Foto: palu/ilustrasi, dok. era.id

JAKARTASATU.COM– Tanggapan Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) soal anggota kritik Polri kena kode Etik disampaikan Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Djoko Wienarno.

Dalam keterangan tertulis yang diterima media, ia menampik pernyataan Anggota Polri yang bernama Briptu Yuli Setyabudi, yang mengaku mendapatkan sanksi kode etik akibat mengkritik oknum polisi pemotong hak anggota Polri.

“Tidak benar dari beberapa kasus terkait oknum Briptu YS dirinya pernah disidang kode etik atau disiplin karena mengkritik Polri,” tegas Djoko, Ahad (4/8/2024).

Tampaknya, yang dipersoalan Briptu Yuli adalah adanya dugaan pemotongan anggaran Operasi Lilin Tinombala 2023. Djoko pun membantahnya.

“Terkait konten Briptu YS tentang pemotongan anggaran Operasi Lilin Tinombala 2023, itu tidak benar akan tetapi, merupakan kebijakan Kapolres Sigi,” tegasnya lagi.

Kebijakan yang dimaksud Djoko adalah penambahan personel dalam Operasi Lilin Tinombala 2023—imbasnya itu anggaran operasi yang seharusnya untuk 50 personel dibagikan untuk 173 personel.

“Penambahan dilakukan karena luas wilayah dan potensi gangguan keamanan,” katanya.

Djoko menjelaskan bahwa peningkatan jumlah personel ini bertujuan untuk memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat selama masa operasi, khususnya menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.

“Kami memastikan bahwa semua kebijakan yang diambil oleh Polres Sigi telah melalui pertimbangan matang demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat selama Operasi Lilin Tinombala 2023 saat itu,” jelasnya.

Adapum soal keluhan Briptu Yuli Setyabudi, kata Djoko, pihaknya langsung menurunkan tim ke Polres Sigi untuk klarifikasi. Tim yang diturunkan berasal dari Itwasda dan Bidang Propam Polda Sulteng.

“Untuk diketahui putusan sidang disiplin atau kode etik Briptu YS yaitu terkait kasus penipuan, judi online, tidak melaksanakan tugas, perbuatan tidak menyenangkan, penggelapan mobil rental. Tidak ada putusan kode etik, karena mengkritik Polri” pungkasnya.

Sebelumnya, Briptu Yuli mengaku dirinya diberi kode etik akibat mengkritik Polri terkait pemotongan haknya.

Kemudian ia menyinggung apa yang pernah disampaikan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo di awal video, yang mengatakan: “Yang berani mengkritik paling pedas Polri, akan menjadi sahabat Kapolri.”

“Karena apa, saya sebagai contohnya jenderal, karena saya anggota Polri mengkritik oknum Polri yang suka memotong hak anggota, malah saya yang kena kode etik, apalagi masyarakat yang mengkritik, otomatis masyarakat takut dapat hukuman,” ungkapnya, dilihat jakartasatu.com, Senin (5/8/2024).

“Itu pernyataan tersebut, hanya untuk masyarakat atau untuk siapa. Izin jenderal, kalau pernyataan tersebut untuk masyarakat, saya yakin 90 persen tidak akan ada masyarakat yang berani mengkritik Polri,” katanya lagi.

Briptu Yuli kemudian meminta Listyo turun langsung menangani kasus kode etik yang dialaminya akibat mengkritik oknum anggota Polri, yang memotong hak anggota dan menelusuri langsung anggaran di tempatnya bertugas. Kemudian ia mengungkapkan permasalahannya tidak dilaporkan ke Polda.

“Izin jika saya melapor ke polda, saya yakin tidak akan diproses. Karena sudah banyak contoh. Contohnya, sekarang-sekarang ini masih banyak surat kaleng yang menuju ke mabes diviralkan di medsos. Berarti tandanya mereka sudah melapor, tapi tidak diproses,” ungkapnya lagi. (RIS)