JAKARTASATU.COM– Belakangan, publik dihebohkan dengan penemuan mayat seorang wanita, yang setelah diidentifikasi bernama Aulia Risma Lestari. Ia seorang dokter PPDS Universitas Diponegoro (Undip).
Aulia ditemukan meninggal di kamar indekosnya pada Senin (12/8/2024). Disebut-sebut mengakhiri hidup dengan menyuntikan obat bius ke tubuhnya sendiri.
Pertanyaan pun menggelayut di sebagian orang: sebab apa Aulia mengakhiri hidupnya?
Ada dua kabar beredar soal sebab ia mengakhiri hidupnya. Pertama, karena sering di-bully atau mengalami perundungan. Kedua, karena pekerjaannya.
Untuk pertama, info liar, karena ia sering di-bully oleh seniornya. Netizen mengungkap seorang yang diduga acapkali mem-bully Aulia.
“Ini orangnya yg membully dokter Risma Profilnya ada,” demikian yang diungkap salah satu netizen dengan akun @opposite6892, dengan inisial SAW.
Namun, info itu dibantah netizen atau warganet lain, yakni @dhemit_is_back.
“Tp pas kami cek KKI dan surat lainya kami konfirmasikan tidak, Dr.satrio bukan senior, beliau memang anest Undip, Dari 2012 sampai skrg dia memang mengajar di Undip Stop serang salah orang Nanti kami akan buka beberapa dugaan senioritas yg meminta barang pada junior PPDS semester 0- 3 Dan please grup jangan dibubarin dulu ya… Stop salah org dan stop narasi tidak mendasar,” tulis akun itu.
Bantahan akun itu didukung akun lainnya, @FErlianur8014. “Ini dr satrio udah lulus, dulu tahun 2014 waktu saya koas beliau udah ngajar anestesi,” responsnha atas akun @dhemit_is_back.
“Brati bnrkan tulisan saya dia korban salah tuduhan…,” sambut akun @dhemit_is_back.
Kedua, boleh jadi karena pekerjaan Aulia mengakhiri hidupnya diungkap akun @MurtadhaOne1.
Berikut isinya, yang di-posting pada Kamis (15/8/2024):
Di samping urusan bullying, saya cukup sering dapat masukan bahwa beban kerja PPDS anestesi terlalu berat, sebagai berikut:
1. Jam kerja ” normal ” tanpa giliran jaga adalah: 18 jam/hari. Masuk jam 6 pagi, pulang jam 12 malam. Kalau bisa pulang jam 11 malam artinya pulang cepat. Tidak jarang harus pulang jam 2 atau 3 pagi. Hari berikutnya sudah harus standby lagi jam 6 pagi di RS. Ini berlangsung terus menerus selama masa studi-5 tahun.
2. Jika dapat giliran jaga, maka jaga minimal 24 jam dan dapat prolonged hingga 5-6 hari tidak bisa pulang dari RS. Dikarenakan sering kali PPDS harus melanjutkan operasi yg terus sambung menyambung melebihi giliran jaganya.
3. Jumlah operasi di RS Kariadi sangat tinggi, bisa 120 pasien/hari. Sedangkan, semua beban kerja bius pasien dilakukan oleh PPDS. DPJP sbg penanggung jawab hanya menerima laporan.
4. Lamanya jam kerja yg terus menerus ini tidak pernah dianggap tidak wajar selam ini.
5. Jumlah operasi di RS Kariadi sangat tinggi, bisa 120 pasien/hari. Sedangkan, semua beban kerja bius pasien dilakukan oleh PPDS. DPJP sbg penanggung jawab hanya menerima laporan.
6. Lamanya jam kerja yg terus menerus ini tidak pernah dianggap tidak wajar, selama ini bahkan dianggap sebagai” keunggulan “NDIP dibandingkan univ lainnya, di mana residen dianggap bisa dapat kesempatan praktik lebih luas.
Mohon izin memberi masukan & memohon arahan Bapak agar bisa dilakukan:
a. audit menyeluruh, utk mencegah terjadinya korban PPDS lainnya;
b. menambah jumlah dokter anestesi dan memastikan mereka benar2 turun tangan menangani pasien, agar beban kerja bius pasien tidak hanya ditanggung PPDS dan menjaga keselamatan pasien juga.
Dokter Aulia ditemukan meninggal kurang lebih usai rekan korban meminta penjaga dan pemilik kos untuk mengecek kamar indekosnya, karena bersangkutan absen dari perkuliahan sejak Senin (12/8/2024) pagi.
Lainnya dugaan kuat soal beban kerja diungkap lewat buku harian korban, yang mengeluh selama menjalani pendidikan dokter spesialis di Undip.
Kapolsek Gajahmungkur Kompol Agus Hartono membenarkan temuan buku harian tersebut dan menjadi dugaan Aulia nekat akhiri hidup.
Terkait isi buku harian tersebut, Ibu Aulia Risma Putri juga mengaku mengetahuinya. (RIS)