Screenshot

Esa Kala Satu Merdeka

Oleh: Taugfan S. Chandranegara, praktisi seni, penulis

Pengajaran, adalah awal mula air susu ibu, memberi makna pada tubuh, mengalir dalam darah hingga menuju waktu, usia tertentu. Setelah melewati siang dan malam, sedih dan gembira, sakit dan sehat, susah dan senang, ya, telah berbagai hal terlewati dengan saksama, bermanfaat ataupun tidak, tak satupun tahu tentang makna, sebagai alur kehidupan berlangsung terus menerus, hingga sampai pada edukasi pemahaman kedewasaan, berproses di lingkar rotasi pembelajaran.

A sampai dengan Z dalam alfabetis angkaangka multiwarna perubahan sengau kosakata, dialektika akal budi, pecerapan pelajaran lanjutan hingga tutup usia pada waktu telah di tentukan oleh multiperilaku, interaksi antar hidup, alam lingkungan dengan manusia, juga makhluk lain telah tercipta, virus hingga senjata modern era nuklir, sains, tekno peradaban, hingga keadaban kebudayaan, bermula dari kelahiran, setelah penciptaan.

Apakah sesungguhnya akan terpahami. Apakah sesungguhnya telah saling memahami, di antara interaksi hidup alam raya antar planet antar semesta, hutan-hutan dan lautan, berbagai spesies, jasad renik, bakteri, atom-atom, rumusrumus, melahirkan kepiawaian manusia, mampu mencipta, reka kreasi, mode, fashion of the week, hingga pencapaian tekno maya antar benua, antar galaxy, mencari jawab apapun tentang rahasia hidup telah tercipta, di alam semesta, melukis dengan syair-syair susastra untaian nurani estetis.

Ketika diamdiam sangkala sampai di nurani masingmasing hidup manusia, personal maupun sebagai sebuah bangsa. Tandatanda perubahan cuaca, menjadi iklim sedingin salju, sesejuk pagi di antara embun di daundaun di peluk cahaya alam.

Seindah lukisan pelangi setelah hujan, sinaran matahari menuju sore di warna lembayung, kemerahan, meski sesungguhnya barangkali saja di balik warna senja tetap terdapat berbagai uap pewarnaan alami dari dedaunan hutanhutan, humahuma, dari lautan, menyatu, untaian mega berarakarakan warna terindah terpaan cuaca.

Pernah kan meneteskan air mata haru bahagia, ketika sampai di puncak pendakian di puncak gunung manapun, sebagaimana telah terdaki, terekam panorama keluasan pemandangan, lanskap geografis sebatas mata memandang.

Ya, siapapun dimanapun telah dilahirkan dari rahim seorang ibu nantulus, tanpa mengetahui awalnya bahwa pada waktu telah ditentukan sampai pada tujuan hidup, sampailah pula pada pendakian itu, kini, lampau mungkin juga akan datang, semoga segala hidup terpelihara dengan subur hingga usia pendakian berikutnya.

Hadir di ranah kesadaran dalam jiwa dari sebab akibat rekaman peristiwaperistiwa, pelajaranpelajaran, hingga pencapaian kini, sebagai manusia, personal atau pun sebagai bangsa, dimanapun, dalam perencanaan tatanan kenegaraan, kemanusiaan di lingkar pasti detikdetik semesta.

Apakah benarbenar memahami siapa sesungguhnya, manusia dalam hening, ketika hanya ada sublimasi menuju dialog sukma dengan Sang Pencipta Segala Mahamulia. Ada banyak peristiwa di planet bumi ini di semesta ini, sejak dari awal mulanya kehidupan. Hingga hening dalam kesendirian. Khusyuk. Merasakan hening itu. Apakah hanya ketika sedang dalam keterpurukan? Apakah ketika sedang menerima berkat kegembiraan kebahagiaan?

Telah memberi rumusrumus ilmu pengetahuan dalam rahasia-Nya, di inteligensi berbagai spesies makhluk hidup, juga pada manusia sebagai makhluk hidup utama telah dimuliakan sebagaimana kaidah fitrah takaran-Nya. Seluas batas pandangan manusia tentang alam semesta, melalui sebuah peristiwa, datang dan pergi, sebagai pelajaran bermanfaat, senantiasa berharga.

Hanya ada Tuhan dan kita di hamparan ibadah kemuliaan sublim. Dalam dialog nurani di hening sukma. Salam merdeka.

***

Jakartasatu, Agustus 10, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.