Ekspor BBL Ilegal Dibungkus Budidaya, KPK Perlu Periksa Menteri KKP

JAKARTASATU.COM– Ketua Geomaritim Partai Negoro, Rusdianto Samawa mengatakan dinamika lobster selalu menarik, khususnya Benih Bening Lobster. Peraturan Menteri KKP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster merupakan bencana paling mematikan bagi sektor kelautan – perikanan. Pasalnya tak ada satu pun pasal yang mengizinkan ekspor benih bening lobster.

Pada bagian Kesatu, kedua dan ketiga menjelaskan penangkapan BBL untuk budidaya, penelitian (riset) dan pendidikan. Tak ada satu pun pasal dalam peraturan tersebut, izinkan ekspor BBL.

“Dugaannya Peraturan Nomor 7 tahun 2024 diterbitkan untuk Ekspor BBL dibungkus Budidaya. Pertanyaannya “berapa miliar bibit BBL untuk budidaya, berapa luas lahan budidaya, berapa banyak pengusaha atau stakeholders yang budidaya. Ini pertanyaan – pertanyaan yang perlu dijawab oleh KKP.” Ungkap Rusdianto Samawa, Ketua Geomaritim Partai Negoro saat jumpa pers di kantor Partai Negoro di Pejaten Jakarta Selatan pada (Selasa, 9 Juli 2024)

Dugaan lain, diluar berlakunya regulasi pengelolaan lobster ini, Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP) membeli dan mengumpulkan Bibit Benih Bening Lobster dari nelayan dengan sistem kuota untuk budidaya. Namun, janggal karena tak sesuai dengan kebutuhan maupun fasilitas tempat budidaya.

“Seberapa besar BLU membeli BBL untuk budidaya, ini harus jelas. Tentu kalau beli ada standar harga. Sementara informasi di lapangan, BLU beli BBL untuk di ekspor. Walaupun, alasan beli untuk budidaya.” jelas Rusdianto.

Santer informasi di lapangan bahwa para pengepul BBL mengerakkan nelayan untuk menangkap BBL dengan kuota tertentu sesuai izin yang diberikan oleh Kadis Kelautan – Perikanan di Provinsi masing – masing untuk ekspor, misalnya di NTB diberikan kepada asosiasi Nelayan dengan kuota, sementara kesiapan fasilitas budidayanya tak memadai. Lalu izin kuota BBL yang ditangkap itu perhari bisa 100ribu ekor per satu asosiasi. Apakah kebutuhan bibit budidaya bisa ditampung kalau 100ribu. Kemanakah sisa bibit tersebut?.

“Tentu, izin tersebut bukan untuk budidaya, tetapi pengeluaran lobster sesuai Permen Nomor 7 tahun 2024. penafsiran pengeluaran (ekspor) lobster ini ada dua hal, yakni pertama, pengeluaran lobster dibolehkan sepanjang ukurannya sesuai. Kedua, pengeluaran BBL ke luar negeri (ekspor).” beber Rusdianto Samawa yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI)

Lanjutnya, sementara Peraturan Menteri Nomor 7 tahun 2024 tidak jelas, tidak memberikan penjelasan dalam pasal apapun di bagian Kesatu, Kedua dan Ketiga tentang diperbolehkan ekspor Bening Bening Lobster (BBL).

“Ada psikologis ketakutan dalam menerbitkan aturan pengelolaan Lobster, pertama, takut dikritik masyarakat yang anggap ekspor BBL itu merugikan. Kedua, takut apabila ekspor BBL diperjelas dalam suatu pasal tertentu dalam peraturan menteri.” ungkapnya.

Lebih jauh Rusdianto katakan pada wilayah lain, ada agenda KKP melalui BLU LPMUKP membeli kuota BBL kepada pengepul dan nelayan penangkap BBL untuk budidaya. Namun, pertanyaannya; seberapa besar kuota, tempat, kebutuhan bibit untuk budidaya. Ini perlu jawaban terbuka.

“Mengenai BLU LPMUKP membeli Bibit kepada pengepul dan nelayan itu, dana dari perusahaan mana?, BLU kerjasama dengan oligarki mana ?. Pasalnya, membeli memakai fasilitas uang negara atau APBN tidak boleh. Karena semua kebijakan berbasis APBN harus terbuka dengan sistem tender atau penunjukkan langsung atau ada aturan lain yang membolehkan dana APBN itu dibisniskan.” tukas Rusdianto.

Lebih lanjut, Rusdianto tegaskan, APBN itu sumbernya pajak rakyat, kalau sektor kelautan – perikanan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Lalu pengembalian pajak rakyat melalui sistem bisnis kepada rakyat, hal itu tidak benar. Sistemnya salah, sudah menyalahi undang – undang. Penting lagi, selama Menkeu belum menerbitkan aturan PNBP Benih Bening Lobster (BBL), maka selama itu tetap ilegal.

“Negara ini seperti Gudang (Cold Storage State) atau Negara Gudang; ada kepala, seksi, bidang, direktur, pengawas, penyuplai, pembeli, investasi, stakeholder, plasma, badan, alat, dan lainnya. Selagi seluruh penyelenggara negara memandang negara seperti gudang (Cold Storage). Maka, isinya pencuri, korup, dan penipu rakyat.” tegas Rusdianto.

Oleh karena itu Ketua Geomaritim Partai Negoro ini menyerukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu lakukan supervisi (pengawasan) terhadap aktivitas lembaga negara atau kementerian yang sumbernya memakai uang negara.

“Lebih khusus, KPK perlu lakukan supervisi dan pemeriksaan terhadap Menteri KKP atas kebijakan yang dikeluarkan karena timbulkan multi tafsir antara ekspor; Lobster konsumsi atau ekspor Benih Bening Lobster sebagamana terjadi di lapangan, atau Budidaya Lobster saja.” tegas Rusdianto

“Selain itu, KPK sekaligus klarifikasi pengelolaan anggaran KKP yang bocor dengan alokasi yang besar. Termasuk berbagai deretan kasus dugaan penyelundupan benih lobster dan kegagalan mencegah pengawasan tata niaga Benih Bening Lobster (BBL) ke luar negeri senilai Rp9,4 Miliar ke Singapura dan bulan Mei 2024 gagalkan penyelundupan benih lobster senilai Rp19,2 miliar tujuan Vietnam. Selain itu, penggunaan anggaran tidak transparan pada Biro Umum dan Setjen KKP untuk Program kegiatan layanan Protokoler dengan angka fantastik sekitar Rp.5.1 miliar.”  tandasnya.

“Program dan anggaran di Biro Umum dan Setjen KKP terkesan tumpang tindih antara alokasi anggaran. Misalnya, anggaran untuk belanja bahan komputer, ada di dua program Belanja Barang Persediaan Barang Konsumsi Layanan Protokoler. Kemudian, barangkali untuk program senang – senang. Ada program yang namanya dua kali sewa Gerbong Kereta dua kali. Pertama, Sewa Gerbong VIP Kereta dengan nilai sebesar Rp. 25.000.000, dan Sewa gerbong VIP kereta istimewa dengan nilai sekitar Rp.150.728.000, Belanja Barang Operasional Layanan Protokoler sebesar Rp.858.000.000, Belanja Sewa Layanan Protokoler Rp.2.077.436.000 dan Belanja Barang Operasional Lainnya Layanan Protokoler Rp.1.326.094.000.” beber Ketua Geomaritim Partai Negoro ini.

“Penegak hukum seperti KPK sangat diharapkan untuk menyelidiki secara tuntas kasus – kasus dugaan korup, pencurian, kolaborasi jahat para pejabat, baik yang sudah terungkap maupun belum. Sembari melakukan pencegahan terhadap potensi korupsi yang akan terjadi. Kasus tindak pidana korupsi sudah merupakan extra ordinary crime, sehingga penanganannya harus dilakukan secara luar biasa pula, baik dari aspek pencegahan maupun penanggulangan.” tutupnya (Yoss)