JAKARTASATU.COM– Surat Presiden (Supres) Rancangan Undang-Undang Polri bentuk arogansi Jokowi selaku presiden. Arogansi karena dianggap menelantarkan kritik publik dan mengukuhkan praktik legislasi otoriter. Demikian judul siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian.
Jokowi, menurut Koalisi, kembali mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat dan konstitusi dalam penyusunan undang-undang.
“Proses perencanaan dan penyusunan RUU Polri oleh DPR yang sembunyi-sembunyi, tergesa-gesa dan tidak memberikan ruang partisipasi bermakna kepada publik yang jelas-jelas melanggar aturan main demokrasi dan konstitusi justru disambut mesra oleh Presiden dengan dukungan surat Presiden,” isi siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, Selasa (9/7/2024), yang diterima media.
Koalisi menilai RUU ini jelas bukan untuk melindungi rakyat tapi hanya dibuat untuk melindungi kepentingan kekuasaan. RUU ini juga bukan untuk melakukan koreksi terhadap institusi kepolisian yang bermasalah dan gagal dalam mereformasi institusi paska reformasi.
Jika nantinya disahkan hanya akan menjadi legitimasi upaya paksa negara melalui aparat kepolisian kepada rakyat seperti penyadapan, memata-matai rakyat bahkan kriminalisasi termasuk politisasi dan multifungsi kepolisian.
Betapa tidak, di tengah brutalitas dan buruknya kinerja kepolisian untuk melindungi rakyat yang tampak dalam berbagai kasus.
DPR RI dan Presiden yang akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2024 nanti justru akan memberikan berbagai hadiah kewenangan baru kepada Kepolisian RI, bahkan tanpa mekanisme pengawasan dan kontrol yang memadai.
Padahal, kewenangan besar tanpa kontrol hanya akan melahirnya korupsi dan kesewenang-wenangan.
“Pada akhirnya, proses pembahasan RUU Polri di DPR hanya akan mengukuhkan praktik Legislasi Otoriter dan melegitimasi kepentingan politik pemerintahan Jokowi untuk memperkuat kekuasaan dan kendali terhadap ruang publik masyarakat.”
Supres soal RUU TNI dan Polri sendiri sudah diterima DPR. DPR pun akan mulai membahas RUU itu.
Tergabung dalam Koalisi: AJAR (Asia Justice and Rights), AJI Indonesia (Aliansi Jurnalis Independen), Amnesty Internasional Indonesia, Centra Initiative, ELSAM, HRWG (Human Rights Working Group), ICJR (Institute for Criminal Justice Reform), ICW (Indonesia Corruption Watch), IJRS (Indonesia Judicial Research Society), dan IM57+ Institute.
Ada pula Imparsial, KontraS, Kurawal Foundation, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Masyarakat, LeIP (Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan), Lokataru Foundation, PBHI Nasional, dan PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan).
Selain itu ada SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network), Themis Indonesia, TII (Transparansi Internasional Indonesia), Yayasan Pikul, YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Remotivi, dan WeSpeakup.org. (RIS)