Ilustrasi AI | WAW
Ilustrasi AI | WAW

Hampir setengah dari responden menyatakan bahwa burnout dan kelelahan membuat mereka kurang teliti dalam menjalankan tugas mereka. Sebanyak 17% menganggap hal ini sebagai penyebab terjadinya serangan siber pada perusahaan

JAKARTASATU.COM – Sophos, inovator solusi keamanan siber yang membantu organisasi melawan serangan siber, telah merilis hasil temuan / laporan keempat “Masa Depan Keamanan Siber di Asia Pasifik dan Jepang”. Bekerja sama dengan Tech Research Asia (TRA), laporan tersebut menemukan bahwa 90% dari responden yang merupakan karyawan keamanan siber dan TI, mengalami burnout dan kelelahan.
Laporan tersebut, mengungkapkan bahwa karyawan merasakan burnout hampir di semua aspek operasi, dengan 30% di antaranya menyatakan bahwa perasaan burnout meningkat secara ‘signifikan&quot’ dalam 12 bulan terakhir. Sebanyak 41% responden merasa bahwa burnout membuat mereka ‘kurang teliti’ dalam pekerjaan mereka. Bahkan, 17% dari mereka mengidentifikasi bahwa burnout dan kelelahan berkontribusi, bahkan bertanggung jawab secara langsung, atas terjadinya serangan siber pada perusahaan. Sementara itu, 17% perusahaan mengalami pelambatan dalam menanggapi insiden keamanan dibandingkan dengan rata-rata.
Penyebab burnout dan kelelahan siber
5 penyebab utama burnout dan kelelahan siber dalam laporan meliputi:
  1. Kurangnya sumber daya yang tersedia untuk mendukung kegiatan keamanan siber
  2. Aspek rutinitas karyawan terkait tugas yang monoton
  3. Tekanan yang meningkat dari dewan maupun tim manajemen perusahaan
  4. Peringatan terus-menerus dari alat dan sistem keamanan perusahaan
  5. Peningkatan aktivitas ancaman dan adopsi teknologi baru yang mendorong terciptanya lingkungan yang menantang.
Dampak burnout dan kelelahan pada karyawan keamanan siber
Penemuan di laporan mengungkapkan bahwa di kawasan Asia Pasifik dan Jepang (APJ):
  • 41% karyawan merasa menjadi kurang teliti dalam perkerjaan mereka
  • 34% karyawan merasakan tingkat kecemasan yang meningkat jika mengalami pelanggaran atau serangan siber
  • 31% karyawan merasa sinis, acuh tak acuh, dan apatis terhadap kegiatan keamanan siber serta tanggung jawab mereka.
  • 30% karyawan menyatakan bahwa mereka ingin mengundurkan diri atau mengubah karier mereka (dimana 23% dari karyawan yang disurvei telah mengubah karier atau mengundurkan
    diri)
  • 10% karyawan merasa bersalah karena tidak bisa berperan lebih untuk mendukung kegiatan keamanan siber
“Pada saat organisasi berjuang dengan kurangnya keahlian dalam bidang keamanan siber dan lingkungan serangan siber yang semakin kompleks, stabilitas dan kinerja karyawan memegang peranan yang krusial dalam memberikan pertahanan yang solid bagi bisnis. Burnout dan kelelahan kerap mengancam area-area ini, sehingga organisasi perlu meningkatkan dukungan yang tepat kepada karyawannya. Terutama ketika, menurut penelitian kami, 17% responden mengidentifikasi bahwa burnout dan kelelahan berkontribusi, bahkan bertanggung jawab secara langsung, atas terjadinya serangan siber,” sahut Aaron Bugal, Field CTO, Sophos.
“Laporan yang dibuat oleh Sophos dan TRA memberikan wawasan relevan tentang stres siber yang dihadapi oleh perusahaan dan hal apa saja yang perlu diubah. Meskipun tidak ada solusi yang mudah, mengubah pola pikir terhadap masalah tersebut yang akan berdampak signifikan dalam mengidentifikasi kebutuhan untuk mengembangkan bisnis yang tahan terhadap serangan siber. Dewan dan eksekutif perusahaan perlu mendorong perubahan dan menuntut tanggung jawab dari para individu yang bertugas, guna mencapai tata kelola yang lebih baik terkait pendekatan keamanan siber. Namun, mereka perlu dengan jelas menyampaikan akuntabilitas dalam mengembangkan dan mempertahankan rencana, karena keamanan siber menjadi suatu hal interaktif – dan harus ada tim yang memberikan pengawasan yang memadai setiap saat.”
Dampak burnout dan kelelahan pada operasional bisnis
Terdapat empat area utama di mana burnout dan kelelahan keamanan siber memiliki dampak langsung pada operasi bisnis:
  • Kontribusi langsung terhadap serangan: 17% responden mengidentifikasi bahwa burnout atau kelelahan siber keamanan berkontribusi, bahkan bertanggung jawab langsung, atas terjadinya serangan siber
  • Respons lambat terhadap kejadian keamanan siber: 17% perusahaan mengalami Waktu respons yang lebih lambat dari rata-rata dalam menanggapi insiden keamanan siber
  • Kehilangan produktivitas: perusahaan mengalami kehilangan produktivitas sebesar 4.1 jam per-minggu, dengan perusahaan di Filipina (4.6 jam per-minggu) dan Singapura (4.2 jam per-
    minggu) yang paling terdampak. Sedangkan India dan Jepang (keduanya dengan 3.6 jam per-minggu) yang paling sedikit terdampak.
  • Pengunduran diri dan perubahan karier: Dalam 23% perusahaan yang disurvei, stres dan burnout menjadi penyebab utama pengunduran diri karyawan di bidang keamanan siber dan TI.
Karyawan di perusahaan Singapura dan India masing-masing berkontribusi 38% dan 31% dari jumlah aksi pengunduran diri tersebut. Perusahaan juga mencatat bahwa, rata-rata 11%
karyawan mereka telah “meninggalkan” posisi mereka sebagai keamanan siber atau TI karena stres atau burnout. Insiden ini paling banyak terjadi di Malaysia (28% perusahaan) dan
Singapura (15%). |WAW-JAKSAT