SANG DEMONSTRAN

Oleh Taufan S Chandranegara, praktisi seni, penulis

Kami bukan kata-kata dalam prosa liris lantas mejadi bungkus kacang lecek di buang setelah tak berguna. Kami bersuara ketika parlemen bisu menderita impotensi tak mampu menyuarakan suara rakyat. Kami putra putri Pancasila Sakti.; Memberantas cuaca oligarki ketika mencoba mengelabui Ideologi Pancasila Sakti NKRI.

Para bunglon berubah-ubah warna sebab ia memiliki banyak pigmen adaptif untuk berkelit menyelamatkan diri. Mencoba mengelabui cuaca Ilahi, mengambil untung untuk kocek sendiri, kenyang sendiri, berwatak koruptif mencoba terus menerus merongrong NKRI dengan cara korupsi. Koruptor, sekali bangsat tetaplah bangsat.

Korupsi destruktif, hebat berkelit molos lewat lubang jarum buatan oligarki cocok isme serupa komunisme adaptif pula kini telah berubah wajah mencoba membangun ideologi masif oligarki ke arah bentuk demokrasi autokrasi. Oh! Menghadapi gerakan mahasiswa mengapa harus dengan kekerasan? Mereka anak kandung NKRI.

Mahasiswa kusuma bangsa, anak negeri pemilik NKRI, wajib mengontrol sistem hukum formal memberi keseimbangan pemikiran kenegaraan melalaui Pancasila Sakti, mengontrol demokrasi impor itu, agar tak dikuasai,  dipelintir, dikendalikan oligarki menjadi demokrasi autokrasi represif. Jangan jadi maling hak rakyat di NKRI.

Bersifat diktatorisme. Gawat loh hai kalau sampai kediktatoran bangkit lagi, ehem, muncul berwajah melankoli mengusai rupiah melalui jalur ekonomi nasional. Mungkin saja akan berdampak pada pembubaran parlemen oleh rakyat. Jika skala formal tak mampu memberi kebaikan berbudi spiritualitas iman Keilahian.

Kurusetra berdarah. Sang Demontran, wajib muncul ketika negara akan di kuasai antek-antek oligarki berkedok demokrasi abal-abal, untuk menjadi bentuk demokrasi autokrasi represif merongrong ideologi NKRI di masa akan datang, mungkin udah kale ya, lewat jalur ekonomi perdagangan. Eh! Halah walah kadalah.

Sudah benar. Waktunya Sang Demonstran muncul menyuarakan hati nurani NKRI, demi menyelamatkan Pancasila Sakti Ideologi Negara atas Ijin Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tersebut dalam sila pertama. Sudah tersurat pula sejak Soempah Pemoeda 1928.; Kami Putra Putri Indonesia Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia. Berbangsa Satu Bangsa Indonesia. Ganyang demokrasi autokarasi oligarki represif. Jreng!

Eh! Halah walah kadalah. Itu sebabnya pula Ki Semar Badranaya, tak dihadirkan di kancah Bharatayudha Kurusetra, bahkan untuk menyaksikanpun dilarang para dewa, sekalipun Semar sesungguhnya juga salah satu titisan dewa; para dewa mungkin khawatir takkan muncul hakikat nurani kebenaran jika Kurusetra gagal perang. Gong!

***

Jakartasatu Indonesia, Agustus 25, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.