Dijegal Penguasa, Akankah PDIP-PKS Usung Anies?
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Nampaknya PKB dan Nasdem nyerah. Berada diantara tekanan dan godaan untuk pindah haluan. Mobil yang ditumpangi kedua partai ini sudah menyalakan lampu sein untuk siap-siap balik arah. KIM (Koalisi Indonesia Maju) telah menyiapkan dua karpet merah untuk menyambut dua partai ini: PKB dan Nasdem.
Karpet satunya lagi disiapin buat PKS. Mobil PKS berhenti di jalur putar balik. Kalau terus, siapa temannya? Tanya PKS. Untuk mengusung AMAN (Anies Baswedan-Sohibul Iman) harus ada teman. Tidak bisa sendirian. PKB dan Nasdem yang akan jadi teman, sudah duluan nyalakan lampu sein untuk balik arah. Sedangkan satu-satunya partai yang tersisa hanya PDIP. Mobil PDIP masih di garasi. Mesin belum dihidupkan. Walaupun DPD PDIP Jakarta sudah serahkan kunci ke DPP untuk segera menyusul PKS. Sepertinya Ibu Megawati, ketum PDIP masih istikharah. Menunggu ilham dan wangsit dari langit. Kapan ilham dan wangsit itu turun?
Kalau Ibu Megawati dapat ilham dari langit, lalu putuskan untuk menyusul PKS mengusung Anies Baswedan, maka pilgub Jakarta akan menyediakan panggung yang sungguh sangat menarik untuk ditonton.
PKS-PDIP usung Anies, lawan Ridwan Kamil-Kaesang yang diusung KIM Plus. Seru !
Bagi PDIP, mengusung Anies punya dua keuntungan. Pertama, harga diri, kewibawaan partai serta kharisma Megawati sebagai ketum partai akan terjaga. Beda jika PDIP ikut mengusung paslonnya KIM. Di KIM ada Jokowi, Gibran dan Kaesang. Keluarga yang dianggap sangat mengecewakan karena telah mempecundangi PDIP di pileg dan pilpres pebruari lalu. Kalau PDIP ikut KIM, maka akan jatuh martabatnya di mata konstituen PDIP yang dikenal sangat solid. Ini bisa punya pengaruh untuk elektabilitas PDIP kedepan.
Kedua, jika usung Anies, maka PDIP di mata para pendukung Anies di seluruh Indonesia, khususnya Jakarta, akan pelan-pelan pulih dan menjadi positif terhadap PDIP. Pendukung Anies yang sering disebut dengan istilah “umat” akan mengapresiasi PDIP sebagai partai penyelamat.
Ini terjadi pada Nasdem di pilpres kemarin. Nasdem yang semula dianggap musuh bagi “umat” berangsur diterima oleh para pendukung Anies. Meski melalui proses yang cukup panjang. Buktinya? Kursi DPR dan DPRD Nasdem bertambah.
Jika Anies Baswedan bisa berlayar dengan PKS-PDIP, dan Nasdem berada di pihak lawan, maka nama Nasdem akan kembali buruk di mata “umat”. Umat yang dimaksudkan di sini sekali lagi adalah pendukung Anies. “Umat” tidak akan memberi ruang kepada Nasdem untuk bisa dipercaya kembali. Tuduhan terhadap Nasdem, Surya Paloh, bahkan TV kepunyaan Surya Paloh akan kembali ke titik awal: musuh “umat”. Semua perjuangan Surya Paloh selama ini untuk mengembalikan nama baiknya di mata “umat” menjadi sia-sia.
Jika Anies maju dan menang dengan tiket PKS-PDIP, maka dua partai ini yaitu PKS dan PDIP adalah pihak yang paling besar investasinya untuk lima tahun kedepan di perpolitikan Indonesia. Keduanya, meski jadi oposisi kekuasaan Prabowo-Gibran, tapi harapan masa depan makin besar dengan panggung yang dimiliki Anies Baswedan di Jakarta.
Tapi, apakah PKS bersedia “Istiqomah” usung Anies bersama PDIP? Mengingat Ahmad Syaikhu, presiden PKS di depan Sufmi Dasco, ketua harian Gerindra, meminta agar tidak hanya PKB dan Nasdem yang diajak gabung, tapi ajak juga PKS. Apa artinya? PKS ingin sekali dan lebih nyaman gabung bersama KIM di kekuasaan Prabowo. Apa konsekuensinya? Lepaskan Anies, dan dukung calon KIM di pilgub Jakarta. Cagub dari KIM, cawagub dari PKS. Formasi ini membuat PKS untung lebih besar. Orang bilang: PKS menang banyak.
Apapun yang terjadi nanti, satu komentar dari saya: “itulah politik”. Anda suka atau tidak, itu urusan anda. Emang gue pikirin…
Jakarta, 6 Agustus 2024