Esai Bertanya Pada Pelangi

Oleh: Taufan S. Chandranegara, praktisi seni.

Seiring berjalannya waktu akumulatif

mungkin ada pertanyaan alam raya.

Telah pudarkah ketulusan.

Semoga kebaikan senantiasa melindungi

ketulusan di rentang mata air kejujuran

kekuasaan di tanah negeri. Semoga.

Takut jatuh tersia-sia. Tersirat sekali lagi sekalipun alih-alih tersurat. Apakah itu merupakan sekadar kisah kata syair dari pola musik berlabel anonim, berdendang suara sumbang di balik batu. Perlu kehati-hatian. Meningkatkan kewaspadaan senantiasa. Memantau darat laut udara; memastikan tanda-tanda semafor secermat-seteliti mungkin.

Mewaspadai krisis mata air di musim kemarau. Mungkin saja hipokrisi tengah membidik kesempatan berakrobat di batas horizon. Keping nurani tak jadi cahaya pelangi kemaslahatan. Akibat pola makan senantiasa terlalu kenyang. Akhirnya memelihara kecurigaan di perut sendiri. Sembelit, ego di peradaban tubuh. Keinginan tak sesuai harapan, kalau mau menyadari. Salah satu ujian kelulusan alami.

Negeri ini gudangnya ilmuwan, cendikiawan, budayawan, sains. Sumbangsih ikhlas, ideal desain optimis Kebangsaan. Peran orang tua di rumah kita sendiri. Para guru hingga tapal batas negeri ini di sekolah tingkat pelajar-universitas. Dari yakinku teguh. Menjadi realitas berbudi. Mumpuni. Iman persatuan persaudaraan keberagaman keyakinan. Mengajarkan kedisiplinan kepatuhan moral keteladanan.

Kebenaran kukuh di kebaikan. Relativitas, menimbang pikiran terjaga. Mengawasi, mewaspadai aklamasi pertimbangan penasihat bayang-bayang. Pencuri nasib, menjadi pasir dapat dihempas oleh sekadar angin sepoi-sepoi loh. Tak perlu badai. Sebab badai kadangkala berpura-pura untuk suatu kepentingan bersyair tersirat-tersurat. Mendayu makin ragu kata syair ketika mencurigai cinta.

Tak serupa anomali perumpamaan ketakutan terhadap perubahan cuaca hingga fobia bencana kehancuran kehidupan. Tersadar maupun tidak akibat alat bantu perang buatan sendiri antar bangsa berperang-nuklirisme antar benua, menghancurkan diri sendiri. Jangan berulah sombong.; Sederhana saja cerdas berbudi memimpin negeri. Mimpi boleh. Asal jangan mimpi bikin istana di langit Ilahi.

Meski berganti tangan berkali-kali, bukan salah satu jalan keluar. Langkah salah acuan, gelombang ditulis frekuensi, muncul berabad kemudian di catatan historis bias menjadi fatamorgana. Jika cita-cita tak mufakat makrifat iman Ilahiah. Oleh sebab itu jangan jadi pencuri uang negara di dalamnya terkandung hak-hak rakyat.

Tak perlu takut terhadap pikiran cemerlang terang benderang. Terbuka tanpa pretensi, di antara misteri ketakutan hantu menghantui. Jangan jadi hantu siang bolong atau hantu gulita malam-rekening hitam patgulipat merapat di dalam gelap. Tahukan akibatnya. Walah kadalah. Ingat, malaikat cinta penjaga personal tak pernah tidur, untuk senantiasa mengawasi perilaku kehidupan.

Menjadi sari bunga terindah juga boleh, memberi manfaat pada kupu-kupu, sebab realitas pilihan menunjukan kualitas dayajuang keadaban. Kuantitas tak serupa benda-benda angkasa beterbangan simpangsiur. Justru hujan memberi air pada bumi agar kehidupan berdampingan jujur berbudi.

Biarkan, benih tumbuh sebagaimana natural setara usia pertumbuhan. Pelahan dahan kukuh terbentuk. Berserentak ranting dedaunan. Bertahapan, teguh beriman berakar kuat. Menghadapi sikap cuaca alami. Memberi hakikat kehidupan kebudayaan. Patah tumbuh hilang berganti. Kepastian moral semesta.

Tak ada satupun abadi sekalipun ruh di badan. Jika tubuh tak menghendaki luka ‘kan terasa perih. Jika kehendak natural telah menyatakan.; Tubuh tak ‘kan mampu menolak. Tubuh akan luluh jadi debu apabila ruh kehidupan pergi bersama takdir-Nya. Jangan mentang-mentang seolah-olah tak bisa mati.

Cuaca universal menguji ketahanan tetumbuhan lewat gempa, gelombang tsunami, gunung meletus, badai taifun, berbagai bentuk tatacara acuan tak terhingga. Setelahnya alam kembali menata kejujuran ekosistem di frekuensi bersama gravitasi. Tugas kehidupan kebudayaan menjaga Bumi Natural.

Mungkin saja masih ada pertanyaan. Lahir dari kebimbangan kliseisme. Keraguan perubahan cuaca silih berganti. Benarkah tanpa pretensi. Perlukah pretensi dihadirkan. Laiknya persidangan aturan hukum menghadirkan saksi diawasi sangsi-sangsi. Jujur saja pada iman Ilahi.; Mata air pemberi kesegaran keimanan.

Perubahan melahirkan banyak hal. Dalam laku teks atau wicara lisan. Jika lahir dari buah pikiran sebening embun pagi. Nalar mampu menerima kritik kebaikan stimulus sepadan kebersamaan kesetaraan kemanusiaan. Menuju peradaban baru apapun itu tanpa adigang adigung. Jangan lupa siapapun bisa mati sewaktu-waktu tanpa info beriklan, sekalipun jasad renik.

Pada pola istilah kini. Wajib ikhlas menerima kritik positif-diskursus demokratisasi komunikasi. Salah satu bentuk pustaka acuan edukatif kesinambungan pikiran. Meskipun, ada juga netra memandang hati tertutup mendung. “Cuek aje deh bye bye.” Bak film lama diputar ulang berulang kali berita koruptor kagak ada matinye. Yak ellah.

 

Pandangan mampu menjadi keseimbangan absolut bisa juga tidak. Sesuka kebijaksanaan komunikasi gugusan mega dengan angin. Langit ‘kan meredam badai. Memberi pencerahan. Kalau berani melihat langit pemikiran akalbudi, menuju suatu perubahan cuaca. Namun patut diingat-negeri ini milik rakyatnya-bukan milik moyang personal.

Menyongsong pagi nan indah. Sore nan adem. Menggelar tikar kebahagiaan melihat perubahan. Pencerahan harmoni antar waktu. Menuju publik negeri pesona harmonisasi cinta teramat tulus. Semoga tak langka di zaman kontemporer kini. Maka malam memberi peraduan mesra kasih sayang.

Interlud, menjadi aksara panjang ketika keinginan telah dinyatakan. Konsonan tak tepat akan masuk tong sampah akibat takut pada kritik. Tidak. Tidak boleh takut pada kritik bijaksana-kemaslahatan bersama. Tak boleh mengancam kritik dengan kekuasan dar der dor apalagi melindungi koruptor. Wah, berani ya menantang Tuhan Yang Maha Esa.

Sebab kritik, tentu positif. Kalau negatif; abaikan saja tak guna bagi dunia. Menyongsong perubahan, keseimbangan kemufakatan nurani makrifat. Telaah ditetapkan oleh pilihan publik dilindungi moral hukum positif. Perilaku baik memupuk benih pertumbuhan generasi negeri beriman di ranah zaman terkini.

Cuaca senantiasa cerah. Bangun pagi bugar bercahaya. Sang Dwiwarna, berkibar gagah menggapai cuaca awan berarakan. Banyak pencapaian dari lampau hingga kini. Ingin angan-angan terwujud tanpa henti bersama menjaga iman Kebangsaan. Memberantas korupsi dilarang setengah hati; itu janji kuasa usaha negara pada rakyatnya.

Menjaga stabilitas keamanan negara kepulauan bersama adil tanpa korupsi. Mampukah? Di teluk-teluk Indonesia Indah. Menyergap mafia perompak penyelundup koruptor narkoba illegal fishing-illegal logging, deforestasi mencegah invasi militer-sipil bersenjata; separatis pengacau keamanan negeri tercinta.

Kini, tiba waktunya berkelanjutan pencapaian impian NKRI di rentang waktu pendidikan modern, sains, supertekno, hasil produksi dari keahlian, Anak Negeri Pancasila, selanjutnya sebagaimana kini. Menuju akan datang senantiasa menjaga iman kejujuran berbudi. Cara sederhana menggilas koruptor. Berani? Bener nih berani. Hiks! Jreng!

***

Jakartasatu Indonesia, Juli 20, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.