KIP ITB lakukan Uji Sirekap di DPR
JAKARTASATU.COM— Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan uji konsekuensi terkait pembuatan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan KPU pada Pemilu 2024 lalu.
Permintaan itu disampaikan majelis komisioner dalam sidang sengketa informasi publik nomor 040/V/KIP/2024 yang dimohonkan Keluarga Alumni ITB Penegak Pancasila Anti Komunis (KAPPAK) dengan termohon pihak ITB.
Permohonan sengketa ini diajukan menyusul terjadinya kekacauan pada rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024, khususnya Pilpres, di mana antara data pada formulir C1 yang diunggah dengan data yang kemudian muncul di Sirekap (output), berbeda.
Khusus untuk Pilpres, output yang muncul umumnya me-mark up perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, dan menciutkan perolehan suara pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo – Mahfud MD.
Perbedaan output itu membuat Sirekap dicurigai sebagai bagian dari kecurangan Pilpres yang dinilai terstruktur, sistematis dan masif untuk memenangkan Prabowo-Gibran, dan menurut informasi yang berkembang, Sirekap itu dibuat oleh ITB.
Ketua Presidium KAPPAK Budi Rijanto mengatakan, sebelum gugatan diajukan, pihaknya telah mencoba meminta penjelasan dari pihak ITB, akan tetapi jawaban yang diberikan jauh dari harapan.
Gugatan di KIP Pusat ini merupakan yang kedua, karena sebelumnya KAPPAK menggugat ITB ke KIP Bandung, tetapi ditolak dengan alasan bahwa ITB merupakan universitas nasional, sehingga KIP Bandung menyatakan tak berwenang menangani gugatan tersebut.
Sidang perdana di KIP Pusat hari ini baru memasuki tahap pemeriksaan awal dengan agenda pemeriksaan legal standing dan materi gugatan.
Dari pihak KAPPAK sebagai penggugat diwakili Budi Rijanto dan dua presidium KAPPAK yang sekaligus berstatus sebagai penerima kuasa dari presidium KAPPAK yang lain, yakni Ahmad Ahyar Muttaqin dan Leony Lidya.
Sedang dari ITB diwakili dua kuasa hukumnya yang bernama Hendi dan Edwin.
Majelis Komisioner KIP dipimpin Awaludin dengan anggota Majelis Gede Narayana dan Handoko Agung Saputro.
Untuk legal standing, dari pihak ITB dinilai tidak bermasalah oleh Majelis Komisioner KIP, tetapi dari pihak KAPPAK sebaliknya.
Sebab, menurut Gede Narayana, bila memang gugatan ini atas nama kumpulan orang, mengapa pada surat gugatan hanya ada nama Budi Rijanto, dan tak ada yang lain? Majelis meminta legal standing diperbaiki.
Surat gugatan pun dinilai bermasalah, karena pada surat yang diajukan ke ITB, dibuat dalam bentuk narasi, tetapi dalam surat gugatan yang diajukan ke KIP, berbeda.
“Kami berpijak pada surat yang diajukan ke ITB, bukan ke KIP,” kata Anggota Majelis Handoko Agung Saputro.
Ia juga mengatakan bahwa dari tiga poin pada surat yang diajukan ke ITB, hanya poin pertama yang menjadi domain KIP, yakni permintaan agar ITB segera mengklarifikasi dan memberikan informssi seobjektif mungkin dalam pembuatan Sirekap dari proses kerjasama hingga pelaksanaannya. Dua poin lagi berisi permintaan agar ITB melakukan audit internal atas pembuatan Sirekap, dan yang ketiga menyarankan agar ITB proaktif memberikan klarifikasi jika tidak terlibat pembuatan Sirekap, dan jika perlu menuntut pemerintah cq KPU.
Menurut Handoko, poin kedua masih bisa masuk domain KIP apabila kalimatnya diubah menjadi kalimat bertanya: “apakah ITB pernah melakukan audit internal terkait pembuatan Sirekap?”
“Setuju,” kata Ahyar ketika Handoko bertanya apakah setuju jika poin nomor dua diubah seperti itu.
Dari pembahasan yang cukup panjang antara pihak majelis dengan KAPPAK, dengan merujuk pada surat gugatan yang diajukan KAPPAK ke KIP, akhirnya disepakati ada lima poin yang dimintakan informasinya oleh KAPPAK kepada ITB, yakni terkait dengan:
1. TOR (Term.of Reference)
2. Proposal proyek
3. Dokumen Kontrak kerja
4. Spesifikasi teknis
5. BAP Serah terima
Sangat mengejutkan karena ketika Majelis Komisioner mempertanyakan kelima item itu kepada kuasa hukum ITB, mereka mengatakan bahwa yang mereka punya hanyalah Dokumen Kontrak Kerja.
“Dokumen kontrak kerja itu juga bersifat dikecualikan, sehingga tidak bisa disampaikan kepada publik,” kata Hendi.
Majelis dapat memaklumi kalau ITB tidak memiliki proposal, karena ITB merupakan pihak yang dilibatkan dalam pembuatan Sirekap, tetapi tidak percaya ITB tidak punya TOR, dokumen spesifikasi teknis dan lain-lain.
Karenanya, mereka meminta pada sidang selanjutnya yang akan digelar dalam dua pekan ke depan, kuasa hukum ITB diminta membawa hasil uji konsekuensi jika memang ada dokumen yang berstatus dikecualikan.
“Kepada termohon, dari lima itu, yakni TOR, proposal, dokumen kontrak, spesifikasi teknis dan BAP serah terima mana yang dikuasai, mana yang merupakan informasi yang dikecualikan. Nanti pada sidang berikutnya Saudara membawa hasil uji konsekuensi kalau di antara yang kelima itu ada yang dikecualikan,” kata Ketua Majelis Komisioner KIP Sawaluddin. (Yoss)