PELEMBAGAAN PROGRAM MAKAN BERGIZI GRATIS
Oleh Budiana Irmawan
Prabowo Subianto Djojohadikusumo presiden terpilih mengubah program makan siang gratis menjadi makan bergizi gratis untuk anak usia sekolah. Keputusan Prabowo masuk akal, makan bergizi gratis tidak hanya substansi program relevan dengan problem gizi buruk yang masih menghantui di Indonesia, juga aspek operasionalisasi program relatif mudah dilaksanakan.
Survei Standar Gizi Indonesia (SSGI) mutakhir tahun 2022 menyebutkan angka stunting 21,6% melampaui standar World Health Organization (WHO) yang seharusnya kurang dari 20%. Angka stunting itu berkorelasi dengan tingkat kemiskinan yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencapai 9,36% atau setara 25,90 juta orang. Jika ukuran garis kemiskinan mengikuti standar Bank Dunia pengeluaran 3,2 dolar AS per hari, maka jumlah orang miskin diperkirakan mencapai 40%.
Standar Bank Dunia terlihat lebih realistis. Sebuah keluarga kecil mempunyai satu anak, misalnya, dengan inflasi harga pangan sekarang, sangat berat memenuhi kebutuhan 50 ribu rupiah perhari. Apalagi kemampuan Purchasing Power Parity (PPP) sesuai standar BPS yang hanya 1,9 dolar AS per hari. Konsekuensi ukuran garis kemiskinan ini berdampak pada membengkaknya jumlah sasaran program bantuan sosial bagi orang miskin.
Program makan bergizi gratis untuk anak usia sekolah, tentu bukan upaya paripurna mengatasi problem stunting. Mereduksi angka stunting termasuk harus memberi asupan gizi ibu hamil dan anak di bawah lima tahun (Balita) serta memperhatikan faktor lingkungan tempat tinggal. Jadi, perspektif program makan bergizi gratis untuk anak usia sekolah dimaknai satu bagian dari program holistik pemerintah dalam meningkatkan mutu kesehatan anak.
Oleh karena itu, implementasi program makan bergizi gratis di ranah operasional perlu pelembagaan yang melibatkan antar instansi terkait, seperti Kementrian Kesehatan, Kementrian Pendidikan, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Kementrian Kesehatan melalui Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak merupakan sektor utama (leading sector) pelaksana program. Permenkes Nomor 23 tahun 2014 sebagai turunan dari Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah alas hukum yang mengatur kebijakan bidang gizi, fasilitasi tenaga pelayanan gizi, dan pemantauan kewaspadaan gizi skala nasional. Sementara Kementrian Pendidikan sebagai penerima manfaat atau pengguna program mempunyai kewenangan mengkoordinasikan dan menyediakan basis data faktual jumlah siswa anak sekolah yang berhak mendapatkan pelayanan makan bergizi gratis. Sistem kerja sama antara Kementrian Kesehatan dan Kementrian Pendidikan halnya sudah dilakukan dalam program Imunisasi anak usia sekolah yang selama ini berjalan.
Dengan demikian wacana membentuk kementrian baru khusus menangani program makan gizi gratis untuk anak usia sekolah tidak diperlukan. Prabowo Subianto Djodjohadikusumo setelah dilantik resmi menjabat Presiden dapat bekerja sesuai nomenklatur tanpa harus mengubah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kementrian Negara.
Jika pelaksana program oleh direktorat dirasakan kurang efektif, maka Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak bisa ditarik menjadi badan setingkat menteri cukup melalui peraturan pemerintah. Pertimbangan lain persoalan daya dukung sarana dan prasaran institusi di daerah, badan baru ini memungkinkan juga digabung ke dalam BKKBN. Kewenangan BKKBN diperluas bukan semata-mata menangani kependudukan dan keluarga berencana.
Pelembagaan program makan bergizi gratis untuk anak usia sekolah jauh memiliki urgensi ketimbang memperdebatkan besaran anggaran. Mengingat, belajar dari pengalaman program bantuan sosial lainnya kerap kali sumber kegagalan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi antar lembaga. Operasionalisasi program kemudian tumpang tindih dan tidak berpijak pada tata kelola pemerintahan yang baik (good corporate governance).
Penulis : Koordinator Jaringan Kerja Sosialis kerakyatan