JAKARTASATU.COM– Hampir 50 persen, tepatnya sebanyak 49,2 persen, responden tidak setuju pembatasan usia kendaraan dan jumlah kepemilikan kendaraan di Jakarta. Demikian hasil survei yang dirilis lembaga KedaiKOPI terkait Pembatasan Usia dan Jumlah Kepemilikan Kendaraan Daerah Khusus Jakarta yang dilakukan pada 11-14 Juni 2024.

Menurut Direktur Riset & Komunikasi KedaiKOPI Ibnu Dwi Cahyo, angka ini lebih banyak dibandingkan dengan publik yang setuju dengan persentase 40,2 persen dan 10,6 persen sisanya mengaku tidak tahu dengan adanya kebijakan tersebut.

“Bahkan bagi responden yang berasal dari generasi X dan milenial tingkat tidak setujunya lebih dari 50 persem,” kata Ibnu pada Rabu (26/62024).

Ibnu menjelaskan, sebanyak 54,7 persen masyarakat yang tidak setuju beralasan bahwa kondisi ekonomi masyarakat saat ini masih sulit untuk membeli kendaraan baru secara berkala, misalkan 10 tahun sekali.

“Jadi ini menjadi faktor terbesar penolakan mereka akan kebijakan pembatasan usia kendaraan dan kepemilikan kendaraan”, tuturnya.

Faktor kedua terbesar dari tidak setujunya masyarakat akan kebijakan ini ditemukan lembaga survei KedaiKopi adalah masyarakat lebih menginginkan agar pemerintah berfokus kepada kelayakan kendaraan alih-alih usia kendaraan (23,3%), dan alasan ketersediaan akses transportasi umum yang tidak merata menjadi alasan terbesar ketiga (13,2%).

Lebih jauh survei ini juga mencari tahu respon masyarakat apabila kebijakan ini benar-benar diterapkan oleh pemerintah Daerah Khusus Jakarta.

“Sebesar 82,2 persen responden menyatakan mereka akan menggunakan transportasi umum dan 35,3% akan menggunakan kendaraan alternatif selain kendaraan bermotor,” terangnya.

Selain mencari transportasi alternatif, uniknya terdapat 27,3 perssn responden yang akan membeli kendaraan baru bila kebijakan ini diterapkan.

“Mungkin ini jawaban responden dengan kondisi ekonomi atas, dan sebanyak 22,2 persen memilih akan berjalan kaki, serta ada juga yang akan pindah lokasi kerja menjadi lebih dekat, namun itu hanya 0,7persen saja”, imbuhnya.

Publik menyarankan apabila kebijakan ini hendak diterapkan maka pemerintah harus menyiapkan langkah-langkah yang akan mempermudah implementasi kebijakan tanpa harus mengorbankan kenyamanan mobilitas warga.

“Masyarakat menuntut agar pemerintah dapat meningkatkan layanan transportasi umum dan melakukan integrasi antar moda transportasi publik agar kebijakan ini dapat dengan mudah diterapkan. Dua hal tersebut disampaikan oleh 91,5 persen dan 80,9 persen responden kami dan ini sangat tinggi sekali”, tukas Ibnu.

Masyarakat Jabodetabek kata Ibnu, sudah menyadari dan merasakan bahaya dari menumpuknya kendaraan yang berlalu lalang di Jakarta.

Selain kemacetan, polusi udara menjadi salah satu faktor terbesar masyarakat mendukung kebijakan pembatasan usia dan kepemilikan kendaraan di Jakarta.

“Faktor kemacetan dan polusi udara menjadi dua hal terbesar yang dipertimbangkan responden kami yang pada akhirnya membawa mereka untuk setuju dengan adanya pembatasan usia dan kepemilikan kendaraan di Jakarta dengan masing-masing berjumlah 44,7 persen dan  26,8 persen. Dua hal tersebut yang secara fakta menjadi momok bagi masyarakat di Jabodetabek”, jelasnya. (RIS)