NUSANTARA DALAM GENGGAMAN OLIGARKI
( Tidak Sudi Di Jajah CINA ). (6)
Sutoyo Abadi

Nasihat Sun Tzu untuk saudagar Cina benar-benar diresapi sebagai ajaran sakral, dilaksanakan oleh oligarki, sehingga terus eksis sebagai pemenang.

Berulang kali membuat pengkhianatan di Nusantara dan digebug di berbagai negara jajahannya termasuk di Nusantara, mereka justru semakin mahir dan lihai dalam penyamaran.

Dengan cara halus disadari atau tidak Nusantara telah dikuasai dalam cengkeraman politik dan ekonomi etnis Cina.

BJ. Habibie mengawali kerjanya sebagai Presiden mengeluarkan kebijakan yang fatal : Instruksi  Presiden No. 26 tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi.

Sadar atau tidak ini sebuah keputusan yang akan menghilangkan akar sejarah perjuangan terbentuknya NKRI.

Sementara PBB sebagai badan dunia pada Sidang Umum 13 September 2007 mengakui bahwa setiap belahan bumi itu ada penduduk asli ( Indigenous People = Pribumi ) yang harus dilindungi eksistensinya.

Para pendiri bangsa sudah jauh berpikir untuk melindungi kaum pribumi sebagai pendiri, pemilik dan penguasa NKRI dari segala kemungkinan akan di singkirkan, digilas bahkan dimusnahkan oleh kekuatan pendatang penjajah baru. Maka para pendiri bangsa mewariskan
Pancasila dan UUD 45.

Sebagai keberpihakan dan  penghormatan terhadap perjuangan kaum Pribumi dengan mendirikan Asuransi Bumi Poetra.

Tampil gagah perkasa di layar kaca seolah sedang tampil sebagai pejuang dan pahlawan untuk sebuah sejarah menghapus Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi.
“Sebetulnya Dia itu bekerja untuk siapa”

Di masa pemerintahan Gusdur, muncul Instruksi Presiden No. 14/1967 yang melarang etnis Cina merayakan pesta agama dan penggunaan huruf hurut Cina DICABUT. Diganti Keppres No. 6/2000 memberikan kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya Cina.

Di masa Presiden Megawati keluar Keppres No. 19/2002 “Imlek menjadi hari libur nasional.”

Pendukung Megawati paling hobi dengan slogan NKRI harga mati, tetapi pada masa Megawati “Palau Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI.

Pada Rapat Paripurn ke tujuh MPR-RI  tanggal 19 Desember 2001 terjadi amandemen ketiga UUD 45. Perjalanan bangsa dengan susah payah dengan pengorbanan jiwa, raga, darah dan nyawa BERAHIR

Hak Indigenous People dilanggar, kesepakatan terjadinya negara Republik Indononesia terkenal dengan Trilogi Pribumisme DIHAPUS ( di anggap tidak  ada ) Ini atas perintah siapa – setolol ini dibayar berapa

Pasal 6 ayat ( 1 ) UUD 45 yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia ASLI .. diganti menjadi : Calon Presiden dan Wakil Presiden harus warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri , tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rokhani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Di masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. SE-06/Pres-Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 di ganti dengan Keppres No. 12 tahun 2014 tanggal 14 Maret 2014 .. “tidak boleh menyebut CINA diganti dengan sebutan TIONGHOA”.

Di masa Presiden Joko Widodo mimpi Khubilai Khan sejak abad 13 mencapai ke emasannya,  Proxy berhasil menembus jantung pusat kekuasaan kendali politik Indonesi.

UUD 45 telah diubah menjadi UUD 2002, Pancasila tinggal sebutan, arah negara sudah dibelokan, pagar negara sudah dirobohkan .

Ternak penguasa berjalan mulus, etnis Cina rame-rame mendirikan Partai Politik. Indonesia sudah dalam genggaman  OLIGARKI tinggal selangkah lagi Presiden RI – jiwa raga etnis Cina.

Gombal, dungu, tolol dan sontoloyo slogan tipuan maha dahsyat oligarki dan mahluk gorong-gorong, ditelan mentah-mentah dengan cuap-cuap “Indonesia Emas”.   (*)

27/2024