Potret Buram RUU Polisi

Wawan Leak : Pemerhati Dan Penggiat Demokratisasi.

Akhir-akhir ini masyarakat disuguhi dan disajikan oleh Kepolisian Republik Indonesia, yang menyita perhatian masyarakat di Indonesia. Beberapa kasus yang menjadi perhatian publik di kasus Sambo, salah tangkap di kasus Vina Cirebon, belum terungkapnya alm Alif Maulana, menambah deret ukur di masyarakat, bahwa Kepolisian belum jalankan apa yang menjadi harapan.

Tugas kepolisian diantaranya adalah: bidang penegakan hukum, memberikan rasa aman juga menjaga  ketertiban masyarakat dan memberikan pengayoman dan pelayanan pada masyarakat. Tapi kenyataan yang ada tugas pokok Kepolisian belum menjawab, dan hampir bisa dikatakan jauh dari harapan masyarakat luas.

Dari kacamata penegakan hukum sendiri, ada paradigma di masyarakat bahwa kepolisian lebih berpihak pada kekuasaan, dalam arti kaum berpunya atau juga pada masyarakat kelas menengah ke atas. Sehingga stigma hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah akrab di masyarakat kita. Begitu juga dengan memberikan rasa aman dan menjaga ketertiban pada masyarakat.

Dalam hal ini kepolisian masih menjadi kepanjangan tangan dari kaum berpunya guna lakukan tekanan pada masyarakat, dengan berlindung pada aturan atau dalih  “menertibkan masyarakat”.

Padahal parameter dari menertibkan masyarakat sendiri, belum menjadi cerminan bahwa kepolisian berdiri tegak lurus. Dan fenomena tersebut sangat akrab di masyarakat kita, bahwa kepolisian adalah kepanjangan dari kaum berpunya.

Sedangkan untuk melayani dan mengayomi masyarakat, ya relatif sifatnya. Karena memang untuk hal tertentu, masyarakat sendiri sangat membutuhkan kehadiran kepolisian sebagai kepanjangan dari peraturan, seperti halnya bidang lalu lintas dan di hal-hal yang sifatnya normatif.

Dari kesemua fenomena di atas terkemas menjadi aturan dari kepolisian yang sudah menjadi kitab suci kepolisian itu sendiri.

Ada hal menarik yang musti menjadi perhatian dari masyarakat sipil, yaitu super bodi yang dilakukan oleh kepolisian di RUU Polisi. Dan masyarakat sipil musti melakukan pengkritisan, pensikapan atau menekan sebelum disahkannya UU kepolisian tersebut oleh DPR.

Dari draf revisi Undang -undang nomer 2 tahun 2002, memuat beragam subtansi yang dengan jelas berpotensi mengancam ruang gerak  masyarakat sipil. Dari masalah penindakan sampai, melakukan kebebasan melakukan penyadapan/meretas dengan dalih keamanan dalam negeri. Dan ini sangat mencederai semangat reformasi yang melepaskan Kepolisian dari Dwi fungsi TNI saat itu.

Dengan dalih tujuan menjaga stabilitas keamanan dalam negeri, kepolisian mempunyai kewenangan absolut guna mendeteksi dan menanggulangi ancaman.

Adapun ancaman yang dimaksud seperti meliputi ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan. Dan sendiri kehidupan masyarakat seperti pangan, lingkungan hidup, sumber daya alam.

Sampai dengan mencakup sisi tentang ketahanan dan kedaulatan negara, yang mustinya itu ranah TNI, seperti separatisme, sabotase dan spionase, juga menjadi tugas pokok kepolisian di Draf RUU Kepolisian tersebut.

Ini yang tidak boleh dibiarkan melenggang dan diputuskan oleh DPR dan musti menjadi perhatian khusus bagi penggiat demokratisasi, masyarakat sipil di republik ini.

Dan sudah saatnya mengembalikan tugas pokok polisi sebagai pengayom dan menjaga ketertiban masyarakat, penegakan hukum dengan profesional dan memberikan ruang demokratisasi masyarakat sipil tanpa terjebak dengan pragmatisme kekuasaan.

Dan biarlah tugas pokok tentang keamanan dan kedaulatan menjadi isu pokok dari TNI beserta jajarannya.