Sketsa Pilkada Serentak (3): “Pilih Kelir Acak Corak”

MEDIA berperan kampanyekan agenda pilkada, yang kali pertama digelar serentak. Proses _sapih_ sejak empat pilkada sebelumnya. Mandiri tak lagi menyusu, melepas diri dari prosesi legislatif.

Urgensi pilkada menjadi sangat penting. Bilah harapan lahirnya pemimpin pilihan rakyat. Tak lagi mirip “santapan siap saji” lewat mekanisme “seolah-olah” di dewan perwakilan rakyat.
Kali ini, tak melulu putaran suksesi kepemimpinan daerah.
Rakyat memilih sendiri.

Keserentakan pilkada membuka ruang politik _ujug-ujug_ . Fenomena apa hendak dikata. Bak jamur di musim hujan. Sejumlah di antaranya minim (sekadar) tapak jejak figur. Lewat sosialisasi visual, tertulis _Nepangkeun_ (perkenalkan -pen). Tentu, dengan foto dan nama diri. Mengindikasikan minim figuritas. Tak apa, karena sifat terbuka pilkada yang dapat dimaknai _any body welcome_ .

Marak seruan pilkada pun menyulut eforia di kalangan calon kandidat. Tak semata klaim dan klaim yang lumrah di ranah politik praktis. Bahkan serta-merta siap lanjut untuk dua periode. Ekspresi semangat “Jangan Kasih Kendor..!” Padahal masih berproses. Berkoalisi masih dijajak, deklarasi pun belum. Sabar, deh.

Pilkada adalah cerminan komitmen kedaulatan rakyat. Kekhawatiran “iseng-iseng berhadiah” harus dipinggirkan. Bersamaan nilai kompetisi dan demokrasi yang tak boleh dipinggirkan.

“Pilih keliru acak corak” pun berlaku. Nanti, saat finalisasi yang diputuskan para dewa partai. Proses masih berlanjut. Bacalon harus lebih dulu mendapatkan rekomendasi dari induk parpol. Bahkan tahap uji kelayakan dan kepatutan _(fit and proper test)_. Malah tak cukup satu. Lanjut menggalang koalisi hingga finalisasi putusan pasangan calon yang siap dilepas kompetisi. Di titik ini, publik menyandarkan harapan hadirnya calon unggulan berkualitas.

Ya, publik sangat berharap mengerucut kandidat yang bersesuaian geliat rakyat. Selanjutnya “jaminan” pilkada (pemilu -pen) berlaku Luber dan Jurdil. Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil — sejalan perintah konstitusi. Bahwa tak boleh ada keraguan dalam berdemokrasi. Memilih sesuai hati nurani. Cag..!***

* imam wahyudi