Mengapa Berkata-kata?

Oleh: Taufan S Chandranegara, praktisi seni, penulis.

Jawaban dari judul di atas sederhana saja; tidak tahu. Mengapa tidak tahu. Mengapa berkata-kata. Katanya sih diperlukan sebagai alat komunikasi verbal, kalau nonverbal tergantung kebutuhan. Adanya banyak kata-kata beterbangan di angkasa menuju nomor tujuan, kebutuhan masing-masing personal. Tak terdeteksi loh di frekuensi ahai!

Maka perjumpaan logika lantas menjadi nalar komunikasi antar manusia. Ada pula bahasa antar binatang. Secara harfiah berbeda antara bahasa manusia dengan bahasa harimau sedang ngobrol-ngobrol dengan serigala, misalnya. Apa sebenarnya obrolan harimau dengan serigala mungkin makhluk manusia sulit paham.

Namun kalau harimau itu manusia juga serigala, barangkali mudah memahami karena jenis dasarnya manusia. Tapi berjulukan harimau atau serigala meski bukan cerita manusia harimau atau manusia serigala. Bertemulah kisah alegoris, fiksi berkisah tentang seputar makhluk manusia berwatak harimau juga bersifat serigala.

Cerita fiksi memberi kesan beragam bergantung penyajiaan cerita dari pengarangnya. Serigala atau harimau sebagai alegori perwatakan koruptor tergantung jenis kejahatan tindak pidana manipulasinya terhadap negara. Kok tega ya manusia koruptor itu. Sebagai warga negara nyolong anggaran kerja dari suatu unit ketentuan, telah disumpah pula.

Kalau mau dibilang enggak punya otak tak mungkin, sebab notabene pendidikan sosok koruptor sebagai oknum maling umumnya berpendidikan luar biasa sangat tinggi plus hebat-hebat. Tapi why not love your country? Kaum tuyul koruptor itu tidak memilih menjadi pengabdi terbaik dikelasnya untuk negerinya. Aneh bin ajaib.

Koruptor jenis manusia macam mana ya. Mungkin secara antropologis maupun geologis tak dikenal jenis makhluk bernama manusia koruptor. Wih! Tapi koruptor itu ada, nyata, jelas fisiknya, bukan makhluk jejadian sebagaimana kisah-kisah dalam sejarah misteri hantu berhantu; makhluk koruptor ini selalu menyembul di zaman apapun laiknya tuyul.

Apakah disebut zaman susah atau zaman senang, spesies jenis makhluk koruptor tetap eksis. Bukan abal-abal. Bukan bayang-bayang, membayangi pengadeganan panggung kehidupan. Makhluk koruptor hadir sebagai tokoh antagonis di dunia manipulasi nyata berlanjut plus konsekuen. Lantas hamba sebagai rakyat jelata bisa apa.

Bengong cuy. Wah! Ada korupsi lagi? Jreng! Kagak abis-abis.

***

Jakartasatu, Juni 11, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.