Nelayan Tak Melaut, Pelampung Bocor, Lambung Kapal Bolong
JAKARTASATU.COM— Pegiat Rakyat Pesisir Rusdianto Samawa menyatakan dari 302 Paguyuban Badan Otonom Front Nelayan Indonesia (FNI) berada disetiap desa pesisir di seluruh Indonesia. Masing – masing memberi laporan secara berkala yang didapatkan dari investasi, perdagangan, agro Maritim, dan aktivitas penjualan ikan lokal.
Kurun waktu, setahun lalu, kuartal belanja kebutuhan masih kuat. Sekarang, akibat dollar melambung mendekati 18ribu per satu Rupiah, nelayan kurangi aktivitas melaut. Pelampung yang disiapkan dalam bentuk tabungan seperti hasil perdagangan perikanan dan aktivitasnya, kini terkuras dan menyusut. Kebocoran pelampung keuangan nelayan bisa menyebabkan dampak kemiskinan ekstrem yang semakin naik. Padahal, pemerintah berusaha menurunkan kemiskinan ekstrem sejak 3 tahun lalu yang mencapai 12%.
“Pemberian modal usaha oleh KKP juga tidak berdampak signifikan. Karena sasaran tidak tepat. Lebih menggemukkan oligarki dari pada diberikan kepada kelompok rakyat pesisir yang merupakan plasma inti dari denyut ekonomi pedesaan. Rasanya, sulit berenang ketepian atas situasi ketidakpastian ekonomi. Pelampung ekonomi rakyat bocor, tenggelam dampak aksi dollar yang menenggelamkan rupiah,” kata Rusdianto kepada wartawan Jakartasatu.com, Sabtu (21/6/2024).
“Fenomena kenaikan mata uang dolar, memukul mundur harapan hidup rakyat pesisir. Karena kebutuhan tak lagi bisa terpenuhi secara simultan. Nelayan sejenak menghela nafas pendek, mengerutkan kening dan urat saraf menegang atas desakan kebutuhan yang semakin tak terpenuhi,”imbuhnya.
Sementara, kebocoran lambung kapal sebagai cold storage ekonomi belum bisa ditambal. Lubang kebocoran lambung kapal ini, pertanda situasi bahaya. Hal ini terkait dengan hasil aktivitas melaut dan jalur perdagangan domestik maupun internasional mengalami degradasi atas persaingan dagang yang tak sehat.
Dolar telah meningkat sebesar 4% tahun 2024 ini. Tentu, jelas dampak buruk bagi para pelaku usaha kelautan dan perikanan. Harga pokok Ikan mulai naik, pasar – pasar tradisional Rendahnya nilai nelayan (NTN). Bersamaan kondisi sosial ekonomi masyarakat, dalam keadaan tidak baik. Sisi lainnya, kebijakan seputar kelautan dan perikanan sangat naif, akibatkan oleh regulasi – regulasi tidak pro pada masyarakat pesisir. Alih-alih tingkatkan ekonomi, malah menyulitkan putaran ekonomi perikanan.
“Kalau dievaluasi dalam 5 tahun terakhir, sosial ekonomi perikanan mengalami kondisi stagnan yang berdampak buruk pada pendapatan masyarakat. Belum ada tanda – tanda aktivitas ekonomi perikanan menggeliat. Salah satu faktornya adalah terbitnya berbagai regulasi yang menyulitkan masyarakat pesisir: nelayan, pembudidaya dan petani garam,” jelas Rusdianto.
Menurutnya mesti sadar lebih awal, bahwa sektor kelautan perikanan sudah nampak berat dan serba sulit yang belum bisa dipulihkan. Malah memunculkan banyak masalah, seperti pemborosan anggaran pada pos – pos yang tidak mesti dibiayai. Pemerintah belum terlihat upaya genjot perdagangan kelautan dan perikanan. Sehingga ekonomi kelautan tal kunjung membaik dan kesejahteraan nelayan menurun.
Rusdianto ungkapkan kebijakan kerapkali timbulkan polemik dan konflik antar masyarakat pesisir,.misalnya regulasi PNBP naik 300% setiap tahun. Menurunnya daya serap pasar terhadap produk hasil perikanan, lemahnya etos tenaga kerja sangat rendah dan minimnya hasil ekspor perikanan. Perhatian pemerintah masih minim, tidak melihat peluang pemulihan ekonomi pada sektor kelautan dan perikanan. Suram dalam melihat indikator kebijakan, karena semua pendekatan oligarkis.
Ia menegaskan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak memiliki kepekaan, ditengah pemborosan anggaran yang dibelanjakan. Ditambah gagalnya semua program strategis seperti shrimp estate sehingga mangkrak. Program tersebut, tak bisa intervensi problem sosial ekonomi kelautan dan perikanan dari hulu ke hilir. Program – program yang dicanangkan itu tidak memiliki kejelasan investasi, sehingga tidak akan memberi manfaat kesejahteraan bagi masyarakat pesisir.
“Pemerintah perlu evaluasi seluruh program dan regulasi yang sudah diterbitkan sehingga bisa menjadi signifikan bagi upaya pemulihan sektor perikanan ditengah kenaikan. Dollar dan suku bunga,” tandasnya.
“Perlu juga menyadari kondisi selama lima tahun terakhir, aktivitas masyarakat pesisir nyaris lumpuh, meski pemerintah telah gelontorkan ragam bantuan sosial dan afirmasi kebijakan program. Kenyataannya belum pulih. Bahkan melemah. Kinerja kelautan dan perikanan mengalami pasang surut: lemah dan stagnan,” tutup Rusdianto. (Yoss)