Memaknai HUT RI ke 79 Indonesia Mau Dibawa Kemana ?

Standarkiaa Latief
(Senator ProDEM – Jaringan Aktivis Pro Demokrasi)

79 tahun Indonesia merdeka telah dijalani, yang saat ini telah dihuni oleh 275, 77 juta jiwa belum ada perbaikan signifikan atas nasib anak bangsa.

Dari jumlah orang miskin saat ini di Indonesia, terdapat sejumlah 53,6 juta orang (20,5%) berada pada posisi kelas menengah. Di posisi ini mengkrucut ada 3,1 juta orang (1,2 %) sebagai golongan kelas atas.

Inilah potret nyata wajah Indonesia saat ini telah berusia 79 tahun.

Oleh karenanya kemerdekaan tidak dilihat sebatas lepas dari penjajahan bangsa asing (kolonial), yang secara de facto dan de yure telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Namun dalam perjalanannya hingga sekarang, kemerdekaan tersebut telah dirampas oleh ketamakan elit-elit politik yang bersekongkol dengan segelintir pemilik modal untuk menggerus kekayaan negara yang sejatinya adalah milik rakyat di segenap pelosok tanah air. Itulah amanat UUD 1945 secara tegas di pasal 33 yang harus ditegakkan, Indonesia baru menjadi negara sejahtera (walfare state) yaitu pemerintah harus menjamin penciptaan kesejahteraan bagi rakyatnya. Bukan pencitraan kerakusan brutal bagi segelintir orang. Jika visi walfare state tidak dikedepankan maka yang tampil adalah   negara bandit (state crime) yaitu kejahatan negara yang dilakukan oleh penguasa dengan berlindung dibalik kebijakannya.

Peringatan HUT RI ke 79 telah terjebak ke dalam seremonial semata, karena elit politik semakin jauh dari sikap empati terhadap nasib hidup kebanyakan anak bangsa. Ada sekitar 25, 22 juta rakyat hidup dalam cengkraman kemiskinan, sementara tidak lebih dari 25 orang bergelimang harta yang diperoleh dari bisnis berbasis kolusi di NKRI yang kaya akan sumber daya alam. Mereka adlh 1 % segelintir pemilik modal yang menguasai 46 % kekayaan penduduk Indonesia yaitu aset ekonomi nasional.

Sedangkan lebih dari separo uang di perbankan Indonesia dikuasai oleh 0,02 % penduduk (orang kaya Indonesia). Kondisi demikian telah melahirkan sejumlah ketimpangan sosial ekonomi di tanah air, dimana 10% orang kaya di Indonesia telah menguasai 77 % kekayaan ekonomi nasional yang seharusnya dinikmati dan harus menjadi hak rakyat Indonesia. Namun yang terjadi sebaliknya, yang semakin bergelimang harta, sedangkan yang miskin harus hidup sesak nafas perlahan laku mati.