Gonjang Ganjing di PKB Bilakah Berakhir?

JAKARTASATU.COM Muktamar PKB ke – 6 di Bali sudah usai, dengan ditetapkannya KH. Ma’ruf Amin dan Cak Imin sebagai Ketua Dewan Syuro dan Ketum Dewan Tanfidz DPP PKB periode 2024-2029. Meskipun ada beberapa personil dari pengurus lama DPP PKB menggugat keabsahan Muktamar Bali dan mereka berencana untuk mengadakan muktamar tandingan pada Bulan September mendatang di Jakarta.

Rencana Muktamar tandingan dan saling rebut pengaruh (konflik) di Partai Kebangkitan Bangsa seperti mengulang kembali tragedi dan konflik yang pernah dialami PKB sejak kelahirannya 26 Tahun lalu.

“PKB sudah mengalami lebih banyak fase konflik dibandingkan partai lain. Konflik Internal dan makin runyam setelah ada ‘fihak’ lain turut serta meramaikan perseteruan itu,” kata Ketua KoPi GD (Komunitas Pecinta Gagasan Demokrasi) Mahmud Hamdani kepada Jakartasatu.com, Kamis 29/2024.

Dikemukakan Mahmud Hamdani, berapa Konflik yang pernah terjadi diantaranya, Pertama, Pemecatan Matori Abdul Jalil. Konflik berawal dari dukungan dan berfihaknya Matori Abdul Jalil pada Sidang Istimewa MPR RI tahun 2001, dimana salah satu keputusannya adalah pemberhentian Gus Dur dari jabatan Presiden RI. Padahal pada saat itu Fraksi PKB menolak adanya sidang Istimewa MPR. Namun, Matori Abdul Jalil tetap mendukung SI MPR. Gus Dur menilai bahwa Matori Abdul Jalil melakukan pembangkangan terhadap keputusan partai. Melalui Muktamar Istimewa posisi Ketua Dewan Tanfidz di gantikan oleh Alwi Shihab.

Lanjutnya, Matori Abdul Jalil melawan dengan menggelar Muktamar Luar Biasa di Jakarta namun keputusan Mahkamah Agung tetap memutuskan PKB yang syah dengan Dewan Syuro Gus Dur, kemudian Matori Abdul Jalil mendirikan partai baru, yaitu PKD. PKB dipimpin Alwi Shihab sejak 15 Agustus 2001 menggantikan Matori Abdul Djalil. Alwi Shihab kemudian terpilih menjadi Ketua Umum PKB dan Saifullah Yusuf sebagai Sekretaris Jenderal dalam Muktamar Luar Biasa (MLB) di Yogyakarta pada 20 Januari 2002.

Kemudian, kedua, pemecatan Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf. Pemecatan Alwi Shihab dari jabatan ketua umum dan Sekjen PKB Syaifullah Yusuf dipecat karena masuk kabinet Indonesia Bersatu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Alwi menjabat sebagai Menko Kesra, sementara Syaifullah menjadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal. Pemberhentian itu karena PKB ingin membuat suatu tradisi tidak rangkap jabatan.

“Tidak terima dengan Pemecatannya Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf menggugat secara perdata atas pemecatannya. Bahkan, pada rapat pleno tanggal 26 Agustus 2005, Gus Dur dipecat dari Ketua Dewan Syuro dan posisinya digantikan KH. Idris Marzuki. Pada sidang pengadilan salah satu yang menjadi saksi adalah Gus Yahya. Beliau termasuk dalam barisan yang menggugat Gus Dur,” tutur Mahmud Hamdani.

Namun kata Mahmud Hamdani saat proses hukum sedang berjalan, DPP PKB menyelenggarakan Muktamar II di Semarang pada April 2005. Hasilnya muktamar memilih Ketua Dewan Syuro KH. Abdurrachman Wahid dan A. Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB.

Konflik pada periode ini, PKB kelompok Alwi Shihab dengan dukungan Kyai mendirikan partai Baru, yaitu PKNU. Terpilih Choirul Anam Sebagai Ketua Umum dan Idham Kholid, sebagai Sekjen PKNU. Sedangkan Saifullah Yusuf dan Gus Yahya tidak aktif dalam partai pecahan PKB tersebut.

Ketiga, Konflik internal antara Gus Dur dan Cak Imin. Menjelang Pemilu 2009, PKB kembali dilanda konflik internal. Gus Dur yang duduk sebagai Ketua Dewan Syuro PKB memecat Cak Imin dari jabatan Ketua Umum. Alasannya, Cak Imin dianggap bermanuver dengan pemerintah. Cak Imin digantikan oleh Ali Masykur Musa. Pemecatan ini membuat Posisi dilematis bagi Cak Imin antara menerima dengan Legowo atau melawan dengan resiko dianggap tidak tahu berterima kasih. Dilema antara cinta kepada tokoh panutan dan cinta kepada kebenaran, dengan berat Cak Imin dan para pendukungnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

“Di tengah proses hukum, kubu Gus Dur dan Kubu Cak Imin sama-sama menggelar Muktamar Luar Biasa. Kubu Gus Dur menggelar MLB di Parung, Bogor pada 30 April-1 Mei 2008, dan memilih Ali Masykur Musa sebagai Ketua Umum PKB. Sementara kubu Cak Imin melaksanakan MLB di Ancol sehari setelahnya dan memutuskan Muhaimin Iskandar tetap sebagai Ketum PKB. Atas konflik itu, Mahkamah Agung dalam putusan kasasi bernomor 441/kasus kasasi/Pdt/2008 memutuskan struktur kepengurusan PKB kembali ke hasil Muktamar Semarang 2005. Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum Dewan Syura, dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz,” urainya.

“Rebutan calon legislatif pada saat Pemilihan Umum 2009 sangat dramatis banyak calon tidak dapat mendaftar. Karena ada dua kubu yang mengirim berkas ke KPU. Tetapi yang diterima adalah Kubu dari DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar,” kata Mahmud Hamdani.

“Alasannya sederhana berdasarkan undang-undang Partai Politik pemerintah hanya mengenal Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Politik dan tidak dikenal Dewan Syuro. Dewan syuro hanya di akui dalam internal AD/ART partai politik saja. Jadi yang diakui oleh KPU adalah yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal saja,” tambahnya.

Ia menyebutkan sejak saat itu, Cak Imin fokus dalam pembinaan dan kaderisasi partai. Konsolidasi tanpa henti dengan gaya, kreasi dan kolaborasi dengan stake holder lain.

“Akhirnya DPP PKB mulai memetik hasil tetap menjadi partai pilihan masyarakat Indonesia. Melihat pengalaman konflik masa lalu PKB, kita meyakini PKB akan tetap Solid dan mudah bangkit dalam setiap permasalahan yang dihadapinya,” ungkapnya.

“Semoga PBNU tetap fokus pada garapan barunya, yaitu Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) dan Konsesi Tambang. Sehingga drama turgi antara PBNU dan PKB dalam merebutkan pengaruh ke warga Nahdliyin, dan alasan tidak mengakomodir ulama berakhir juga sejak ditetapkannya pengurus PKB yang baru hasil Muktamar di Bali. Semoga,” harapnya. (Yoss)