Semua Partai Ingin Masuk Kabinet Prabowo, Gde Siriana: Demokrasi Yang Sehat Menghendaki Ada Oposisi Di Parlemen
JAKARTASATU.COM— Ketua Umum Partai Gerindra merangkul banyak partai untuk bergabung ke koalisinya, termasuk rivalnya dalam pemilu lalu. Dalam pesta demokrasi Pilkada 2024, beberapa partai yang selama pilpres kemarin bersebrangan dengan koalisi KIM masuk berproses ke koalisi Prabowo. Sementara Partai PDI Perjuangan tidak terlihat akan ambil bagian di koalisi KIM.
Direktur Eksekutif INFUS, Gde Siriana Yusuf menanggapi atas fenomena semua partai selain PDIP yang ingin masuk di kabinet mendatang. Hal itu Disampaikan dalam diskusi terbatas 4 Agustus 2024.
“Saya berharap Pak Prabowo membiarkan oposisi tetap ada. Tidak perlu merangkul semua partai masuk kabinet. Ini sangat penting karena demokrasi yang sehat menghendaki ada oposisi di parlemen, ada fungsi check and balance yang berjalan baik.” ujar Direktur Eksekutif INFUS Gde Siriana kepada Jakartasatu.com saat dihubungi, Kamis (8/8/2024).
“Meskipun ada oposisi tidak berarti politik tidak stabil. Komunikasi politik antara pemerintah dan parpol tetap dapat berjalan di luar parlemen. Jadi pemerintah mendatang tidak perlu kuatir dengan oposisi. Persatuan bangsa tidak dilihat dari ada tidak nya oposisi melainkan dari kesepahaman pada gagasan dan agenda kepentingan bangsa ke depan.” tambah kandidat doktor ilmu politik ini.
Gde Siriana singgung tanpa oposisi di parlemen, akan banyak distorsi dan distraction dalam implementasi kebijakan pemerintah
“Jika nantinya pak Prabowo merasa bahwa tanpa oposisi di parlemen dapat memuluskan agenda perbaikan ekonomi nasional, saya justru melihat sebaliknya. Tanpa oposisi di parlemen, akan banyak distorsi dan distraction dalam implementasi kebijakan pemerintah, baik ekonomi maupun penegakan hukum. Bagaimanapun juga hari kita merasakan bahwa politik lah yang menjadi panglima. Kepentingan-kepentingan politik dan kepentingan bisnis segelintir orang akhirnya lebih utama dari pada tujuan untuk memperbaiki hidup rakyat banyak, juga dalam hal memberantas korupsi.” papar Direktur KAMI ini.
Gde Siriana meminta pemerintahan pimpinan Prabowo nanti untuk berkaca pada pemerintahan Joko Widodo terkait mobilisasi sumber daya dalam pembangunan ekonomi
“Pak Prabowo harus belajar dari pemerintahan Jokowi. Koalisi pemerintah hingga 82% tapi agenda-agenda ekonomi dan pemberantasan korupsi gagal terlaksana. Jokowi gagal dalam memobilisasi semua sumber daya yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi, di mana kondisi ekonomi hari ini ditandai dengan utang yang meningkat, PHK dan pengangguran tinggi, elastisitas pertumbuhan terhadap penyerapan kerja baru rendah, daya beli menurun, kurs rupiah lemah, manufaktur ambruk, ketimpangan ekonomi melebar dan lain-lain.” terangnya.
Gde Siriana mengungkapkan “Kita rasakan juga bahwa budaya politik saat ini adalah kemunafikan (hypocrisy). Partai seakan-akan membela rakyat tapi ujungnya hanya kepentingan elit partai. Awalnya terkesan memperjuangkan gagasan dan idealisme partai melawan partai lain, ujungnya kompromi dengan alasan persatuan. Tapi kita tahu, orientasi parpol hanyalah menang, berkuasa, dapat jatah kursi menteri. Nah, bayangkan jika tanpa oposisi di parlemen, tanpa check and balance, budaya politik munafik ini akan memanfaatkan peluang-peluang di setiap kebijakan atau program pemerintah melalui perilaku rente, akhirnya kebocoran anggaran meningkat.”
“Tanpa oposisi juga memungkinkan politik tidak stabil di luar parlemen. Rakyat yang kecewa dengan kebijakan pemerintah atau situasi sosial akan merasa menderita sendirian. Ini dapat memicu konflik sosial dan anarki. Jadi partai-partai oposisi diperlukan untuk menjalankan fungsinya sebagai safety-valve, katup pengaman untuk menurunkan tensi jika konflik terjadi.” tandasnya. (Yoss)