PEMIMPIN (TAK) TEGAS

JAKARTASATU.COM– Uttiek Herlambang menyatakan buntut dari pertemuan lima orang Nahdliyin dengan Presiden I*r*el masih terus berlanjut di sosial media. Demikian dikutip akun FB-nya @uttiek_mpanjiastuti, Selasa 16/7/2024.

Lanjut Uttiek sungguh disesalkan, kelimanya tidak berani melakukan klarifikasi secara langsung, melainkan “diwakili” oleh Ketua PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang meminta maaf atas apa yang dilakukan lima Nahdliyin di tengah genosida I*r*el di jalur G*za, dalam konferensi pers di gedung PBNU, Jakarta, Selasa (16/7).

“Langkah tak bijak yang justru membuat publik makin bertanya-tanya dan gaduh, mengapa lima orang itu harus “dilindungi”? Kalau betul mereka melakukannya atas nama pribadi, tak seharusnya organisasi yang “memintakan” maaf pada masyarakat Indonesia,”tandasnya.

“Di saat yang sama, barangkali di I*r*el sana, orang-orang yang kemarin bertemu dengan para Nahdliyin itu sedang tertawa terbahak-bahak dan bertepuk tangan karena “misinya” memecah belah suara pembelaan bangsa Indonesia pada saudara-saudara kita di Palestine “berhasil”.” tambah Uttiek.

“Astaghfirullah,” ucapnya.

Uttiek menuturkan perpecahan umat. Sesuatu yang terus terulang di setiap perlintasan zaman. Seperti halnya yang terjadi pada tahun 61 H atau 680 M.

Setelah gugurnya Hussein RA pada tanggal 10 Muharram, kondisi umat Islam tidak baik-baik saja. Perpecahan terjadi di mana-mana. Sesama umat Islam saling hujat. Bahkan mimbar-mimbar khutbah Jumat pun digunakan untuk saling menghina.

Hingga datanglah seorang pemimpin adil Khalifah Umar ibn Abd Azis. Alih-alih memanaskan suasana, ia memilih menyatukan umat.

“Itu semua adalah pertumpahan darah yang Allah selamatkan kita darinya. Sungguh, aku benci untuk mengotori lisanku dengan mengomentarinya,” tegasnya.

Dengan kekuasaannya, ia perintahkan untuk segera menghentikan caci-maki di mimbar Jumat dan menggantinya dengan membacakan QS An Nahl:90 atau QS Al Hasyr:10. Tradisi itu bahkan masih terus berlangsung hingga hari ini.

Begitulah seharusnya menjadi seorang pemimpin, mampu bersikap tegas disaat muncul para pengacau persatuan umat. Bukan malah sebaliknya, “melindungi” yang tak seharusnya dilindungi. (Yoss)