Foto: diskusi Menyikap Eskalasi dan Implikasi Pasca Kesyahidan Ismail Haniyeh yang diselenggarakan oleh Partai Negoro, Rabu (7/8/2024), di Jakarta

JAKARTASATU.COM– Meninggalnya Ismail Haniyeh bikin pilu banyak orang yang mengetahui perjuangannya untuk Palestina, tak terkecuali rakyat Indonesia, khususnya Partai Negoro.

Menurut Sekjen Partai Negoro, Alip Purnomo, meninggalnya Ismail Haniyeh bukan saja soal kehilangan satu nyawa, melainkan lebih dari itu. Alip menyebut kematian Ismail Haniyeh adalah peristiwa besar.

“Atas hal itu, Partai Negoro ambil inisiatif, merespons, dalam diskusi hari ini yang berjudul: ‘Menyikapi Eskalasi dan Implikasi Pasca Kesyahidan Ismail Haniyeh’. Partai Negoro ikut memperjuangkan hak-hak Palestina,” katanya dalam sambutan sebelum diskusi dimulai, di salah satu resto di Jakarta, Rabu (7/8/2024).

Ia menambahkan, apa yang terjadi dengan rakyat Palestina, di mana tanahnya dirampas, dicaplok, adalah karena kerakusan oligarki internasional. Pun termasuk apa yang terjadi pada Indonesia belakangan ini karena oligarki yang juga menjadi sumber segala masalah.

“Padahal telah jelas di Indonesia penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,” tambahnya tegas.

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Partai Negoro, hadir beberapa perwakilan Duta Besar (Dubes) dari negara sahabat, seperti dari Malaysia, Rusia, dan Iran. Ada juga pengamat politik timur tengah.

Dubes-dubes itu adalah: Mohammad Reza Ebrahimi (Konselor Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Islam Iran), Alexey Rykov (Konselor Politik Kedutaan Besar Rusia), Faiz Firdaus (First Secretary Kedutaan Besar Malaysia), Pengamat Timur Tengah Dina Sulaeman dan PLE Priatna, Dewan Pakar Luar Negeri Partai Negoro. Masing-masing mereka memberikan pandangannya.

Iran, disampaikan Ebrahimi, akan menyerang Israel dalam waktu dekat menyusul kematian Ismail Haniyeh, Pemimpin Biro Politik Hamas, di Teheran pekan lalu.

“Jangan ragukan janji Iran melakukan tindakan setimpal terhadap Israel. Kami akan menyerang fasilitas militer, bukan rakyat sipil!” tegas Ebrahimi.

Menurutnya, tindakan keji Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza dan sejumlah kekejaman lainnya, termasuk pembunuhan terhadap pemimpin Palestina di wilayah hukum Iran harus dilawan.

“Israel membunuh Ismail Haniyeh di negeri kami. Itu adalah bentuk pelangaran internasional yang harus dibalas, tidak dengan kata-kata melainkan tindakan nyata yakni serangan bersenjata,” ucapnya.

Tindakan brutal Israel, jelas Ebrahim, harus dibalas setimpal dengan kekejaman yang dilakukan. Satu-satunya jalan adalah melakukan serbuan ke negara tersebut.

“Kami siap perang dan membalas. Itu adalah janji kami, jangan ragukan,” tegasnya.

Dia menjelaskan, Iran akan melawan setiap kekejaman terhadap kemanusiaan maupun ketidakadilan yag berlangsung di sekuruh dunia. Sebab, hal itu bertentangan dengan piagam kemanusiaan.

Sikap Iran, jelasnya, menentang kezaliman terhadap kaum lemah sebagaimana dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.

“Iran membela siapa pun tanpa membeda-bedakan agama apakah mereka suni, syiah, muslim maupun nonmuslim. Mereka akan kita bela jika terzalimi,” ucapnya.

“Pertahanan Israel yang disebut dengan Iron Dome alias perisai baja akan dijadikan kubah kapas,” tambahnya.

Sementara itu, PLE Priatna menambahkan, Israel sesungguhnya problem dari seluruh masalah ketegangan di Timur Tengah.

“Israel adalah sumber masalah, bukan Palestina. Peredaan ketegangan harus dimulai dari Israel mematuhi ICJ: hentikan genosida dan pendudukan illegal. Itu kunci utamanya. Bukan Iran, Bukan Hizbullah, bukan Houthi yang menjadi akar masalahnya. Bongkar paradigma sesat yg diskenario Israel,” katanya.

Menanggapi keseriusan yang sedang berlangsung di Timur Tengah terkait dengan rencana serangan militer Iran terhadap Israel, Rykov mengatakan, apa yang dilakukan oleh Israel terhadap pelanggaran wilayah Iran tidak bisa diterima.

“Demikian pula aneksasi wilayah Palestina oleh Israel tidak bisa diterima,” tegasnya.

Adapun Dina Suleman pada kesempatan itu menjelaskan bahwa kematian Ismail Haniyeh, pekan lalu, tidak terlalu bermasalah bagi Hamas, partai politik Palestina yang berkuasa di Jalur Gaza. Sebab, pengganti Haniyeh yakni Yahya Sinwar sebagai Kepala Biro Politik Hamas sangat berpengalaman di lapangan.

Dia mengatakan, Yahya berasal dari sayap militer Hamas garis keras, Brigade Izzudin Al Qassam. Organisasi ini telah ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat.

Menurut Dina, Yahya sulit bisa menerima gencatan senjata ataupun perdamaian dengan Israel.

“Dia garis keras. Penolakan Hamas untuk gencatan senjata dengan Israel karena kelompok ini sesungguhnay sudah di atas angin. Mereka menang secara militer. Oleh karena itu, para mantan perwira Israel menyarankan agar mengakhiri peperangan yang sudah di ambang kekalahan,” ucapnya.

Menurut Dina, pembunuhan warga tak bersenjata dan penghancuran gedung sipil adalah bentuk pengalihan atas kekalahan Israel terhadap Hamas.

Selain diskusi, juga disertakan penandatanganan dari mereka yang peduli dengan Palestina. Di akhir diskusi, masing-masing narasumber diberikan lukisan bergambar Ismail Haniyeh. (RIS)