Family Office Kata Luhut, Ini Kata Pengamat Politik Global Hendrajit…..

JAKARTASATU.COM— Pengamat Geo-Politik Hendrajit mengatakan Luhut Binsar Panjaitan menggulirkan ide family office. Sebagai agenda terbuka selintas seperti mengajukan gagasan  perlunya jasa layanan konsultasi dan bimbingan strategis pada orang-orang kaya untuk mengelola aset dan sumberdaya-nya secara efektif dan dapat jaminan pengamanan dari negara.

“Sayangnya, Luhut yang mengklaim sudah dapat persetujuan presiden, tidak membeberkan terlebih dahulu Narasi Besar yang jadi alas apa pentingnya family office dibentuk. Siapa yang ia maksud orang-orang kaya? Bagaimana pertautan penguasa dan pengusaha di negeri kita selama ini? Bagaimana pendirian negara  dalam hubungan antara kekayaan dan kekuasaan politik di negeri kita?,” kata Hendrajit kepada Jakartasatu saat dihubungi terkait family office yang digagas Menkomarves, Jakarta, Senin (1/7/ 2024).

“Tanpa menjawab dulu tiga pertanyaan strategis itu, maka wacana family office yang digulirkan Luhut malah berfungsi sebagai tabir buat melestarikan kolusi penguasa dan pengusaha yang sejak Orde Baru belum pernah dibereskan secara skematik dan tuntas. Mana yang murni kaum borjuasi nasional yang mandiri dan benar benar berorientasi bisnis. Dan mana yang selama ini cuma pengusaha-pengusaha gadungan yang menempel pada siapapun yang sedang berkuasa,” tambah Hendrajit.

“Luhut yang didikan Amerika, pastinya tahu betul ada dua wacana yang berbeda secara tajam ihwal hubungan antara kekayaan dan kekuasaan politik,” jelasnya.

Hendrajit menuturkan Orang-orang Eropa Barat dan Amerika, terlepas watak sejatinya yang berorientasi kapitalisme, menjadi pebisnis swasta yang lantas jadi kaya, merupakan jalan menuju  kekuasaan politik. Itulah Narasi Besar versi Barat. Jadi kaya dulu, barulah punya kekuasan politik. Bahwa implikasinya uang lantas membeli kekuasaan, itu perkara lain. Namun begitulah narasi besarnya. Meski sekarang wacana seperti ini juga bukan lagi monopoli Barat. Jepang dan Cina pun sampai tingkat tertentu sudah mengadopsi beberapa aspek dari Narasi Besar Kapitalisme Barat. Hanya saja bagusnya Cina dan Jepang, komitmen negara yang konsisten sebagai fungsi sosial, mampu membendung ekspansi korporasi global dengan dukungan pusat kekuasaan politik.

Bagi orang orang Timur kata Hendrajit, utamanya negara-negara Asia termasuk Indonesia, yang masih dihantui kolaborasi kapitalisme-kolonialisme dengan feodalisme, Narasi Besarnya beda lagi. Kekuasaan politik adalah justru jalan untuk menjadi kaya.

“Nah di sinilah wacana office family jadi rawan ketika Luhut tidak memperjelas pendirian politiknya terhadap dua Narasi Besar tadi. Atau jangan jangan, Luhut pura pura tidak tahu atau memang tidak mau tahu,” tukas Hendrajit

“Kalau begitu halnya, saya cenderung memandang office family ini akan dibentuk dengan bingkai wacana ala Timur yang masih berbasis kolusi antara kaum penjajah asing dengan kaum feodal gaya baru,” tandasnya.

Ketika kekuasaan politik dipandang sebagai jalan untuk jadi kaya, maka Luhut seharusnya tahu persis bahwa tidak ada yang namanya borjuasi mandiri yang mana pebisnis swasta itu berada di luar orbit kekuasaan politik.

Sebab dalam settingan itu, oleh sebab yang punya pengaruh adalah kekuasaan politik, maka orang orang yang mau bergerak di bidang bisnis atau dunia usaha, harus mengabdi pada orang orang yang ada di pusat kekuasaan politik.

Ketika pengusaha atau pebisnis swasta harus mengabdi pada pusat kekuasaan politik, maka orang orang kaya yang dimaksud Luhut bukan murni kaum borjuasi mandiri yang berada di luar orbit kekuasaan, melainkan kaum komprador yang lekat dengan penguasa. Atau dalam istilah para pakar ekonomi politik disebut Ersatz Capitalism. Seolah-olah pebisnis swasta padahal mereka adalah orang orang yang berkiprah dalam kegiatan bisnis namun tidak bertumpu pada modalitas finansial, melainkan pada penguasaannya dalam bidang politik, birokrasi/administrasi maupun militer.   Misalnya kalau dari pribumi adalah putra-putri pejabat tinggi sipil militer yang didorong para orang tuanya untuk jadi pebisnis boneka.

Adapun dari nonpri, adalah kalangan overseas chinese atau taipan yang sebenarnya juga tidak punya reputasi bagus sebagai pebisnis tulen yang kredibel, kecuali semata mata karena punya jejaring patronase dengan orang orang dalam di pusat kekuasaan politik.

“Jadi, Narasi Besar inikah yang hendak dilestarikan lewat wacana family office? Saya kira memang begitulah adanya? tanya Hendrajit.

Pengamat Geo- politik ini uraikan jejaring patronase yang benih benihnya telah tertanam sejak era 1950an hingga kini, mencegah bertumbuhnya kolaborasi yang sehat antara borjuasi nasional mandiri yang sejatinya adalah para pebisnis swasta tulen dengan unsur-unsur pemerintahan pro peran negara sebagai agen perubahan, untuk  tata hubungan politik dan bisnis baru yang sehat. Regulator  ya regulator. Player ya player. Bukannya ya regulator ya player. Ya penguasa ya pengusaha. (Yoss)

Diketahui,  Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan
mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui pembentukan family office di Indonesia.

Family office adalah perusahaan swasta yang menangani manajemen investasi dan manajemen kekayaan untuk keluarga kaya. Ini bertujuan untuk menumbuhkan dan mentransfer kekayaan secara efektif antar generasi.

“Saya bilang ‘bapak presiden kalau bapak setuju kita coba di sini’. (Jokowi bilang) ‘setuju Pak Luhut,” katanya di MINDialogue CNBC Indonesia, Jakarta, Kamis (20/6).

Luhut mengatakan Singapura saja memiliki 15.500 familly office. Namun, Indonesia tidak punya satu pun.

Luhut mengatakan family office perlu dibentuk mengingat tingginya permintaan. Menurutnya, keluarga kaya di luar negeri tertarik menyimpan uangnya di Tanah Air.

Selain itu, ia menilai family office bakal menarik orang kaya karena tak akan dipungut pajak. ( Yoss)