS ini, CISDI berperan berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan banyak anak-anak menggunakan rokok batangan rokok akibat harga yang masih sangat murah. Ini menandakan komitmen pemerintah belum terlihat dalam mengendalikan harga rokok secara signifikan.
Peluncuran SAVE OUR SURROUNDINGS: Nyalakan Tanda Bahaya Hadapi Campur Tangan Industri Rokok
Peluncuran SAVE OUR SURROUNDINGS: Nyalakan Tanda Bahaya Hadapi Campur Tangan Industri Rokok
“Jadi kami sangat mendorong, upaya-upaya pengendalian tembakau dari pemerintah melalui pengesahan RPP Kesehatan supaya anak-anak kita cepat terlindungi, begitupun masyarakat rentan lain, khususnya kaum miskin. Kami juga mendorong harga cukai hasil tembakau terus dinaikkan dengan harga yang signifikan sehingga mereka yang rentan termasuk anak-anak tidak bisa menjangkaunya lagi,” ujar Beladenta.
Risky Kusuma Hartono dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) menyebut gerakan SOS mengingatkan lagi masalah stunting yang belum tuntas di Indonesia. Saat ini Indonesia belum sukses menurunkan prevalensi stunting yang ditargetkan 14 persen, namun terealisasi hanya 20 persen. Apabila rokok tidak terkendali, maka akan sulit untuk menurunkan stunting di masa depan.
“Studi dari PKJS UI menemukan bahwa peningkatan 1 persen belanja rokok itu meningkatkan 6 persen kemiskinan. Sehingga rumah tangga miskin apabila terus menerus membelanjakan uang untuk rokok, akan menjerat mereka dalam jurang kemiskinan. Untuk itu dalam Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) kali ini, kami sangat mendorong pemerintah untuk lebih peduli meningkatkan lagi pengendalian tembakau di Indonesia,” terang Risky.
Sementara itu, Koordinator Kampanye Yayasan Lentera Anak, Effie Herdi menyebut momentum gerakan SOS selaras dengan bukti tingginya campur tangan industri rokok di Indonesia. Sebagai negara keempat di dunia dengan intervensi industri rokok yang tinggi berdasarkan Tobacco Interference Index 2023 menandakan pemerintah mendapatkan intervensi dari industri rokok yang akhirnya melemahkan aturan pengendalian konsumsi rokok. Terbukti dengan Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang belum memiliki peraturan pelarangan iklan rokok, promosi, dan sponsorship rokok. Sementara di negara lain sudah tidak ada iklan, promosi, sponsorship berlebihan.
“Di Kamboja, rokok elektronik itu ilegal. Sedangkan di Indonesia cenderung mengajak atau welcome terhadap industri rokok elektronik ini. Jadi, sesuai dengan tema HTTS tahun ini, kami ingin anak muda berani meminta perlindungan ke pemerintah, dan pemerintah juga harus sadar untuk melindungi masyarakatnya.”
Sementara itu, Ketua Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Nadhir Wardhana, menyatakan ada 34 kampus memperingati HTTS bersama dengan mengikuti gerakan Save Our Surroundings. Keterlibatan dalam gerakan SOS terdororong oleh kebijakan pemerintah yang kerap kontradiktif dengan komitmen memajukan kesehatan masyarakat.
“Kami mahasiswa merasa bahwa ini bukan persoalan data ilmiah, apakah rokok berdampak bagi kesehatan, atau tidak. Ini sudah masalah politis, ini atas dasar intervensi dari industri itu sendiri. Maka dari itu kami bersama-sama, satu tanda menunjukkan bahwa pemerintah sudah tidak bisa buat apa-apa. Kini kita mendorong SOS supaya pemerintah tahu bahwa masyarakat juga peduli terhadap kesehatan diri sendiri dan orang lain,” ujar Nadhir.
Peluncuran gerakan SOS-Save Our Surroundings diawali dengan senam bersama, lalu Long March dan Kompetisi Dance Keren Tanpa Rokok di kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) Jakarta. Pawai dilengkapi peniupan peluit tanda bahaya untuk memperingatkan pemerintah segera mewaspadai dampak dan campur tangan industri rokok pada masa depan kesehatan masyarakat Indonesia. |WAW-JAKSAT