PRESIDEN DILUAR AMBANG KESADARANNYA

Sutoyo Abadi

Seorang peserta diskusi Kajian Politik Merah Putih pada malam Minggu 09.06 tanpa prolog langsung  presentasi, layaknya seorang ahli memaksa teman diskusi harus menuruti idenya.

Terjaga karena disiplin saling menjaga, menghormati dan menghargai pendapat,  presentasinya terus berjalan.

Sasarannya pada perilaku Presiden bahwa di akhir masa jabatannya makin kacau. Bukan hanya kesan tetapi benar benar di rasakan, bukan katanya tetapi benar benar  fakta, sebagian rakyat merasa kesal, muak  menyaksikan polah tingkah Presiden sebagai pengendali pengelola negara tanpa pakem dan liar.

Jangankan terkait norma, etika, sopan santun, adab kendali konstitusi di mainkan seenaknya. Semua yang menghalangi kepentingan diri, keluarga, kroni dan geng nya di rombak.  Bahkan Presiden buka lapak grosir  Keppres, Perpres, Inpres dan instrumen hukum dalam kekuasaannya di obral murah sebagai amunisi pertahanannya.

Kendali dan tata kelola negara amburarul, Presiden sama sekali tidak peduli dengan kritik, petisi, demo, semua di anggap remeh.

Peserta diskusi dari fakultas sastra menghela nafas panjang, mengungkapkan rasa kesal pada Presiden yang tidak lagi peduli dengan konstitusi. Abai dengan pertimbangan rasa dan nuraninya.

Jokowi seorang jawa yang tidak njawani. Kita pakai sindiran atau sanepo jawa, untuk mewakili perasaan kesal dan muak atas perilaku Jokowi yang sudah mengeras hati dan perasaanya

Presiden memilliki watak dan prilaku ;

“Kementhus ora pecus”  ( Orang yang banyak membual tanpa bukti dan bodoh )

“Kakehan gludug kurang udan” ( terlalu banyak bicara namun tidak pernah memberi bukti ).

“Kegedhen empyak kurang cagak” ( keinginannya sangat besar tidak sesuai kemampuannya )

“Adigang Adigung Adiguna” ( suka menyombongkan kekuatan dan kekuasaannya )

“Lambe satumang kari samerang” ( orang yang sudah berkali-kali dinasehati tapi tak juga didengarkan.

” Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang” ( akan menemui musibah yang tidak disangka-sangka )

Menghadapi Presiden seperti gambaran di atas, peserta diskusi sepakat  dua jalan pilihannya.

Melakukan perlawanan total sekali bergerak rezim harus rontok. Kalau itu belum mampu,  sementara istirahat total menunggu Jokowi habis masa jabatannya, begitu turun selesaikan dengan tuntas.***

10/6/2024.