Partai Negoro: Prinsip dan Falsafah Satu Barisan dan Keseimbangan
Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Geomaritim Partai Negoro
Surat “Satu Barisan” terdiri 14 ayat. Kategori Madaniyyah (Madani) muncul di Persia. Pergolakan sosial, ekonomi, budaya, strategi, konflik, perang antara Eropa dan Persia (Red: sekarang BRICS (Multipolar) dan Unipolar. Genealogis wilayah Persia memiliki capture humanis, kemanusiaan dan substantif.
Islam datang dalam bingkai pembaharuan dan terbarukan. Karena wilayah Persia terdapat perbedaan corak kebudayaan, keyakinan dan penyempurna. Ekspansi global upaya penaklukan pada sumberdaya alam (materialisme) untuk capai tujuan kooptasi dunia sehingga berdampak pada karakter dan kebebasan. Kuasai ekonomi dunia melalui penaklukan persia sangat efisien dengan biaya kecil.
Melihat dan membaca konstruksi global. Maka, prinsip “Satu Barisan dan keseimbangan” dalam memahami perbedaan sikap, perilaku, budaya, ekonomi dan politik dalam hubungan harmoni dan kemanusiaan. Idealnya “Satu Barisan” dasar-dasar komunikasi antar individu dan kelompok yang terkandung pesan-pesan agama, spritualitas, keyakinan, kemanusiaan dan ideologi.
Konsep “Satu Barisan” mencari keseimbangan pandangan di tengah perbedaan. Tentu bersumber Al-Qur’an (kitab-kitab Tuhan) yang di imani sebagai manifestasi logika, pikiran dan gagasan dalam gerak yang sistematis hadapi realitas sosial kemanusiaan agar rasa empati tetap kuat.
Teori “Satu Barisan keseimbagan” jalan antitesa hidup manusia sebagai alat melawan hegemoni negara yang lahirkan kapitalisme, materialisme, komunisme dan liberalisme. Ditengah pertarungan multipolar dan unipolar, demokrasi dianggap ideal sebagai mata rantai dari sistem kehidupan.
Padahal demokrasi, sistem paling rusak dan brutal yang tak bermanfaat apapun terhadap sosial ekonomi dan politik suatu negara sehingga menghambat distribusi keadilan dan kesejahteraan.
Demokrasi menempatkan rakyat dalam ruang yang hina, dan ditindas. Demokrasi menghilangkan peran dan substansi bernegara. Padahal rakyat berada diatas negara yang berdaulat dalam bentuk apapun.
Para ilmuan Islam, telah banyak kontribusi kongkrit terhadap sistem kehidupan dari norma politik, moralitas, budaya dan ekonomi bahkan perlawanan terhadap materialisme.
Gambaran penting, sejarah telah menampilkan perjuangan kenabian Musa melawan Piramida Firaun sebagai simbolik materialis. Musa yang bertauhid, Firaun yang tak bertuhan. Musa tidak butuh waktu lama meruntuhkan kepongahan sistem Firaun.
Sejarah Islam memberi pelajaran penting agar negara mampu jalan dengan “System Colaborate State” agar keadilan, keseimbangan dan kesejahteraan sepenuhnya untuk rakyat.
Hal penting “Satu Barisan” (Ash Shaff) atau shaffan terkandung tiga dimensi: pertama, kebenaran dan kejujuran, terdapat dalam ayat 2: “kenapa kamu katakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ?”.
Hal ini sangat nyata bagi kita, kebohongan negara yang dimotori drivernya oleh pejabat, sejatinya meruntuhkan esensi negara dan kalahkan kebenaran. Saat ini, sulit menemukan kejujuran dalam negara sebagai pelayan rakyat.
Ayat ini sebuah deskripsi singkat tapi penuh norma-norma yang mengatur kehidupan manusia dalam system negara. Sekarang ini kesalahan terbesar yang di bangun oleh kapitalisme dan demokrasi adalah kebohongan palsu, membunuh, dan menjahati rakyat secara brutal.
Karena itu, kebenaran dan koeksistensi dalam shaffan (satu barisan dan keseimbangan) dengan rujukan Qur’an surat Ash Shaff ayat 1-14 sebagai bagian penting dari penolakan terhadap kapitalisme, komunisme, dehumanisasi, firaunisasi dan liberalisme.
Lalu kedua, kebersamaan, proses penciptaan manusia sampai titik kematian, selalu berbeda karena dinamisasi yang di uji melalui berbagai potensi sumberdaya sehingga kebersamaan dalam makna Ash Shaff (satu barisan dan keseimbangan), yang tak terpisah dari kepentingan apapun.
Bersama, kebersamaan dan keseimbangan termaktub dalam surat Ash Shaff ayat 4 “…….sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang (berjuang) dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seperti bangunan yang tersusun kokoh”. Ayat ini terdapat kata Shaffan berarti satu barisan yang menerangkan segala bentuk hipotesis manusia untuk peroleh kedaulatan dengan cerminan sikap perbuatan yang diridhai Tuhan dan terhindar dari malapetaka.
Konteks negara, harus dikelola dengan hikmah dan kebijaksanaan sehingga tercipta distribusi.keadilan dan kesejahteraan.
Sementara penegasan konsistensi manusia terdapat pada ayat 3 bahwa Tuhan sangat tidak menyukai bahkan murka kepada orang pandai yang berkata tetapi tidak melaksanakan apa yang diucapkan dan ayat 4 bahwa Tuhan selalui merestui orang-orang yang sesuai antara cara berfikir, sikap, laku, ucapan dan perbuatanya yakni manusia yang gemar menegakan martabatnya sendiri dan mampu berjuang pada jalan lurus dalam barisan satu sebagaimana jalan “sidratul mustakim” yang diinginkan oleh Tuhan.
Jalan ini sering dikonstruksikan dua perspektif yakni jalan tengah, green party dan civil society. Namun perspektif ini ada plus minus dalam kajian sosiologis, aksiologis, antropologis maupun akademis adalah Shaffan (community). Maka, simulasi dalam negara hanya terdapat green party memberi oase ditengah kepalsuan dan kebohongan negara. Green party jembatan antara rakyat dan negara yang memiliki paradigma ruang perbincangan dan ruang pengaturan.
Ketiga, Universalisme Rahmatan Lil Alamin (Rahmat, hikmah dan kebijaksanaan), bermaksud sebagaimana Allah jelaskan bahwa tujuan penciptaan langit, bumi dan air semuanya bertasbih kepada-Nya, dan wajib dilindungi sebagai bahan material dalam perjuangan hidup manusia dengan mengamalkan jalan yang baik, seperti ayat 1 surat Ash Shaff bahwa “……telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dia-lah yang maha perkasa lagi maha bijaksana”.
Hal ini juga berkaitan dengan kepemimpinan manusia yang harus memiliki pemahaman bijaknya tentang universalis, substansi dan efisiensi ditengah banyak kepentingan yang harus di perhatikan. Namun ketegasan sebagai sikap koeksistensi merupakan faktor strategis untuk menciptakan tatanan yang damai (universal).
Seperti nasehat Musa kepada kaumnya “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu ?” maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka dan tidak akan diberikan petunjuk kepada kaum fasik”. Mari kita menilai realitas dunia maupun negara tempat kita bernaung.
Dimana kita selalu menemukan masalah korupsi, penjarahan, perang dan perbedaan politik yang merugikan segala sesuatu yang melibatkan institusi negara, agama maupun rasa kebersamaan seperti peristiwa Terorisme, Madura sampang, Lampung, Mesuji, dan eksploitasi sumberdaya alam. Hal inilah yang membuat keadilan tergadai dalam tengkulak para manusia jahat, serakah tanpa perhatikan sisi keadilan kemanusiaan. Sehingga manusia yang telah berpaling dari kebenaran menjadi anarki baru yang dikelompokkan dalam radikalisasi atau kontraksi sosial.
Sisi lain realitas penolakan terhadap kebenaran sangat besar, terutama menolak doktrin agama yang dianggap tidak relevan sehingga habitus religinya berada dalam ruang hampa. Ada beberapa bentuk umum manusia untuk bisa dibedakan yakni sikap tengahan, dereligi, etnoreligi, sentrisreligi dan rasion religi. Sikap inilah yang menjadikan manusia mengalami distorsi dari sisi moral dan tindakan sehingga perbedaan itu dijadikan sebuah alat legitimasi “homini lupus” memakan daging saudaranya sendiri sesama manusia.
Padahal dalam hidup itu harus digunakan sebagai penolong dan penguat nilai agama. Sebagaimana QS 61:14 menerangkan “jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa binti Maryam telah berkata kepada pengikutnya yang setia bahwa kamilah penolong agama Allah, lalu golongan Bani Israil masuk Islam dan sebagian non Islam; maka Allah selalu berikan kekuatan kepada Islam sehingga menjadi agama yang menang”.
Kemudian faktor lain dari teologi shaffan dalam surat Ash Shaff, realitas muamalah manusia baik dalam konteks demokrasi maupun musyawarah. Faktor tersebut adalah Leadership (Umara, Ulama, Ulil Amri), sosial politik dan ekonomi. Komponen leadership sangat strategis dalam ruang pengaturan kehidupan sosial, ekonomi dan politik melalui instrumen negara.
Kepemimpinan dibutuhkan untuk menyampaikan kebenaran dan menjamin kebersamaan tanpa terjebak pada rasisme kelompok sehingga dapat memberikan pencerahan. Seperti disebutkan dalam QS 61:6 yakni Isa sesungguhnya diutus untuk manusia sebagai utusan Allah, yang membenarkan kitab taurat dan menyampaikan message gembira bahwa suatu saat sesudah Nabi Isa akan datang Ahmad (Muhammad) yang berperan membawa bukti-bukti nyata pencerahan peradaban manusia, namun kedatangan Ahmad itu banyak penolakan karena dianggap tukang “sihir yang nyata.”
Apabila kita hubungkan dengan paradigma sekarang, justru eksistensi kepemimpinan Nabi Muhammad masih menjadi inspirasi dunia dalam negara. Buktinya negara–negara Prancis, Miyanmar, Denmark, Australia, dan Amerika Serikat yang memuat karikatur Nabi Muhammad dengan berbagai bentuk model terkadang dipersandingkan perempuan, hobi berperang, membunuh manusia dan lainnya. Hal ini dijadikan sebagai bentuk perbenturan antar agama dan kelompok.
Dalam QS 61:7 sudah antisipasi masalah ini, adalah ….dan siapakah lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan pembicaraan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam ? dan Allah sendiri tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim tersebut.
Mengapa meski banyak penolakan terhadap realitas kebenaran agama atas dasar egosentris, etnoreligi dan sentrisreligi karena mayoritas penafsiran bukan pada sumbuh pencerahan namun pada titik demarkasi ego antara agama dan realitas. Padahal tak ada yang harus dipertentangkan. Sehingga terlalu sering kita jumpai perpecahan yang disulut oleh tipu daya sebagian banyak orang.
Algoritma kekuasaan telah hilangkan nilai harmoni dan mainstream ego sentris individu sehingga negara lebih banyak menipu dan menindas. Padahal QS 61:8 menegaskan “manusia kebanyakan memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya)nya”. Akan tetapi, Allah (justru) sempurnakan cahaya (Muhammad), walaupun banyak orang membencinya, terutama yang tidak memahami agama sebagai landasan moral dalam kehidupan sosial, politik, kekuasaan dan ekonomi.
Dari paradigma diatas, Partai Negoro merupakan Green Party (tengah) dan terbarukan dengan landasan teologis shaffan (ash shaff – Satu Barisan dan Keseimbangan) mengemban misi menyatukan segala aspek diatas kebenaran dan universal sehingga tetap berada dalam ruang dan sikap bersama.
Penopang shaffan (ash shaff – Satu Barisan dan Keseimbangan) ini dimulai dari sabbaha lillahi sehingga dapat diterangkan secara jelas yang berada dalam empat hal yakni kesadaran Tauhid (Ketuhanan), kesadaran Iqra (membaca), kesadaran majelis (berkumpul), dan kesadaran Harakah (gerakan).[]